Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Haruskah Gibran "Nyalon" Wali Kota Solo 2020?

13 November 2019   11:24 Diperbarui: 13 November 2019   11:42 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) via Kompas.com

Gibran dinilai juga matang dalam mensikapi serangan kepada ayahnya. Lihat misalnya ketika viral tayangan orang yang mengamcam akan memanggal Jokowi, Gibran dengan santai mengatakan "...Mumpung lagi bulan puasa kita fokus ibadah saja. Semoga bapak yang ada di video itu diberikan pintu maaf,.." Ini sekadar contoh anak muda yang bisa mengendalikan emosinya.

Sebelum Gibran berniat maju ke politik, sebuah survey dari Unisri menyatakan Gibran sebagai orang populer dengan meraih 90% suara, setara dengan Purnomo. Namun dari segi elektabilitas Achmad Purnomo menempati peringkat pertama dengan 38 %, diikuti Gibran dengan 13 %, dan Teguh Prakosa dengan angka11%.

Dalam konteks politik kepartaian, Ketua PDIP Solo FX Hadi Rudiyatmo selama ini telah menunjukan prestasi yang gemilang dalam memenangkan Puan Maharani dengan perolehan suara yang selalu fantastis sebagai anggota DPR RI, Pemilihan walikota dan gubernur dan presiden selalu dimenangkan calon PDIP di Kota Solo. Karena prestasinnya itu Rudi sebagai Ketua DPC PDI Solo bisa bersuaran lantang ketika Puan Maharani ingin jadi calon wakil Presiden. Rudi menentang rencana Puan jadi wakil presiden Jokowi dalam Pilpres 2014.

Dari sisi ini, jika PDIP ingin stablitas partai dan jaminan kemenangan untuk Pilpres 2024, maka Purnomo-Teguh adalah pilhan.

Namun jika itu ditempuh akan mengakibatkan kemunduran rakyat dan kota Solo. Dengan kata lain jika Purnomo-Teguh diberikan rekomendasi maka PDIP sebagai partai akan tetap untung tapi rakyat Solo akan buntung. 

Hubungan Megawati dan kota Solo memang untik. Megawati tidak dilahirkan di Solo, tidak pernah tinggal di Solo. Bung Karno juga bukan orang Solo. Megawati juga relatif jarang berkunjung ke Solo. Namun sebagian besar warga Solo adalah pendukung kuat Megawati. Kita pernah mendengar istilah "pejah gesang nedrek Bung Karno", (hidup mati ikut Bung Karno) lalu istilah itu juga muncul untuk Megawati "pejah gesang nderek bu Mega". 

Ketika Sidang Istimewa MPR 1999 menetapkan Gus Dur sebagai Presiden RI dan Megawati sebagai Wakil Presiden, pendukung Megawati di Solo marah lalu membakar gedung BCA, gedung Balaikota dan rumah orang tua Amien Rais di Solo. Ketua MPR Amien Rais di anggap bertanggungjawab menggagalkan Megawati jadi Presiden dengan Poros Tengahnya.

Kini pilihan ada di tangan Megawati, apakah Megawati akan memilih Purnomo-Teguh untuk menjamin soliditas partai, menjamin dan mengamankan Pilpres 2024? Atau memilih Gibran demi kesejahteraan dan kemajuan rakyat Kota Solo? Jika Megawati memilih Purnomo-Teguh soliditas partai terjaga, target Pemilu 2024 akan tercapai, namun rakyat kota Solo makin mengalami kemunduruan.

Sementara jika memilih Gibran, kemajuan kota akan penuh harapan. Dan jika warga Solo makin maju dan makin sejahtera, mereka tidak akan melupakan Megawati, sebagaimana selama ini ditunjukan dalam berbagai Pemilu. (Hari Wiryawan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun