Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi dan Pelukan Surya Paloh

7 November 2019   21:36 Diperbarui: 10 November 2019   16:54 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam acara HUT Partai Golkar, Presiden Joko Widodo secara terbuka bertanya kepada Ketua Partai Nasdem Surya Paloh tentang makna pelukan Surya kepada  Ketua PKS Shohibul Imam. Surya Paloh sebelumnya bertemu dengan Shohibul Imam di kantor PKS. Mereka berpelukan erat dan mesra dalam pertemuan itu.

Di akhir sindiran nya, Jokowi mengatakan bahwa Nasdem adalah partai koalisi yang mendukung pemerintah karena kader Nasdem menjadi menteri dalam Kabinet Indonesia Maju pimpinan Jokowi.

Meskipun ungkapan Jokowi dalam acara resmi dan terbuka itu bersifat guyon (bercanda) namun banyak yang percaya bahwa Jokowi merasa khawatir akan sikap Nasdem yang secara perlahan bisa  berperilaku seperti partai oposisi. 

Ini akan menempatkan Nasdem berada di dua kaki, dimana kadernya berada di pemerintahan, namun sikap dan garis politik cenderung kritis kepada pemerintah.

Jokowi merasa perlu mengingatkan hal ini sejak awal, karena pengalaman buruk dengan apa yang dilakukan oleh PAN agar tidak terulang lagi. 

PAN dalam kabinet Jokowi yang lalu, menempatkan kadernya sebagai salah satu menteri, namun sikap PAN khususnya Amien Rais terus menentang kebijakan Jokowi.

Sikap Nasdem untuk beroposisi sebenarnya telah secara terbuka disampaikan dimuka umum, sejak Prabowo mulai merapat ke Jokowi. 

Bagi Nasdem merapatnya Prabowo ke Jokowi waktu itu adalah pertanda buruk bagi demokrasi. "Untuk apa Pemilu, jika ujungnya satu atap memerintah?," demikian kira-kira sikap Nasdem waktu itu.

 Oleh karena itu Nasdem sudah bertekad untuk mengambil sikap sebagai oposisi. Bahkan dalam suatu wawancara, Surya Paloh menyatakan dirinya tidak pernah minta jatah menteri kepada Jokowi, Jokowi juga tidak pernah bicara soal menteri  dalam pertemuannya dengan Nasdem. 

Oleh karena itu pada detik-detik akhir pengumuman kabinet, Nasdem sebenarnya telah siap jika kader nya tidak masuk dan siap sebagai oposisi karena kecewa merapatnya Prabowo.

Dan ternyata benar Prabowo menjadi menterinya Jokowi. Tapi repotnya adalah sejumlah kader Nasdem juga tetap direkrut Jokowi menjadi menterinya. 

Ini tentu menjadikan posisi Nasdem canggung untuk menjadi oposisi. Tidak mungkin beroposisi karena kadernya masuk pemerintahan, tapi untuk menerima Prabowo dalam pemerintahan, bertentangan dengan idealisme Surya Paloh.

Masalahnya adalah gabungnya Prabowo ke dalam pemerintah bukan hanya kemauan Jokowi tetapi juga didukung penuh oleh Megawati. 

Di sinilah titik simpul apinya. Menentang Megawati dan Jokowi sekaligus tidak mungkin dilakukan secara bersama bagi Surya Paloh, pada saat itu karena Jokowi punya kartu hak prerogatif dan Mega punya kartu "restu".

Bagi Surya Paloh, Pilpres telah dimenangkannya. Nasdem telah sukses ikut mengantar Jokowi menjadi Presiden, namun Nasdem tidak happy dengan kemenangan itu. Tapi apa daya meja makan untuk pesta kemenangan bukan Nasdem yang menyiapkan. Surya Paloh harus menyantap makanan yang disajikan oleh "pemilik rumah makan" Megawati dengan "chef" Jokowi sebagai peraciknya.

Atas kekecewaan itu Surya Paloh mencoba "membuka rumah makan" sendiri dengan sajian Anies Baswedan sebagai menu utamanya. 

Dengan meminang Anies Baswedan, Surya Paloh sebenarnya tidak beroposisi dengan Jokowi. Karena bagi Surya Paloh Jokowi sudah tidak menjadi faktor penting dalam pemilu 2024. Kemampuan Jokowi sebagi chef hanya sampai kabinet Indonesia maju. 

Setelah itu, dalam pemilu 2024, Megawatilah yang akan tetap mengontrol dan menentukan. Pada Megawatilah Surya Paloh melancarkan oposisi.

Oleh karna itu Surya Paloh tidak menanggapi pertanyaan Jokowi ketika ia bertanya soal pelukan dengan Ketua PKS, karena bagi Surya Paloh, Jokowi adalah adik yang baik. 

Ia merasa tidak berseteru dengan sang adik, melainkan dengan sang kakak, Megawati. Surya Paloh menempatkan dirinya sebagai lawan sang kakak, Megawati bukan si adik, Jokowi. 

Mengajak sang Adik melawan sang Kakak itu tidak mungkin, karena itu Surya Paloh mengajak keponakan yang sedang moncer di seberang sana, Anies Baswedan.  

Meski kiprah Nasdem adalah untuk mempersiapkan diri dalam Pemilu 2024 bukan untuk merong-rong Jokowi, namun kabinet Jokowi tetap akan terkena imbasnya. Ibarat gajah Surya dan Mega berkelahi, maka rumput Jokowi tetap akan terinjak pula.

Apakah Surya akan berhasil mengusung Anis? Itu tidak terlalu penting bagi Surya Paloh. Siapapun tidak akan bisa meramal lima tahun ke depan. 

Bagi Surya Paloh tidak penting menang atau kalah, yang lebih utama ialah dirinya tidak akan membiarkan Megawati mengatur jalanya republik ini sendirian. Surya Paloh akan menjadi lawan tangguh Megawati.

Oleh karena itu figur Anies Baswedan juga tidak terlalu penting bagi dirinya. Yang penting bagi Surya Paloh adalah figur yang kemungkinan besar bisa melawan calon atau jagonya Megawati dalam Pilpres 2024. Dalam beberapa Pilkada Nasdem memang sering kali terdepan dalam menentukan calon nya.

Lihat ketika Nasdem mencalon Ahok meski PDIP belum mencalonkan, begitu pula Nasdem mencalonkan Ridwan Kamil meskipun partailai belum bersikap. Dalam dua pilkada di DKI dan Jawa barat, tampaknya Nasdem menghitung benar kapastias calon dan elektabilitasnya.

Namun dalam memilih Anies untuk menjadi calon presiden, tampaknya Surya Paloh menjadi emosional. Siapa calon yang kira-kira tidak akan dipilih Megawati atau siapa calon yang akan menjadi lawan jagonya Mega? Pilihan itu jatuh ke tangan Anies Baswedan.

Yang menjadi menarik dalam hari-hari kedepan adalah siapa yang akan diajak bermitra dengan Nasdem dalam rangka membela Anies? 

Atau dengan  kalimat yang lebih tepat adalah siapa yang akan diajak bermitra Surya Paloh dalam melawan Megawati? PKS adalah pilihan pertama dan sudah dipeluk oleh Surya Paloh. Pilihan kedua adalah pada PAN dan Demokrat. 

Berhadapan dengan Demokrat Surya Paloh harus bekerja keras untuk bisa merangkul SBY, karena SBY tentu  belum lupa bagaimana Metro TV menghabisi Pemerintahan SBY dalam kasus korupsi Nazarrudian dan Anas Urbaningrum. 

Faksi lain yang tentu akan dipeluk Surya Paloh adalah kalangan Islam garis keras, termasuk alumni 212. Dengan kelompok ini Surya Paloh bisa jadi akan menjadi pahlawan baru bagi PA 212, karena mereka kecewa dengan Prabowo. 

Namun Surya Paloh juga harus bekerja keras karena Surya Paloh dan Metro TV telah di pandang oleh kelompok 212 sebagai entitas "penista agama yang tidak terampuni dosanya".

Apapun yang dilakukan Surya Paloh dalam melawan Megawati, Jokowi akan terkena imbasnya. Jokowi yang merasa tidak pernah dipeluk Surya Paloh,  mungkin tak akan bisa merasakan pelukan itu sampai nanti karena hari-hari kedepan mereka besar kemungkinan akan semakin jauh. (Hari Wiryawan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun