Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies Baswedan dan Mesin Birokrasi

2 November 2019   08:42 Diperbarui: 4 November 2019   09:44 1864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Anies Baswedan nasibnya mirip yang dialami pendahulunya, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Ia diserang, ia dibela. Dicari titik-titik kelemahan oleh para pembencinya dan dicari titik keunggulan oleh pemujanya. Namun  dalam kasus anggaran lem aica aibon kali ini, Anies menampakkan jati dirinya: pejabat yang tidak menguasai teknis birokrasi.

Seorang pemimpin memang tidak harus paham semua masalah teknis. Karena masalah teknis itu urusan bawahan. Namun menghadapi birokrasi di Indonesia, jika tidak paham lika-likunya maka akan ditelan bulat-bulat oleh mesin birokrasi.

Dalam kasus anggaran lem aica aibon, Anies harusnya berterima kasih karena anak muda dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan sukarela "membantu" Anies memperbaiki penyusunan anggaran. 

Namun masalahnya apa yang dilakukan oleh Wiliem Aditya ini telah menjatuhkan wibawa sang Gubernur yang disorot karena dicurigai hendak melakukan manipulasi keuangan. 

Berbagai cara dengan susah payah Anies menjawab serangan dari berbagai pihak. Yang membuat kesal Anies mungkin adalah serangan itu datang dari "anak kemarin sore", julukan untuk Aditya oleh pendukung Anies.

"Nama baik dan kewibawaan" Anies dipertaruhkan. Karena Anies sudah terlanjur dinobatkan pendukungnya sebagai "Gubernur Indonesia" atau "Gubernur Serasa Presiden".

Bagi pendukungnya, Anies Baswedan adalah satu-satunya harapan calon 'khalifah' yang tersisa, setelah Prabowo Subianto rela dalam pelukan hangat Jokowi dan mitranya tokoh muda yang brilian, Sandiaga Uno, masih mencari-cari pijakan hidup di masa depan.  

Anies sadar bahwa dipundaknyalah harapan yang sangat besar dari umat pendukung khilafah telah diletakkan. Dan doktor ilmu politik lulusan Amerika Serikat itu terus berusaha untuk menjaga citranya sebagai pemimpin yang amanah. Marwah sebagai calon pemimpin dimasadepan  terus dijaga oleh mantan Rektor Universitas Paramadina itu.

Lihatlah Anies sudah menyelenggarakan berbagai acara keagamaan di lapangan Monas. Ia juga secara konsisten menjaga hubungan dengan pendukungnya. Anies tidak melupakan bahwa Front Pembela Islam (FPI) adalah salah satu pendukung utama kemenanganya. Karena itu ketika ulang tahun FPI, Anies hadir merayakan.

Untuk menjaga citra sebagai pemimpin rakyat Anies juga turun ke berbagai aksi demonstrasi menyambangi para pengunjuk rasa yang terluka di rumah sakit. Ini dilakukan Anies baik pada demonstrasi menjelang pengumuman hasil Pilpres oleh KPU dan demonstrasi mahasiswa soal RUU KPK dan RUU KUHP. Ketika pemerintah mengatakan para demonstrans sebagai perusuh Anies justru mendekati para korban yang nota bene adalah "perusuh" dimata pemerintah pusat.

Ketika ia pertama kali sebagai gubenur menghadap Jokowi. Baju batik lengan panjang yang dikenakan bermotif "parang". Motif ini adalah simbol yang biasanya dipakai ksatria yang hendak berperang. Hendak berperang dengan siapa ketika Anies menghadap presiden Jokowi? Tetapi anehnya Jokowi membalas dengan memberi gelar pahlawan nasional kepada kakek Anies Baswedan, AR Baswedan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun