Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Rio Haryanto dan Wah-nya Jet Darat

15 Agustus 2016   20:55 Diperbarui: 15 Agustus 2016   21:02 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Rio Haryanto kemungkinan tidak lagi mengikuti sisa laga Formula 1 (F1) sebagai pembalap utama. Manor Racing pekan lalu menurunkan statusnya menjadi pembalap cadangan. Putusan yang diambil Manor tersebut sebenarnya tidak mengejutkan. Mengingat, sesuai kesepakatan, pihak Rio seharusnya menyetorkan dana sebesar 15 juta euro hingga pertengahan kompetisi. Akan tetapi, hingga batas waktu yang ditetapkan, manajemen Rio hanya sanggup memenuhi separo kewajiban itu yaitu sekita 8 juta euro yang berasal dari sponsor utama Pertamina dan dana pribadi. Artinya, masih terdapat 7 juta euro yang harus dilunasi. Angka yang fantastis!

Jadi, semahal itukah kompetisi jet darat ini? Dari sumber berita bola.com, perkiraan biaya sebuah mobil F1 adalah sekitar (Rp125M), dengan perincian: Sayap depan (Rp3,1M), undertray (Rp1,2M), 1 set ban (Rp27 juta), gearbox (Rp15M), perangkat telemetri (Rp1,55M), alat kemudi (Rp1M), monocoque (Rp20,9M), perangkat mesin (Rp73,3M), rem (Rp3,1M), sayap belakang (Rp1,9M), dan knalpot (Rp3,6M).

Di luar mobil, masih ada biaya lainnya. yaitu: untuk kompetisi semusim F1 sebuah tim memerlukan dana sebesar RpRp3,3T, dengan rincian: biaya produksi (Rp813M), pengoperasian (Rp751M), pengembangan dan penelitian (Rp856M), serta gaji driver dan kru (Rp877M). Sumber: bola.com.

Gelontoran dana hingga triliunan untuk suatu cabang olahraga mungkin masih menjadi sesuatu yang sangat ‘wah’ di negeri kita. Apalagi untuk ajang kompetisi yang tergolong mewah, yaitu F1, yang mana baru tahun ini baru satu anak negeri kita yang memperoleh kesempatan mencicipinya. Ya, Rio Haryanto, pemuda asal Solo itu memang layak untuk menjajal kemampuannya di kasta tertinggi balap mobil, setelah deretan prestasi balap tingkat internasional berhasil disabetnya. Tapi, Rio memang hanya sebatas ‘mencicipi’ balap bergengsi itu. Dia hanya diperbolehkan mengikuti separuh musim karena terkendala masalah dana. Sekali lagi karena dana, bukan karena performa.

Tidak seperti kebanyakan olahraga populer lainnya, seorang atlet cukup bermodal ketrampilan dan keberuntungan bertemu pencari bakat. Dalam F1, pembalap pemula bukanlah pembalap modal dengkul. Mereka harus memiliki modal finansial yang kuat. Apa yang dilakukan Rio Haryanto dengan menyetorkan dana besar ke Manor Racing (pay driver) agar dapat berlaga di F1 bukan sesuatu yang aneh dan langka. Hal itu juga dialami oleh pembalap-pembalap lainnya pada awal karir mereka, sebut saja sang maestro Michael Schumacher, Niki Lauda, atau Fernando Alonso.

Sadari Kemampuan Negeri

Untuk memperoleh pendanaan, Rio dan manajemennya sebenarnya telah melakukan upaya keras. Mulai dari merogoh kantong sendiri, dana sponsor utama, proposal kepada perusahaan-perusahaan, hingga pendekatan tingkat nasional yaitu kepada Kemenpora hingga viral dukungan dana dari msyarakat.

Tapi, apa mau dikata, dana yang dibutuhkan tidak juga terpenuhi. Gatot Dewo Broto, mewakili Kemenpora, menyatakan bahwa Rio baru merapat ke Menpora pada bulan November 2015 padahal pengumuman menjadi pembalap bulan Januari 2016. Hal itu, menurut Gatot, terlalu mepet bagi pihak kementerian untuk mempersiapkan dukungan. Namun, dukungan terhadap Rio sebenarnya telah masuk dalam Program Prioritas Keolahragaan Tahun 2016.

Anggaran yang dibutuhkan Rio memang sangat fantastis untuk sebuah olahraga. Kemenpora sendiri tahun 2016 memilikialokasi anggaran sebesar Rp3,3T. Tapi, sebagai orang awam, saya berpendapat angka ratusan milyar bisa jadi telah dialokasikan untuk pengembangan berbagai cabang olah raga yang telah jauh hari direncanakan dengan baik. Kemenpora tentu tidak dapat gegabah dalam mengambil keputusan pengucuran dana ratusan milyar. Kita belum tahu pula apa sebenarnya bentuk komitmen dukungan tahun 2016 kepada Rio dalam ajang F1.   

Terlepas dari itu semua, memang benar bahwa Balap F1, siapapun telah mengakui, ialah derajat tertinggi untuk cabang olah raga otomotif roda 4. Merupakan suatu kebanggaan bagi seorang atlet dan negaranya untuk bisa berlaga di sana. Banyak sekali dukungan moril di media social kepada Rio Haryanto dengan mengedepankan api semangat kebangsaan. Namun, ada baiknya kita mempertimbangkan bahwa, selain kebanggaan, pemerintah kita tentu memiliki sudut pandang dan pertimbangan lain yang lebih luas. Kita pasti sudah tahu bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah di bidang olahraga yang lebih utama, misalnya pembangunan fasilitas olahraga yang memadahi di berbagai pelosok negeri dan pengembangan bakat atlet-atlet di daerah.

Anggapan sementara pihak bahwa Kemenpora lambat dalam menyikapi permohonan manajemen Rio menurut saya kurang tepat. Sekali lagi, dana yang diperlukan Rio sangat besar (untuk ukuran Indonesia). Sikap ketergesa-gesaan tanpa pertimbangan yang matang akan sangat beresiko. Sikap pemerintah merupakan bentuk kehati-hatian bukan kelambatan karena memang kondisi bangsa kita saat ini belum siap mengambil keputusan cepat untuk uang bermilyar lipat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun