Toko tetap mengembalikan hak konsumen dan konsumen pun perlu untuk meminta hak pengembalian itu. Mengenai receh untuk donasi, ya itu sebaiknya tidak diterapkan sebagai kompensasi dari uang kembalian. Toko sediakan saja kotak amal di depan kasir, receh tetap diberikan kepada pembeli selanjunya pembeli silakan menyumbang jika berkehendak. Â
Ketiga, belajar mencintai uang koin. Yang ini adalah hal sederhana tapi meskipun sedikit sulit. Dulu di tahun 90an, kita memang terbiasa membawa koin untuk keperluan tertentu, misalnya telepon umum atau sekedar main ding dong.Â
Sekarang, kita akui bahwa peran uang receh koin tidak seperti dulu, uang receh sekarang sebatas digunakan untuk bersedekah ke pengemis, pengamen, atau pak ogah di persimpangan. Fungsinya sebagai alat membayar mulai kurang diperhatikan. Masyarakat yang menerima hanya menyimpan di kantong lanjut masuk celengan. Uang receh akhirnya lambat berputar atau beredar.
Kesimpulannya, mempermasalahkan kembalian receh bukan berarti kita pelit. Ada baiknya kita memandang persoalan ini dari sisi upaya mencegah biaya ekonomi tinggi. Sekecil apapun peran masyarakat (penjual dan pembeli) terhadap persoalan rupiah receh ini, jikalau dilakukan secara masif maka tentu akan memberikan dampak yang besar bagi kesejahteraan ekonomi negeri tercinta ini. Â