Dalam sebuah kontestasi seperti Pilgub, pemilih diharapakan mampu menganalisis kemampuan kandidat. Daripada mendengar janji-janji manis ke depan, lebih pas kalau memelototi latarbelakang dan jejak rekam (track record) kandidat.
Pilgub Sumut 2018 dimeriahkan oleh hadirnya pasangan Djarot Syaiful Hidayat -- Sihar Sitorus (DJOSS) dan Edi Rahmaydi -- Musa Rajekshah (ERAMAS). Baik DJOSS dan ERAMAS sama-sama mempunyai kelebihan. Mari kita bedah masing-masing.
Pasangan ERAMAS adalah "orang dalam" Sumut. Meski kelahiran Aceh, Edy Rahmayadi cukup mengenal Sumut karena beberapa kali sempat bertugas di Sumut. Sementara Musa Rajekshah benar-benar asli Sumut dengan backgoround melayu. Kedunya tentu mengenal Sumut luar-dalam. Sementara pasangan DJOSS adalah "orang luar".
Sihar murni berdarah batak tapi lebih banyak menghabiskan waktu di Jakarta. Djarot asli jawa. keuntungan punya pemimpin dari "luar" adalah mampu dengan cepat membawa perubahan di Sumut karena punya banyak pengalaman di luar Sumut. Apalagi Djarot yang sudah kenyang menata Jakarta dan Sihar yang sudah melalanglang buana.
Untuk urusan pemenrintahan, pasangan DJOSS jauh lebih unggul bila dilihat dari pengalaman di bidang birokrasi pemerintahan. Djarot pernah menjadi Walikota Blitar, Wakil Gubernur DKI dan Pjs. Gubernur DKI. Sihar sendiri dalam kiprah birokrasi nasional pernah menjadi staf ahli Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Pasangan ERAMAS sama sekali belum punya kiprah di pemerintahan. Pengalaman Edy Rahmayadi sebagai Pangdam Bukti Barisan dan Pangkostrad belum cukup memadai untuk menggerakkan pemerintahan di SUMUT karena pola manajeman di militer dan birokrasi pemerintahan sangat berbeda kompleksitasnya.
Latarbelakang pendidikan pasangan ERAMAS juga tidak seimbang dengan pasangan DJOSS. Di level pendidikan tinggi, Edy Rahmayadi sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan formal di luar akademi milter. Sedang Ijeck (Musa Rajekshah) latar belakang pendidikannya hanya sampai S-2 Hukum di USU. Sebelumnya lulus kuliah S-1 di FISIP USIU.
Sedang Djarot menyelsaikan S-1 dan S-2 linier di bidang administrasi. Sebuah ilmu yang mutlak diperlukan dalam menata dan menjalankan birokrasi. S-1 di tempuh di Univeristas Brawijaya dan S-2 di selesaikan di UGM. Untuk S-2 bahkan Djarot mengambil program Administrasi Kebijakan Publik.Â
Titik tolak program Studi ini adalah mengajarkan mahasiswa untuk menganalisis, mempersiapkan dan menjalankan kebijakan yang berorinetasi pada kepentingan masyarakat (public). Djarot kemudian melengkapi pendidikannya di bidang kebijakan publik dengan mengikuti workshop di Amsterdam University.
Sihar juga berlatar pendidikan Administrasi --tapi lebih fokus pada administrasi bisnis. Dengan search di google kita tahu, bahwa Sihar menamatkan pendidikannya dari S-1 hingga S-2 di Amerika dan Inggris.
Di bidang organisasi level nasional, Edi Rahmayadi pernah memimpin PSSI. Diakuinya dia gagal. Targer PSSI untuk meraih Emas di Sea Games terakhir gagal. Juga kompetisi dan sistem kerja di bawah PSSI tidak berjalan bagus. Sihar juga pernah berkiprah di Ekesutif Komite PSSI. Sedang Ijeck hanya berkiprah di organisasi olaharga level lokal.