Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Syair, Sastra dan Masyarakat Arab Pra Islam

28 Juli 2021   11:50 Diperbarui: 28 Juli 2021   12:50 2174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya satra bangsa Arab pra Islam merupakan refleksi bagi keseluruhan hidup bangsa Arab pada zaman tersebut. Sebab, di dalam karya satra tersebut tergambar jelas kondisi kehidupan mereka baik yang terkait dengan kondisi geografis, adat istiadat, sistem ekonomi, serta bentuk-bentuk kepercayaan mereka.

Kecenderungan sastra Arab jahiliyah adalah ritsa (ratapan), madh (pujian), satire (serangan terhadap kabilah tertentu), fakhr (kebanggaan kelompok tertentu) dan anggur memiliki makna kebanggaan dari suasan trance (keadaan tak sadarkan diri). Namun, setiap diskripsi dari karya sastra tersebut senantiasa diselipi nasihat atau filsafat hidup tertentu.

Genre sastra Arab jahiliyah yang paling populer adalah jenis syiir (puisi) dan amtsal (semacam pepatah atau kata-kata mutiara) serta pidato pendek yang disampaikan para pujangga yang biasa disebut prosa. Semua itu dihafal di luar kepala secara turun temurun oleh orang-orang Arab yang memang terkenal dengan kemampuan daya hafal yang sangat tinggi.

Kata syair, pada asalnya berarti nyanyian. Satu fakta yang penting diketahui adalah bahwa masyarakat Arab adalah masyarakat yang amat suka dan selalu terpesona dengan keindahan bahasa. Orang yang pandai berbahasa, pandai berpidato, dianggap sebagai orang yang intelektual.

Orang yang patut dihormati dan disanjung tinggi. Kegemaran pada keindahan berbahasa ini disebabkan oleh situasi masyarakat Arab yang tertutup. 

Oleh sebab itu, mereka kemudian melatih diri menjadi orang bijak dan petah bercakap. Mereka selalu menggunakan perkataan indah untuk menggambarkan suasana alam.

Selain itu, masyarakat Arab yang pandai mengungkap kata-kata indah tadi mengaku bahwa mereka mempunyai kuasa hikmat yang dapat berhubungan dengan kuasa gaib. Mereka mempercayai bahwa orang yang seperti ini dapat meramalkan masa depan. Oleh sebab itu, penyair memiliki sifat seperti tukang ramal atau tukang nujum.

Mayoritas masyarakat Arab ini mempercayai tahayul dan langkah buruk atau baik. Apabila mereka henak melakukan suatu pekerjaan, mereka selalu memanggil penyair ini untuk melakukan upacara me-nujum. Pada saat itu, penyair akan tidak sadarkan diri. Saat tidak sadarkan diri inilah, dikatakan bahwa dia sedang bercakap-cakap dengan roh halus.

Penyair pra Islam tidak hanya melantunkan atau melakukan resitasi melainkan juga berfikir dengan puisi mereka. Dengan demikian, puisi atau syair merupakan sumber pengetahuan tidak hanya kesenangan musikal belaka. Jadi, syair pra islam tidak seragam melainkan jamak. 

Oleh karena itu, nilai-nilai yang khas bagi nyanyian dan resitasi menjadi penentu utama dalam syair pra Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun