Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala Al Quran Membicarakan "Bisnis Lendir"

6 Januari 2020   15:11 Diperbarui: 6 Januari 2020   15:45 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber sumber: Instagram Vector Vision

Seksualitas menjadi salah pilar kehidupan manusia yang akan selalu menempel dengannya. Berbicara tentang perilaku yang ada dalam masyarakat Arab ketika zaman kenabian akan selalku relevan. Al-Qur'an memberikan beberapa koridor dan pedoman dalam menyalurkan kebutuhan seksual serta menyatakan bahwa lembaga yang menjadi ruang aktivitas seksual yang halal adalah pernikahan. Di sisi lain, al-Qur'an begitu mengecam praktik seksual di luar ikatan pernikahan.

Bukti konkret yang bisa kita baca akan tegasnya al-Qur'an dalam menyikapi perilaku kaum yang tidak memiliki aturan dalam memlakukan hubungan seksual adalah telah ditetapkannya hukum fisik baik berupa cambuk maupun rajam. 

Dari beberapa literatur jelas bahwa al-Qur'an mengharamkan segala bentuk aktivitas seksual di luar pernikahan.

 Al-Qur'an melalui surat an-Nur memberikan instruksi kepada manusia untuk menjaga kesucian dan kehormatan diri. Menjaga pandanga, memelihara kemaluan dan jangalah memperlihatkajn auratnya merupakan satu frasa yang menjadi tolak ukur bagi manusia dalam menjaga dirinya dan menjaga kesalehan diri yang dimiliki. 

Kehormatan dan kesucian diri dalam diri manusia teramat penting, karena mereka menjadi tumpuan lahirnya generasi berkualitas dalam kacamata agama. 

Perempuan yang baik menjadi pilihan bagi laki yang saleh pula untuk menemukan pasangan dalam rangka beribadaha kepada Allah. Moralitas dalam relasi laki-laki dan perempuan yang berbentuk ikatan pernikahan menjadi sarana penyaluran seksual yang agamis dan sehat.

Jika kita menarik diri dalam periode Arab jahili, tentu akan melihat budak bangsa tersebut sebagai pekerja seks dan tuannya menjadi mucikari. Al-Qur'an memilih jalan advokasi terhadap mereka yang menjadi pekerja seks, hak mereka dirampas dan dieksploitasi sedemikian rupa. 

Pemilik budak ditegur untuk tidak memaksa mereka untuk melacurkan diri dan mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya. Tidak bisa dipungkiri mereka berusaha untuk menjaga kehormatan diri dan menjadi pribadi bermartabat.

Pihak yang selama ini menjadi kambing hitam ketika ada prositusi adalah pekerja seks, bukan pihk ayang memiliki kekuasaan. Berangkat dari cara berpikir yang demikian, lazimnya langkah yang diambil adalah merazia dan membersihkan mereka dari tempat lokalisasi tersebut. 

Padahal yang menjadi perhatian utama adalah para mucikari, para pemberi jasa, dan dalam lingkaran yang lebih makro adalah masyarakat dan pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun