Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sudah Benarkah Puasa Kita?

27 Mei 2019   15:22 Diperbarui: 28 Mei 2019   08:41 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa ~ Sumber gambar: Twitter Jingga Rasa

Pada perjalanan hidup setiap muslim, tentu kita telah melewati sejumlah kali puasa ramadan seiring rentang usia yang menyertai. Kegiatan ibadah yang paling masif tersebut bahkan disertai aktivitas sosial yang luar biasa menyeruak di setiap lingkungan jamaah umat. Dalam ranah publik pun kian akarab dengan aktivitas ramadan, program televisi pun seakan berlomba-lomba mewarnai dan menjadi budaya baru. Penyambutan dan syiar ramadhan kian semarak kita lihat bersama.

Pertanyaannya, apakah ramadan kali ini membekas dalam diri dengan berbagai kegiatan positif? Sudah benarkah laku puasa yang kita jalani selama satu bulan penuh? Pertanyaan dalam diri membutuhkan refleksi diri setiap muslim yang menjalankan puasa, baik dalam ranah privat ataupun dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Benih rohani apa yang akan kita tanamkan dan semai dalam kehidupan bermasyarakat. Secara normatif memang setiap muslim berkewajiban meningkatkan ketaqwaan karena sudah tergembleng keagamaannya dalam kurun waktu sehingga muncul akumulasi kualitas ketaqwaan yang begitu kokoh dalam diri.

Benarkah semua itu terjadi dalam diri kita? Apakah setiap kita sudah menjalani ramadan dan laku muslim telaj menjelma menjadi pribadi yang semakin berkualitas keislamannya? Apakah sifat diri yang destruktif kian tersingkir? Sebutlah Arogansi dan mencerca yang tidak sepaham. Semudah itukah berpuasa hanya menahan dari lapar dan haus? Secara rukun syariat tentu bisa dikatakan mudah. Namun, bagaiman dimensi hakikat berpuasa tersebut? Dalam titik ini, kita mencari esensi dan eksistensial yang mendalam, dampak kerohanian berpuasa begitu krusial untuk dipertanyakan dan dimanifestasikan setiap pribadi yang berpuasa.

Jabatan, Harta dan berbagai kebutuhan fisik memang manusiawi untuk dipenuhi dan dicari, namun dalam tataran sewajar dan secukupnya kita mengusahakan. Ketika manusia menghamba terhadap materi secara berlebih yang akan muncul dalam diri tentu pemutlakan dan sikap hidup-mati dalam diri. Bagi mereka yang mendapatkan ujian jabatan tidak menjadikan diri congkak dan berbangga diri menjadi pencapaian yang harus diraih. Laku rendah hati dan laku syukur kepada Allah menjadi rangkain sikap yang senantiasa membara dalam jiwa.

Ukuran sukses pribadi yang laku puasa, tentu dalam sublimasi penyucian diri dan tranformasi perubahan diri dalam koridor taqwa. Sukses dan tidaknya orang yang berpuasa ialah seberapa dalam dan jauh kualitas taqwa tersebut termanifestasi dalam diri muslim yang menunaikanya. Laku tersebut membuahkan berbagai kebaikan diri sebagai pancaran dari ketaqwaan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun