Islam adalah agama yang memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Al Quran sebagai kitab suci dari agama islam berisikan petunjuk dan pedoman-pedoman bagaimana manusia hidup, baik hubungannya dengan tuhan maupun sesama manusia.Â
Dalam konteks kemanusiaan ajaran al quran tidak terbatas. Ia memberikan petunjuk bagaimana manusia hidup bermasyarakat dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari. Sehingga dapat dikatakan, permasalahan-permasalahan kemanusiaan, apapun itu bisa dicarikan jawabannya dalam islam. Lantas bagaimana islam berbicara kemiskinan?
Di sisi lain memang, Al Quran menyebut nabi-nabi, sebagaimana dikemukakan oleh pemikir Islam Ali Syariati berasal dari kalangan masyarakat biasa, bahwa mereka bukan bagian dari kelompok yang mapan atau pemimpin yang berkuasa (Kecuali Nabi Daud dan Nabi Sulaiman).Â
Dengan tegas Al Quran menyebutkan, "Dialah yang mengutus diantara orang-orang yang buta huruf seorang rosul dari kalangan mereka sendiri" (62:2). Dengan, demikian, sebenarnya Al Quran berdiri di pihak golongan masyarakat yang lemah. Terutama ketika berhadapan dengan para penindas. Al Quran juga menegur orang-orang yang tidak mau menolong mereka yang teraniaya.
Asghrar Engineer dalam kata pengantar buku Islam dan Teologi Pembebasan mengatakan, bahwa kedatangan islam merupakan sebuah revolusi yang selama berabad-abad telah berperan secara signifikan dalam panggung sejarah kehidupan manusia. Namun, demikian, setelah Nabi wafat terjadi perebutan kekuasaan yang berorientasi pada kepentingan pribadi. Â
Dari sini, banyak sekali orang-orang yang menginginkan status quo yang menyebabkan islam kehilangan kekuatan revolusionernya. Semenjak itulah perhatian umat tercurah pada masalah-masalah teologi. Â Dalam hal ini, teologi islam yang sebenarnya sangat dekat dengan keadilan sosial, mulai mengalihkan perhatiannya pada masalah eskatologi dan masalah yang bersifat duniawi.
Satu hal yang patut dicermati yaitu bahwa, pada dasarnya, kemunculan suatu teologi tertentu senantiasa terkait dengan upaya merespon permasalahan umat yang terjadi pada saat itu.Â
Latar belakang sosial, politik, dan budaya memiliki faktor penting dalam memahami pertumbuhan dan perkembangan teologi Islam. Teologi Islam tidak berhenti sampai di tangan al-Ghazali. Kini di tangan para cendekiawan muslim teologi Islam dihadapkan pada problem sosial yang baru, misal pluralism, kemiskinan dan masalah-masalah sosial baru yang lain.
Jika pada masa Al Asyari hingga Al Ghazali teologi hanya dipandang sebagai pengetahuan tentang ketuhanan, maka para cendikiawan muslim saat ini menginginkan teologi dapat menjawab tantangan umat islam yang hadir belakangan.
Karena masalah yang muncul amat beragam, maka dalam makalah yang singkat ini penulis hanya akan membatasi pada masalah masyrarakat miskin dimana pada faktanya mereka selalu diposisikan sebagai kaum tertindas. Penulis ingin mengetahui lebih jauh bagaimana sesungguhnya islam berbicara kaum miskin sebagai kaum yang lemah dan tertindas, baik secara kontek historis maupun pernyataan tegas yang terdapat dalam Al Quran.