Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ziarah Para Politikus

12 Oktober 2018   08:06 Diperbarui: 12 Oktober 2018   18:13 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuplikan film ziarah karya bewe. || Sumber gambar: @filmziarah.

Masyarakat yang sering melakukan ziarah kubur dilabeli ahlul bidah, namun demi kepentingan politik seolah-olah label bidah itu dihilangkan dan direduksi. Politik di negeri Indonesia sudah tidak sehat. 

Para politikus dan pendukung setianya terlalu baperan dan mengutamakan egoisme-subjektif. Buktinya apa? Coba kita ambil percontohan jikalau Jokowi ziarah ke makam Karl Max, apakah para haters seadem respon mereka soal foto Fadli Zon ziarah kesana? Jikalau Prabowo blusukan, apakah akan diapresiasi haters-nya juga seperti Jokowi lakukan.

Kebaperan yang berujung subjektifitas dalam kerangka berpikir ini membahayakan. Ide pemikiran dan tindakan yang representatif dari pihak yang dianggap lawan, tidak akan diperdulikan dan dianggap angin lalu. Namun tindakan-tindakan kurang baik akan dimaklumi, selama dilakukan oleh yang didukung. Akhirnya yang menjadi korban siapa? Ya kita semua. Kita tidak kritis bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Kita menjadi tidak maju dan energi habis buat mendebatkan hal yang tak perlu diperdebatkan.

Solusinya apa? Berpolitik jangan baperan. Mendukung inisiatif baiknya dan melawan tindakan amoralnya, tanpa melihat dari pihak mana yang berucap dan bertindak. Semestinya rakyat kita bersatu menfilter pemimpin yang mumpuni untuk membangun bangsa. Karena subjektifitas hanya akan berujung membela ego diri dan kelompoknya, bukan membela kepentingan bersama. Siji wadah ojo sampai bubrah dalam istilah jawa.

Jika ingin mengerti tentang hari ini, kita harus mencari kemarin. Jika ingin mengetahui secara menyeluruh jati diri kebangsaan dan kultural kita, kita harus menziarahi tradisi. 

Mereka yang terpenjara masa lalu itu laksana kambing yang terikat di pojok ruangan. Mereka tidak berkembang, mereka menunggu tuannya lalu diajak berkeliling dan tidak bisa kemana-mana. 

Bangsa ibaratnya kambing tadi ia menjadi wujud yang luar biasa dengan tidak memenjarakan masa lalunya, bukan pula mereka yang sering membanggakan masa lalunya.

Ziarah itu netral, dia menjadi buruk karena memiliki pretensi yang destruktif terhadap struktur sosial. Namun juga bisa berwajah berseri dan menyenangkan bagi mereka yang meneladani sikap dan tutur kata etis tokoh yang telah tiada bagi sesama manusia. 

Ziarahlah dengan rasio bukan dengan emosi agar tidak baperan dan kolot terhadap sejarah. Mereka yang telah mendahului secara hakikat tidak memiliki potensi dan pengaruh yang signifkan bagi kalian, mereka menjadi hidup karena kalianlah yang menghidupkan semangat mereka dalam diri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun