Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bagaimana Pramoedya Membingkai Manusia

18 September 2018   15:54 Diperbarui: 18 September 2018   15:59 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramoedya Ananta Toer di Museum Sastra Blora || Sumber gambar ; Mojokdotco

Manusia adalah entitas hidup yang bakal mati dan sirna. Namun mereka berhak memilah dan memilih atas jalan apa yang akan ia tempuh. Siapa yang mengangap mereka manusia, maka percayalah bahwa semua memiliki kebebasan yang paling besar. 

Kebebasan itu adalah memilih jalan yang akan mereka lalui. Manusia memiliki kendali untuk menjadi musisi, agamawan, politikus, petani dan banyak yang lain. Lain manusia, lain pula pola pikirnya, cara pandang, cara bersikap dan bagaimana mereka menghadapi sesuatu.

Sebagaimana Pramoedya Ananta Toer. Ia memilih untuk menjadi diri. Pram memiliki jalan hidup. Pram punya pertimbangan dan resiko. Bagaimana ia bersikap dan menempatkan diri dari hegemoni Orde Baru.

Sebagaimana tulis Asep Samboja di buku Historiografi Sastra Indonesia 1960-an, Pram dibelenggu oleh rezim. Hal tersebut sebab ia tergabung dalam anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

Ia dituding kiri oleh beberapa pihak. Orde baru membuat cacatan merah tentang Lekra, dituding sebagai organisasi bawah Partai Komunis Indonesia (PKI). Segala sesuatu yang bersangkut paut dengan Lekra akan ditumpas oleh Angkatan Darat rezim Soeharto.

Sala satu kutipan dari Pram adalah Orang boleh pandai setinggi langit, namun jika ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Seorang penulis bebas menuliskan apa saja tergantung apa yang ia inginkan.

Walau raga diri dipenjara, pikirannya akn tetap bebas, tidak bergantung pada pihak lain. Walau fisiknya terbatas namun siapa yang bisa mengendalikan, ia akan tetap mandiri tanpa intervensi. Kekuasaan apa yang mampu mengendalikan pikiran orang. Ia akan menulis untuk kebebasan.

Selama orde baru, Pram pernah merasakan 14 tahun penjara tanpa proses pengadilan sebagai tahanan politik. Berawal dari Nusa Kambangan, Pulau Buru dan terakhir di Magelang sejak tahun 1965 sampai 1979. Bagi penulis di masa Orde Baru kalo tidak takut akan berakhir di penjara bahkan dihunuh.

Pram dilarang untuk menulis di dalam penjara, meski seperti itu ia tetap mencari cara bagaimana ia menulis karya Tetralogi Buru: Bumi manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Karya Pram pernah dibakar dan dilarang beredar, ada 9 karya yang dihancurkan oleh Angkatan Darat.

Semakin dikekang oleh rezim, ia akan selalu mencari bagaimana menulis naskah. Soesilo adik Pram menceritakan bahwa buku Tetralogi ditulis di Penjara Bukut Duri, ada seorang tokoh yang membantu menyelundupkan naskah tersebut ke luar dari penjara, namanya Jan Van Resink seorang Belanda yang ahli bahasa jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun