Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Kemerdekaan, Mengembalikan Arah Indonesia

17 Agustus 2018   05:55 Diperbarui: 17 Agustus 2018   07:13 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andai bisa memilih, pastilah bangsa ini akan memilih untuk memiliki negeri seluas Indonesia namun semakmur Singapura atau Jepang. Bangsa ini telah memiliki negeri luas yang subur. Namun rakyatnya masih jauh dari kehidupan yang makmur. Sebaliknya, Singapura yang dipeta saja hampir tidak tampak tapi rakyatnya makmur. Jepang yang tandus berbatu namun rakyatnya maju. Apa yang salah dengan Indonesia? Mengapa anugerah yang begitu banyak dari Tuhan yang berupa bumi, air, dan langit yang kaya dan luas belum bisa dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat?

Tinggal di negeri yang bernama Indonesia, kini bagai tinggal di negeri yang belum sejahtera. Bila musim penghujan tiba, banjir melanda. Tanah longsor menelan banyak warga. Bila musim kemarau datang, kekeringan mengancam. Cuaca sering tidak menentu. Petani dan nelayan di pojok-pojok desa dibuatnya menderita. Sebagian kecil orang sangat kaya, namun sebagian besar yang lain miskin papa. Apa yang salah dengan negeri yang pernah dijuluki zamrud khatulistiwa ini?

Salah Arah

Sesungguhnya para pendiri negeri ini telah memiliki kemulyaan pikiran dan kejernihan hati. Mereka memberikan arah Indonesia dengan tegas dan pasti. Indonesia sebagai negara harus mampu menjamin bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" (UUD 1945, ps 33 ayat 3). Mereka juga menggarisbawahi bahwa "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara" (UUD 1945, ps 34 ayat 1). "Negara  mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan" (UUD 1945, ps 34 ayat 2). Mereka juga menggariskan bahwa di negeri ini keadilan harus ditegakkan. Keadilan tidak boleh diperjualbelikan. Inilah hasil perenungan yang cerdas dan percikan nurani yang luhur dan selaras dengan ajaran dasar agama. Pelanggaran atas prinsip-prinsip ini akan menyebabkan malapetaka yang tidak hanya diterima oleh para pelakunya tapi juga dirasakan oleh seluruh warga negara. Sebaliknya, bila amanat para pendiri negara itu dijalankan maka kemakmuran akan dinikmati seluruh penduduk negeri.

Sebagai bangsa yang besar, kita harus mengakui bahwa perjalanan bangsa ini telah keliru. Prinsip-prinsip dasar itu belum sepenuhnya dijalankan oleh para pengendali negara. Akibatnya negara menuju arah yang salah.

Bangsa Abai

Bila harus diurai, maka kesalahan bangsa ini terdapat dua hal: Pertama, ingkar pada nikmat. Inilah sesungguhnya awal mula bencana di negeri ini. Negara yang luas dan subur namun dikelola secara kufur, yakni ingkar atas nikmat. Kenikmatan yang begitu besar diingkari dengan mengabaikan pentingnya bersyukur. Padahal tanpa rasa syukur, manusia akan jatuh pada ingkar nikmat. Barangsiapa yang mengingkari nikmat, Tuhan akan mencabut nikmat itu dan menggantikannya dengan azab yang pedih (QS/14: 7).

Bukti nyata kurang bersyukurnya bangsa ini adalah pengelolaan negara yang mengabaikan nurani bangsa dan ajaran dasar agama sebagaimana yang telah digariskan oleh para pendiri negara di atas. Telah sekian lama kekayaan negeri ini dinikmati segelintir orang saja, mereka yang lemah tidak dilindungi, banyak hak warga yang dilanggar, dan keadilan dikebiri bahkan oleh penegak hukum itu sendiri. Telah sekian lama sebagai bangsa, kita telah mengingkari nikmat kemerdekaan dan kekayaan negeri.  Padahal Tuhan telah berfirman: "Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat" (QS/16: 112).

Kedua, abai pada keberkahan hidup. Sesuatu yang banyak namun terasa kurang merupakan tanda-tanda hilangnya keberkahan. Sebaliknya sesuatu yang tampaknya kurang, namun ternyata terasa cukup merupakan tanda hadirnya keberkahan. Dalam bahasa Arab, berkah berarti an-nam' wa az-ziydah yang berarti tambahan. Berkah mengandung arti ziydatul khair yakni tambahan kebaikan dan kenikmatan. Dalam Alquran disebutkan bahwa jika suatu penduduk negeri beriman dan bertakwa maka Allah akan membuka berkah dari langit dan bumi (QS/7: 96).

Tentu saja, iman dan takwa di sini mengandung arti yang hakiki bukan iman dan takwa semu. Negeri ini dihuni oleh 1/5 penduduk muslim dunia. Jumlah jamaah haji setiap tahunnya paling banyak dari jamaah negara manapun. Tapi apakah itu dapat dijadikan jaminan bahwa perilaku penduduk negeri ini sesuai dengan prinsip-prinsip keimanan dan ketakwaan? Bila telah sesuai, mengapa negeri ini dipandang sebagai negeri korup? Bila telah sesuai, mengapa tindakan asusila masih merajalela? Bila telah sesuai, mengapa kesenjangan antara si kaya dan si miskin terus menganga? Bila telah sesuai, mengapa keadilan masih diperjualbelikan? Bila telah sesuai, mengapa banyak para pemegang amanat melakukan khianat? Itu semua dan masih banyak perilaku menyimpang penduduk negeri ini yang menyalahi prinsip keimanan, ketakwaan, dan nurani bangsa. Tidak sedikit diantara kita yang beriman dan bertakwa namun masih sebatas ucapan dan belum sampai pada tindakan. Itulah yang menyebabkan hilangnya keberkahan di bumi Indonesia. Tanah luas, air melimpah, dan langit yang nyaris tak berbatas masih terasa kurang untuk mewujudkan kemakmuran warga. Seakan-akan kekayaan negeri tak berbanding lurus dengan kemakmuran warganya. Sungguh terbalik dengan Jepang dan Singapura. Negeri yang sempit ternyata bisa memberikan kemakmuran.

Kembalikan Arah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun