Mohon tunggu...
Hari Purwanto
Hari Purwanto Mohon Tunggu... Konsultan - Do The Best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Mahasiswa Pasca Sarjana Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jawaban ICW Terkait Dana Asing Melalui KPK

22 Juni 2021   10:48 Diperbarui: 22 Juni 2021   11:12 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjawab tudingan sejumlah pihak bahwa ICW menerima hibah dana asing dan dana KPK, Badan Pekerja ICW memberikan bantahan dan klarifikasi. Sayangnya, dalam bantahan itu justru menjadi semacam pengakuan ICW, bahwa pihaknya menerima dana hibah dari lembaga internasional atas privilege dari KPK. 

Berikut dikutip dari pernyataan resmi Badan Pekerja ICW yang dikutip oleh media di antaranya detik.com dan tempo.co: 

1. Pertama, dalam tuduhan terbaru disebutkan ICW menerima dana Rp 96 miliar yang diterima dari UNODC dan mengalir lewat KPK. Kami perlu sampaikan bahwa informasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak berdasar sama sekali alias palsu. 

Merujuk pada laporan audit keuangan ICW periode 2010-2014 dan dokumen kontrak kerjasama program penguatan KPK antara ICW dengan UNODC, selama kurun waktu 5 tahun pelaksanaan program, ICW mendapatkan dukungan dana sebagaimana berikut:

1. 2010= Rp 400.554.392

2. 2011= Rp 172.499.500

3. 2012= Rp 91.397.413

4. 2013= Rp 551.534.056

5. 2014= Rp 258.989.434

Total= Rp 1.474.974.795 (5 tahun program)

2. Dana tersebut sebagian besarnya untuk membiayai kegiatan pelatihan bagi pegawai KPK dalam penguatan kapasitas, penelitian terkait ketentuan konvensi PBB Antikorupsi (United Nation Convention Against Corruption) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia sejak 2006 dan kampanye serta advokasi penguatan kebijakan antikorupsi di Indonesia. 

Perlu kami jelaskan bahwa kontrak kerjasama antara UNODC dengan ICW sejak awal ditujukan untuk penguatan kelembagaan KPK, dan oleh karena itu membutuhkan persetujuan formal dari Pimpinan KPK sebagai pengambil keputusan tertinggi di KPK. 

Program yang didanai dari Uni Eropa ini juga telah diketahui dan disetujui untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana prosedur hibah internasional yang berlaku. 

Kami tambahkan bahwa diluar program ICW-UNODC, ICW juga menjalin kerjasama dengan pihak donor lain, seperti USAID, Ford Foundation, atau kantor kedutaan negara sahabat yang mana persetujuan prinsipil atas program hibah maupun pelaksanaannya harus terlebih dahulu didapatkan dari perwakilan Pemerintah Indonesia.

Di atas ada dua dari sejumlah poin yang dikutip secara verbatim dari portal berita detik.com. Dari poin 1 (satu) kita menerima pernyatan resmi dari ICW bahwa pihaknya menerima dana hibah dari UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime). 

Dari poin 2 (dua) kita menerima pernyataan resi dari ICW bahwa untuk mendapatkan hibah tersebut harus ada tanda tangan dan persetujuan formal dari ketua KPK. 

Dari dua poin tersebut secara tak sengaja, ICW telah mengakui ada kerjasama dan priviledge dari KPK yang diberikan oleh KPK untuk mendapatkan dana hibah dari UNODC sebesar Rp Total= Rp 1.474.974.795 (5 tahun program).  

Pernyataan ini sekaligus membantah pernyataan ICW bahwa selama ini tidak pernah mendapatkan dana sepeser pun dari KPK. Priviledge ini merupkaan fasilitas yang diberikan oleh KPK dan lembaga donor aing kepada ICW untuk mendapatkan dana hibah. Priviledge ini merupakan fasilitas negara yang harus tetap dipertanggungjawabkan penggunannya kepada negara. 

*Kesimpulan:* Karena ICW memperoleh aliran dana melalui fasilitas negara berupa persetujuan pimpinan KPK. Maka aliran dana tersebut merupakan aliran duit negara. Oleh karenanya, BPK dan BPKP berwenang untuk mengaudit penggunaan dana dana tersebut.

Hal serupa pernah dikenakan pada Prof Darmin saat menjadi menteri KKP dan Prof Romli saat menjadi Dirjen AHU. Keduanya sempat dijerat menggunakan pasal korupsi terhadap dana yang terkumpul dari swasta menggunakan surat resmi yang bersangkutan. Dana yang terkumpul dikualifikasikan sebagai uang negara karena diperoleh dengan menggunakan fasilitas negara.

*Pertanyaan sebagai masyarakat awam:*

1. Apakah Firli Bahuri sebagai Ketua KPK tidak memberikan persetujuannya kepada ICW untuk menjalankan lagi program UNODC untuk periode berikutnya? bappenas.go.id

2. Apakah ICW masih sah menjadi NGO/LSM kalau ternyata masih menggunakan fasilitas negara

3. Mengingat sifat kritis ICW terhadap pemerintah selama ini, apakah ICW menjalankan syarat administrasi sebagai NGO penerima dana hibah. Termasuk mendaftarkan ke kesbang linmas Kemendagri? 

Berdasarkan laporan ICW maka sesuai UU Ormas dan UU Hibah serta Permendagri apakah ICW telah memenuhi syarat-syarat administratif yang ditentukan oleh UU atau Permendagri? Dan ICW tidak menunjukkan bukti-bukti2l administratif yang sahih.

4. Selama ini kelompok yang berafiliasi ICW kerap mendegradasi LSM-LSM yang bekerjasama dengan lembaha pemerintah sebagai LSM pelat merah. Lantas apa status ICW?

5. Mungkinkah KPK atau BPK mulai memeriksa laporan keuangan KPK untuk melihat aliran dana dan kerjasama yang berimplikasi aliran dana terhadap ICW serta melihat syarat administrasi yang dimiliki ICW.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun