Mohon tunggu...
Hariman A. Pattianakotta
Hariman A. Pattianakotta Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuka musik

Bekerja sebagai Pendeta dan pengajar di UK. Maranatha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tak Perlu Takbir atau Menyebut Nama Tuhan

16 November 2020   21:40 Diperbarui: 16 November 2020   21:55 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu ulama keren yang pemikiran dan dakwanya saya gemari, Ustad  Abdul Moqsith Ghazali, menulis di laman Facebook-nya: "Sebagian besar orang di luar Islam tak membaca Qur'an. Mereka mengerti Islam melalui "kelakuan" umat Islam."

Hal yang sama juga berlaku untuk kalangan Kristen (Katolik dan Protestan), Hindu, Budha, Konghucu, dan agama-agama leluhur. Apa pun kitab suci, doktrin, tradisi dan ajaran etis kita, orang lain paling mungkin mengenal agama kita melalui perbuatan kita.

Kalau kita suka menampilkan kemarahan, ketidakramahan, arogansi, merasa diri paling suci dan benar, atau merasa bahwa kita adalah pemilik paten surga.  Maka, begitulah juga orang lain menilai agama kita: agama yang arogan dan garang!

Jikalau tampilannya sudah arogan dan garang, maka sulit bagi kita untuk menjelaskan bahwa agama kita itu sebenarnya mengajarkan hal yang luhur mulia. Agama kita adalah agama kasih, agama rahmat, agama yang mengajarkan kebajikan, dan berjuta hal baik lainnya. Sulit kita menjelaskan semua ini.

Sebab, cukup dengan beberapa kata disertai telunjuk yang menohok: "Tuh, yang ono...gak seperti yang dikatakan. Ulama, romo, pendeta pula. Kok gitu ya..." Maka, ambyarlah kita. Rontok! Kita hanya bisa tersipu malu, dan dengan menunduk kita pelan berujar: "Ya, namanya juga manusia".

Artinya, kredibilitas agama harus dijaga. Namun, bukan dengan suara keras. Bukan dengan pekikan "dalam nama Tuhan Yesus", atau "takbir Allahuakbar". Apalagi dengan tindakan anarki, perilaku melanggar hukum, atau dengan sikap-sikap eksklusif-triumfalistik. Tidak!

Agama perlu dijaga dengan kelakuan yang bijak dan santun; perilaku yang penuh belas kasih dan adil. Tidak memandang muka dan membeda-bedakan orang berdasarkan apa pun. Kelakuan yang memperlihatkan jalan lurus; tidak mencla-mencle, bebas dari ambisi dan nafsu kekuasaan, entah ambisi kekuasaan politik ataupun kekuasaan ekonomi. Agama hanya bisa dijaga dengan tindakan yang mendatangkan kasih dan rahmat.

Di awal masa pandemi kita melihat agama dan umat beragama tampil sebagai kekuatan penolong yang dahsyat. Mereka bertolong-tolongan, bahu membahu. Di Jawa Barat misalnya, ada anak-anak muda keren seperti Basar Daniel Jevri Tampubolon, Jeffrey Samosir, yang sering berkolaborasi dengan ustad muda cerdas penuh welas asih, Kyai Wawan Wg; dan Pendeta yang gagasannya selalu menarik dan bernas, Pdt. Albertus Patty.

Sebelum pandemi, mereka sudah berkarya bersama untuk menumbuhkan kebersamaan lintas batas melalui Jaringan Kerjasama antar Umat Beragama Bandung (Jakatarub) maupun Forum Lintas Agama Deklarasi Sancang (FLADS). Di masa pandemi mereka konsisten menunjukkan agama itu memang ada untuk manusia.

Karena itu, kalau mau selamat dari pandemi, kita mesti selamat bareng-bareng. Mereka tunjukkan hal itu, tanpa diliput media dan diantar massa.  Bergotong-royong mereka menyatakan solidaritas kemanusiaan sekaligus menunjukkan inti utama dari agama, yaitu rahmat dan kasih sayang.  

Inti agama itu yang perlu menjadi kesadaran dan spirit kolektif yang dihidupi di dalam kelakuan atau perbuatan. Tak perlu khotbah yang mengumbar kata berbusa-busa. Cukup dengan satu perbuatan kecil yang disertai dengan cinta yang besar, orang lain akan mengenal dan mengapresiasimu. Bahkan, bukan hanya dirimu, tetapi agamamu akan dikenal dan dihormati. Bahkan, Allah Yang Maha Besar, pencipta dan pemilik semesta, pun akan dipermuliakan melalui perbuatan bajikmu.

Amin?!

Tak perlu takbir atau menyebut nama Tuhan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun