Mohon tunggu...
Hari Dewanto
Hari Dewanto Mohon Tunggu... Profesional Hypnotherapist -

I am a profesional trainer and happiness tranceformer (happiness provocator) who willing to make Indonesia happier

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Salah Pilih

26 Juni 2018   12:02 Diperbarui: 26 Juni 2018   12:04 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

'Good decisions come from experience, experience come from a bad decision'.

(Unknown author)

Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu, saat saya masih berkantor di bilangan Simatupang, Jakarta Selatan. Ketika sedang makan siang di sebuah caf di daerah Fatmawati,  seorang kawan kantor tetiba nyeletuk , "Kenapa ya, kok hidupku ini selalu sial?"

Kawan lain hanya menanggapi celetukan teman yang satu ini sambil terus mengunyah makanan masing-masing. Rerata malah menanggapi dengan gaya pesimistis yang nyaris sama, "Jalani saja hidup ini, sial atau beruntung itu sudah ada yang mengatur.."

Namun anehnya, mendengar celetukan ini, meminjam istilah Peter Parker, justru indera laba-laba saya berdencing. "Something wrong with this guy", pikir saya. Another mental block telah melingkupi pikiran kawan saya ini. Saya tidak bisa diam saja membiarkan seorang kawan terpenjara oleh pikirannya sendiri seperti ini. Saya harus segera bertindak.

Namun alih-alih menjawab pertanyaannya, saya malah balik tanya, "Tahu nggak, kenapa hidup Anda SELALU sial?"

"Ya nggaklah, makanya saya juga lagi bingung..", jawabnya sekenanya.

"Anda SELALU sial karena Anda yang minta!", kata saya dengan santai. Setengah melotot dia kemudian menyela, "Eh, jangan sembarangan ngomong ya. Siapa sih yang mau sial?"

"Oke, kalem Bro. Coba sekarang ceritakan apa yang membuat Anda berpikir selalu sial?", saya coba tenangkan dia, sambil menggali lebih dalam lagi masalah yang membuatnya merasa selalu sial.

Dengan penuh semangat dia kemudian bercerita mengenai istrinya yang  selalu mengeluh, tidak pernah menerima apa yang sudah diberikannya. Anak-anaknya juga menurut dia sangat bandel, tidak mau mendengarkan kata orang tuanya. Kalau disuruh belajar atau shalat susahnya minta ampun. Belum lagi perlakuan atasan yang semena-mena. Apapun yang dikerjakan selalu disalahkan. Sudah begitu dia merasa gajinya juga terlalu kecil dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukannya. 

"Oo jadi itu yang membuat Anda merasa SELALU sial. Ada lagi?", saya masih mencoba mencari pokok permasalahannya. "Yah, intinya Tuhan itu kok sepertinya tidak adil sama saya ya..", jawabnya penuh skeptisme. "Oke, kalau begitu ijinkan saya ajukan beberapa pertanyaan"

"Tadi pagi sempat sarapan nggak?"

"Sempat sih.."

"Siapa yang menyiapkan?"

"Istri"

"Sambil mengeluhkah"

"O tidak, istri saya memang suka memasak"

"Hmm, jadi tadi pagi istri tidak mengeluh?

"Eh,,oh, bbelum sih.."

"Oke, bagaimana dengan anak-anak. Mereka sehat?"

"Ya, alhamdullillah. Mereka tadi berangkat sekolah bersama saya"

"Mereka rewel?"

"Tidak juga. Biasanya kalau habis ulangan, jadwal sekolah mereka agak longgar"

"Jadi, mereka tidak bandel dong?"

"Eh ya, tadi sih tidak.."

"Selama di perjalanan, ada kendala nggak?"

"Ya, tumben hari ini kok lancar ya. Mungkin karena banyak anak sekolah yang meliburkan diri sehabis ulangan..."

"Sampai kantor tepat waktu?"

"Iyalah. Setiap hari saya selalu berusaha tepat waktu"

"Barusan makanannya enak nggak"

"Wah enak sekali. Setelah menghabiskan energy meeting dengan bos tadi, perut ini lapar sekali rasanya. Kalau nggak ingat kolesterol, mungkin sudah saya habiskan tunjang sama rendang satu baskom tadi"

"Eh, gimana kabar Bos tadi?"

"Baik. Dia senang dengan ide-ide saya tadi"

"Kalau semua berjalan lancar begitu, lalu dimana letak sialmu tadi Bro?"

***

Sidang Pembaca yang budiman, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata 'selalu' merujuk pada keadaan 'senantiasa; selamanya; sering; terus-menerus; tidak pernah tidak'. Ketika teman saya merasa bahwa dirinya 'selalu sial', artinya dia merasa bahwa dirinya 'senantiasa, sering, tidak pernah tidak sial'. Artinya dia merasa bahwa dirinya akan selamanya sial. Dalam NLP (Neuro Linguistic Programming) fenomena ini disebut generalisasi.

Faktanya, hasil obrolan tadi menunjukkan bahwa tidak selamanya hidupnya sial. Dia mempunyai istri yang pandai memasak. Dia mempunyai anak, dan bisa bersekolah. Dia mempunyai bos, yang artinya punya pekerjaan.

Dia merasa sial karena terkooptasi oleh pemikirannya sendiri. Meskipun terkesan sepele, namun ketika dibiarkan berkepanjangan maka akibatnya bisa fatal. 

Mengacu pada buku The Secret, dimana Rhonda Byrne mengatakan bahwa bahwa Rahasia Besar Kehidupan adalah hukum tarik-menarik. Hukum ini mengatakan bahwa kemiripan menarik kemiripan. Jadi, ketika Anda memikirkan suatu pikiran, Anda juga menarik pikiran-pikiran serupa ke diri Anda. Pikiran bersifat magnetis, dan pikiran memiliki frekuensi.  

Ketika Anda memikirkan sebuah pikiran, pikiran-pikiran itu dipancarkan ke alam semesta, dan secara magnetis pikiran akan menarik hal serupa yang berada di frekuensi yang sama.

Segala sesuatu yang dikirim keluar akan kembali ke sumbernya, Anda. Maka ketika kawan saya tadi berpikir bahwa dia akan selalu sial, pada akhirnya hal itu pula yang akan terjadi.

***

Sidang pembaca yang budiman, memang hidup ini adalah pilihan. Kadang kita melakukan pilihan tepat, namun tak jarang kita juga membuat kesalahan dalam memilih. Dan kita pasti menyesal ketika menyadari bahwa kita telah salah pilih.

Kita akan menyesal selama sehari ketika salah pilih kostum. Hari kamis biasanya 'dress code' kantor adalah batik, maka ketika kita mengenakan baju selain batik, seharian itu kita akan menjadi salah tingkah dan merasa tidak nyaman.

Menyesal selama sebulan ketika kita salah pilih model potongan rambut. Penampilan kita jadi aneh dan tak biasa. Kita mesti menunggu minimal sebulan sampai rambut kita cukup panjang untuk dibentuk sesuai dengan keinginan kita.

Menyesal selama setahun ketika salah pilih kontrakan rumah. Dan penyesalan ini bisa berujung penderitaan selama setahun ketika rumah kontrakan kita tadi  berada di daerah banjir.

MENYESAL selama LIMA TAHUN ketika salah pilih pemimpin kita. Janji manis saat kampanye biasanya segera menjadi angin  lalu bahkan sebelum usia pemerintahan mereka genap berumur seratus hari. Maka jangan sampai Anda SALAH PILIH dalam AJANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH  kali ini. Pilihlah pemimpin yang memiliki rekam jejak jelas dan berpihak kepada kesejahteraan rakyat.

Kalau salah pilih pemimpin akan membuat kita menyesal selama 5 tahun, namun ternyata ada yang akan membuat kita menyesal seumur hidup! Yaitu ketika kita salah pilih state of mind. Segala sesuatu yang kita hadapi akan bermakna negatif dan hidup kita tidak akan bahagia, seperti yang terjadi pada kawan saya pada kisah di atas.

Oleh karena itu saya mengajak Anda semua untuk selalu menemukan sudut pandang berbeda atas semua kondisi yang kita hadapi.

Dalam dunia NLP (Neuro Linguistic Programming), ada satu teknik yang sangat ampuh untuk mengubah sebuah paradigma. Bahkan teknik ini mampu mengubah state of mind kita, meskipun pada kenyataannya kondisi kita belum berubah. Nama teknik tadi adalah Reframing, yang dikembangkan oleh seorang psikolog Amerika yang bernama Virginia Satir.

Reframing adalah sebuah cara  'membingkai ulang' sudut pandang kita sehingga sesuatu yang tadinya bermakna negatif  menjadi bermakna positif.

Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang :

Saya BERSYUKUR;

*Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain

*Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton pertandingan bola di TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.

*Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan

*Untuk pajak penghasilan yang cukup besar, karena itu artinya gaji saya juga sudah besar

*Untuk bos yang terlalu demanding, karena berarti saya masih punya pekerjaan

*Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan

*Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras

*Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat

*Untuk mobil yang sering ngadat, karena itu berarti saya punya mobil sehingga tak perlu kepanasan dan kehujanan

*Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yang membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup.

Dengan mengubah sudut pandang seperti contoh di atas kita akan menemukan hikmah di balik semua peristiwa yang kita alami, karena Tuhan tidak akan memberi cobaan dimana hambaNya tidak mampu menerimanya. Insya Allah...

Tabik

-haridewa-

Happiness Life Coach

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun