Mohon tunggu...
Hari Bagindo Pasariboe
Hari Bagindo Pasariboe Mohon Tunggu... Ilmuwan - Statistician @ Indonesian Statistics

born and raised in Jakarta, statistician at National Statistics Office, focus environmental and social resilience statistics. former teacher, marketer, facilitator

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuntutan Perubahan Pasca Covid

31 Mei 2020   05:33 Diperbarui: 31 Mei 2020   06:04 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantar Diskusi
Tulisan ini di landasi oleh keresahan penulis pada kondisi pandemik yang telah menelan banyak korban jiwa di Indonesia bahkan di dunia saat ini. Korban berjatuhan akan terus bertambah tanpa memandang usia, jenis kelamin, asal negara, suku.

Kondisi ini utamanya dikarenakan proses penularan yang belum bisa di hentikan bahkan mustahil untuk dihentikan. Kondisi yang kurang menguntungkan seperti ini akan terus berlangsung selama proses pencarian obat penawar dalam bentuk apapun belum berhasil ditemukan.

Kondisi ini tentunya membawa kita pada situasi yang sangat tidak mengenakkan. Kita berada pada kondisi ketidakpastian, kekhawatiran dan keresahan tanpa akhir. Bagaimana tidak? Tidak semua orang siap atau tidak siap dihadapkan pada resiko  kematian yang cepat yang mampu diakibatkan virus corona.

Penulis teringat petuah orang tua dulu yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi saat ini. Dalam kondisi melawan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dia berkata, " we are against the weight of science", katanya. Sebuah ungkapan sederhana tapi penuh
makna.

Beliau tidak menjelaskan apapun terkait makna dibalik kalimat itu. Mungkin dianggap sebagai berguman saja, Tetapi kalimat ini terus penulis renungkan hingga saat ini meskipun beliau sudah lama tiada.

Sependek pemahaman yang penulis mengerti kira-kira bermakna: saat ini, "bahkan ilmu pengetahuan saat ini sekalipun belum dapat dijadikan penompang kehidupan".

Lebih lanjut lagi, "ilmu pengetahuan dan teknologi yang katanya sudah maju sekalipun masih mengambil posisi bersebrangan dengan keinginan dan harapan umat manusia hari ini Hal ini tentunya disebabkan karena science dan teknologi belum bisa hadir menjadi solusi atas keresahan besar yang melanda.

Lantas bagaimana kita akan bertahan hidup dan menghidupi kehidupan? .

Dalam dunia pendakian gunung yang pernah digeluti penulis, sebuah jargon yang cocok untuk menggambarkan kondisi ini adalah "survival to the fittest!". Jargon ini sangat relevan untuk menggambarkan kondisi pandemik ini.

"Survival to the fittest" biasanya digunakan dalam pendakian gunung-gunung es bersalju, bila terjadi kecelakaan atau persoalan dalam pendakian maka yang paling kuat dan paling sehat adalah orang yang paling terakhir mati bila tidak dijumpai pertolongan. Meskipun pada akhirnya semua orang akan mati Lagian Manusia pun akhirnya akan mati juga pada akhirnya . Bisa disebabkan oleh apa saja.

Apakah hanya dengan berserah pada seleksi alam seperti yang penulis sampaikan pada paragraf sebelumnya cukup menjadi jawaban yang bisa diterima semua pihak? Herd immunity nampaknya dilandasi oleh semangat dan filosofi proses seleksi alam seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun