Mohon tunggu...
Hari Akbar Muharam Syah
Hari Akbar Muharam Syah Mohon Tunggu... Auditor - Karyawan

Karyawan di Salah Satu Perusahaan Swasta Nasional. Menulis tentang Jalan-jalan, sosial dan sastra. Pendatang baru di dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berkaca pada Perang Padri, Perang Saudara yang Memecah Belah

1 Juni 2017   00:58 Diperbarui: 2 Juni 2017   10:23 14960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luitenant kolonel Raaff tengah memimpin pasukan Belanda (G. Kepper - Wapenfeiten van het Indische leger)

Apa yang terjadi akhir-akhir ini di Tanah Air membawa memori kita kembali pada babak-babak dramatis yang terjadi di tanah Minangkabau pada awal dekade 1800an. 

Konflik laten horizontal yang kini tengah meradang mengingatkan kembali akan kelamnya cerita tentang perang Padri. Perang yang tercatat dalam sejarah Nusantara sebagai salah satu perang saudara terbesar yang pernah terjadi akibat perbedaan paham dan pandangan agama dan tradisi -dua kutub kuat yang tak bisa dipisahkan dari pribadi masyarakat Nusantara hingga saat ini.

Berbeda dengan perang Jawa, Perang Puputan di Bali atau perang Aceh yang pecah akibat kesadaran perjuangan melawan kolonialisme, perang Padri justru berawal dari perseteruan sesama pribumi.

Perang ini adalah buah dari kuatnya egosentris kaum muslim Mandailing dan Minagkabau yang kala itu sama-sama mendiami wilayah Kesultanan Pagaruyung yang tengah berkembang pesat. 

Perseteruan antar saudara ini pada akhirnya dimanfaatkan oleh Belanda untuk merebut kedaulatan tanah Minangkabau secara keseluruhan melalui upaya adu domba antara kaum Adat, Kaum Padri dan semua komponen masyarakat Minangkabau.

Kaum Padri dan Kaum Adat, dua kutub yang berlawanan

Awal dekade 1800an, Islam di Sumatera Barat mulai berkembang. Perkembangan yang cukup pesat ini lambat laun menggeser hegemoni kehidupan adat yang telah tumbuh lebih awal dan telah mengakar dalam setiap segi kehidupan masyarakat Minangkabau.

Pada masa-masa ini, tanpa disadari terbentuk dua kubu sama kuat yang dikenal dengan sebutan Kaum Padri (Padree: Spanyol =pendeta) dan Kaum Adat. 

Kaum Padri -dipimpin oleh tokoh-tokoh yang memegang teguh ajaran wahabi- adalah kelompok yang mengikuti ajaran Islam dengan begitu kuat. Ilmu mengenai kemurnian ajaran Islam wahabi ini diintroduksi oleh ulama yang telah mengenyam pendidikan di Mekkah saat menjalankan ibadah haji. Sejak kemunculannya,  perjuangan jihad menegakkan hukum Islam secara sempurna adalah visi utama kaum ini.

Di lain pihak, Kaum Adat dikenal sebagai kaum yang  mengikuti tradisi leluhur dan memegang teguh adat istiadat Minangkabau meskipun sebagian besar dari Kaum Adat sudah memeluk ajaran Islam.

Ilustrasi Sabung Ayam (Sumber: Jokowarino.id)
Ilustrasi Sabung Ayam (Sumber: Jokowarino.id)
Saat kaum padri berusaha memurnikan ajaran islam dari segala bentuk adat istiadat yang bertentangan, Kaum Adat justru semakin kuat melaksanakan kebiasaan-kebiasaan adat masyarakat Minang kala itu yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti sabung ayam, mengunyah sirih, merokok dan menenggak tuak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun