Mohon tunggu...
Hari Widiyanto
Hari Widiyanto Mohon Tunggu... -

Suka menulis fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Siasat Cabai Mahal ala Bapane Blokeng

24 Februari 2017   08:26 Diperbarui: 25 Februari 2017   00:00 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pembaca setia Skh (surat kabar harian) terbitan Semarang  ‘Suara Merdeka’ khususnya lembar Suara Banyumas dan skh lokal terbitan Purwokerto ‘Harian Banyumas’ pasti tak asing dengan tulisan kolom Bapane Blokeng yang muncul seminggu sekali. Tulisan kolom berbahasa Banyumas ini ditulis oleh pria berumur 67 tahun bernama Didi Wahyu.

Setelah beberapa tahun  pensiun dari wartawan Suara Merdeka, Ia ditugasi petinggi  grup Suara Merdeka menjadi seorang redaktur eksekutif  Skh Harian Banyumas yang baru terbit. Ia pun melanjutkan menulis kolom ‘Bapane Blokeng’ yang sebelumnya pernah ditulis di Suara Merdeka. Catatan kolomnya tak muncul seminggu sekali, tetapi setiap hari.

Namun sayang, Harian Banyumas hanya berumur empat tahun kurang. Setelah itu, Ia hanya mempunyai kegiatan sebagai sebagai redaktur majalah bulanan berbahasa Banyumas ‘Ancas’ yang cenderung tidakmenyita waktu luangnya.

Waktu luangnya diisi untuk merawat koleksi tanaman hiasnya. Lama-lama Ia merasa jenuh merawat tanaman hiasnya berbarengan meroketnya harga cabai rawit sampai seratus tujuh puluh ribu per kilogram. Saking mahalnya harga cabai rawit, sampai di beberapa pasar tradisional di Kabupaten Banyumas,  1 biji cabai rawit dimasukan dalam plastik kecil. Per biji dijual seribu rupiah.

Ia gemas.Kegemasannya dilampiaskan dengan  mencoba menanam cabai rawit dalam polybag. Baginya, menanam cabai rawit sekaligus untuk melanggengkan hobi sebagai orang asli Purwokerto, yaitu hobi memakan mendoan dengan nyigit (menggigit) cabai rawit. Bagi orang Purwokerto, makan mendhoan tanpa ‘nyigit’ cabai rawit tidak sah. Tetapi, baginya lucu, jika harga mendhoan di warung dan harga satu biji cabai rawat sama.

Namun, tanaman cabai rawitnya tak mencapai hasil maksimal, hanya bisa menghasilkan buah sekali saja, setelah itu daunnya mengeriting. Tanaman cabainya merana, hidup enggan, matipun enggan

Didi Wahyu, lumayan awam dalam hal tanam menanam cabai. Ia tak menyadari kalau tanaman cabainya terkena penyakit tular tanah atau cacar buah. Dua jenis penyakit ini disebabkan oleh jamur pemicu tumbuhnya virus penyerang akar tanaman cabai. Biasanya jamur ini muncul pada musim hujan, kemunculannya akan bertambah parah pada musim penghujan dobel seperti saat ini. Jamur ini ini mengakibatkan pohon jadi layu dan tak berapa lama mati.

Untuk mengisi waktu luangnya dan sekaligus menjaga relasi lamanya ketika masih sangat aktif berkiprah sebagai seorang jurnalis, Ia pun tak kalah dengan yang muda-muda, Ia aktif di jejaring sosial facebook. Ia mengunggah gambar pada 22/02/2017 di profil facebook,  berupa gambar tanaman cabai rawit disertai caption: mau nyiram tanaman takut hujan datang.

Beberapa teman facebook mengomentari unggahan gambar tersebut, di antaranya seorang kontributor tulisan berbahasa Banyumas di Harian Banyumas. Kebetulan Ia sedang getol menanam cabai dalam polybag. Mereka sepakat belajar menanam cabai di rumah Didi Wahyu keesokanharinya.

Pada hari Kamis,  23/02/2017, sekitar jam 10.30 WIB, temannya datang membawa tanaman cabai rawit umur 30 hari sebar biji, media tanam dan polybag ukuran kecil untuk tanam biji. Di halaman belakang rumahnya mereka mengisi polybag itu dengan media tanam dan diisi biji cabai. Alhamdulillah, dengan ketelatenannya dan berkat bantuan istri tercintanya Ia kini sudah punya stok 74 polybag kecil berisi biji lombok.

16923884-1479275652085496-336777095-n-58af8b87c6afbd391ffacecb.jpg
16923884-1479275652085496-336777095-n-58af8b87c6afbd391ffacecb.jpg
Menurut temannya, halaman belakang rumahnya yang terletak di Kelurahan Karang Klesem Kecamatan Purwokerto selatan cocok untuk menaruh polybag cabai. Sedangkan green house tanaman hias anturium yang terletak di sisi selatan sangat ideal digunakan untuk menumbuhkan biji cabai, sekaligus membesarkan sebelum dipindah tanam pada polybag ukuran besar.

Berkat kedatangan temannya, Didi Wahyu jadi tambah bersemangat menanam cabai dalam polybag. Usul temannya supaya belajar bersama membuat media tanam cabai berbahan tanah, sekam dan pupuk kandang masing-masing 10 karung langsung disetujui. Temannya akan datang lagi dengan membawa temannya serta membawa agen hayati untuk mencegah penyakit tanaman cabai yang muncul menyerang akar.

Insya Allah, Sabtu, 25/02/2017, mereka akan belajar bersama membuat media tanam cabai dengan agen hayati sistim bio-sterilisasi dan Aerob Decomposer berisi kandungan Strptomyces sp, Geobacillus sp dan Trocoderma sp. Ketika sudah tumbuh dalam polybag besar, Ia akan memakai agen hayati lanjutan agar tetap segar dan berbuah lebat serta berusia lama. Mudah-mudahan, dengan menggunakan agen hayati, maka  daun tanaman cabainya tidak keriting lagi, tidak layu lantas mati.

Kalau begini, Didi Wahyu akan aman  melanjutkan tradisi orang Purwokerto makan mendhoan sambil nyigit cabai rawit karena harga mendhoan dan harga satu biji cabai rawit jadi masuk akal. Ia pun jadi kolu (tega) menelan mendhoan dengan nyigit cabai rawit.  

Seandainya terjadi lagi musim penghujan dobel, Didi Wahyu jadi sudah punya siasat cabai rawit mahal berupa mitigasi resiko tanam cabai rawit dalam polybag yang medianya dan perawatan serta pemeliaraannya dengan agen hayati. Dengan menanam cabai di polybag, Didi Wahyu yang sudah menganggur 9 bulan sebagai redaktur eksekutif Skh Harian Banyumas akan bergairah lagi hidupnya.

16901472-1479054845440910-976905658-n-58af8b9f117b61fb187ef063.jpg
16901472-1479054845440910-976905658-n-58af8b9f117b61fb187ef063.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun