Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Penyeberangan ke Baubau di Tengah Prahara

22 Oktober 2019   03:01 Diperbarui: 22 Oktober 2019   03:20 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa ini nasi goreng merah, bu?"

"Ya.. merah!" Jawabnya sekenanya.

"Ya maksud saya ini merahnya karena apa. Memang merah karena berasnya berasnya warna merah, atau bumbunya bikin warnanya jadi merah, atau bagaimana?"

Nasi Goreng Merah, dokpri
Nasi Goreng Merah, dokpri
"Ya warnanya merah," Lagi-lagi Si Ibu menjawab sekenanya. Hahaha. Memang butuh kesabaran luar biasa untuk bisa menikmati kuliner di Kendari ini. Mau tidak mau karena memang sudah lapar, saya pesan saja nasi goreng merahnya. Ternyata memang bukan beras merah, namun bumbu yang digunakan merah. Saya cek, ternyata ini asli dari Makassar. 

Kafe Cikini, dokpri
Kafe Cikini, dokpri
Lanjut kemudian mencari hotel, saya kembali tersasar ke sebuah kafe bernama Kafe Cikini. Saya tanya, syukurnya mereka memang perantau dari Jakarta. Masih anak-anak muda. Kagum juga rasanya masih ada anak muda yang merantau ke daerah.

Kafe Cikini, Dokpri
Kafe Cikini, Dokpri
Memang makanan di sini tidak terlalu istimewa. Yang menyangkut di hati saya cuma yoghurt strawberry. "Ya tidak apa-apa, enak juga kalau panas begini minum yoghurt dingin," Saya menyetujui rekomendasi mereka.

Pemandangan Senja di Kafe Cikini, dokpri
Pemandangan Senja di Kafe Cikini, dokpri
"Minumnya sambil menikmati matahari terbenam saja kak, sebentar lagi, di lantai atas." Saran mereka ramah. Saya pun penasaran. Ternyata makin ke atas, tampilan kafe ini makin bagus, dengan interior yang digarap rapi mirip kafe-kafe di Jakarta. Ya sudahlah ya... cukup untuk menghibur hati saya atas kejadian hari ini.


Memang di senja hari, walau posisi kafe ini tidak pas benar menghadap barat, langit di Pantai Kendari bersih luar biasa. Matahari terbenamnya bisa saya nikmati perlahan bergerak menghilang sehingga akhirnya menyisakan hanya rona merah tua di atas langit hitam. Sekilas saya masih bisa menikmati jernihnya air laut di sini sehingga karang dan ikan-ikan di sekitarnya masih kelihatan.

Berpindah ke hotel di sebelahnya, saya masih menemui hal serupa. Kamar tertulis Rp 175 ribuan, eh saat ditanya di resepsionis terpaksa bayar Rp 220 ribu juga. Ya sudahlah, masih terjangkau di kantong saya. Dan posisinya juga mengarah ke pelabuhan jadi besok saya bisa bergegas pagi menyeberang ke Baubau.

Selesai check in, saya usil memeriksa layanan Go Food di Kendari. Ternyata ada! Hihiy.. saya bersorak. Iseng saya mencari Sup Ubi, yang memang sudah menarik perhatian saya dari kemarin. Dalam 12 menit sup ubinya sampai. Dan sesuap, rasanya tidak mengecewakan lidah saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun