Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ada Cinta di Secangkir Kopi

2 Oktober 2018   15:20 Diperbarui: 2 Oktober 2018   15:27 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada Cinta di Secangkir Kopi

Beberapa waktu lalu di Facebook saya sempat ngejoke soal mba-mba cantik yang berantem di parkiran dan ingin saya berikan kopi Cinta. Cerita itu setengah tidak serius, tapi soal kopi Cinta itu serius lho.

Hah? Hariadhi mempertimbangkan diri membuka hati ke wanita lain?

Hahaha, tentu saja bukan. Kopi Cinta ini benar-benar bernama Cinta, dan mungkin akan jadi ngetren kalau melihat dari segi branding namanya saja. Bukan maksud saya menyatakan cinta lewat kopi, tapi kopi yang diproduksi oleh petani di Desa Cinta.

Emang ada ya Desa Cinta?

Jadi begini... Awal dari cerita ini adalah pertemuan saya dengan Kang Budi Etnik di Bandung. Waktu itu saya sedang iseng meneruskan tur #1000kmJKW bersama dua wanita cantik, Uni Eli dan Mba Ika Harlein. Setelah mendokumentasikan jalur kereta layang LRT Bekasi - Jakarta dan jalur tol tingkat Jakarta Bandung yang pembangunan fisiknya dimulai sejak Jokowi memimpin, kami bertiga segera menuju Bandung, menghadiri pertemuan Teman Jokowi Bandung.

Sambil sharing mengapa sebaiknya orang Jawa Barat, yang pasti mayoritasnya saat pilkada kemarin memilih Ridwan Kamil, harus juga mendukung Jokowi, saya bercerita pula perjalanan saya berburu relawan pendukung Jokowi di daerah. Lalu iseng saya ajak Kang Budi Etnik yang juga ternyata sesama pecinta kopi. Saya tanyakan apa kopi primadona di Jawa Barat.

"Wah kalau itu teh harus coba Kopi Garut," jawab Kang Budi sambil mengacungkan jempolnya. Ngobrol berempat dengan Uni Eli dan Ika, kita ngalor ngidul seperti orang mabuk masalah kopi. "Kopi itu sejarahnya sangat religius." kata saya. "Orang Eropa cenderung menggunakan wine sebagai minuman ritual mengiringi ibadahnya." Jelas saya.

Mereka menatap saya serius dan mengangguk-angguk. "Tapi sebaliknya dengan muslim yang menjadi saingan mereka di Jazirah Arab dan Afrika Utara, lebih memilih kopi, alias wine hitam, untuk mencapai kondisi sadar dalam beribadah. Sementara wine sendiri di dunia barat cenderung membuat badan hangat, mengantuk, dan rileks. Para sufi menggunakan kopi untuk membuat mereka tetap bertahan dalam kondisi trance untuk beribadah di larut malam."

Ya, dan kenyataannya memang kopi sempat dilarang di Eropa karena dianggap minuman setan. Lebh tepatnya sih ketakutan dengan pengaruh Budaya Islam dari Arab merusak kekuasaan mereka.

Tapi petunjuk yang diberikan Kang Budi Etnik membuat saya tercenung berpikir untuk melanjutkan perjalanan ke Garut. Sayangnya Uni Eli dan Ika pada waktu itu harus buru-buru diantarkan pulang. Mereka punya aktivitas lebih lanjut.

Hasrat berburu Kopi Garut sempat terlupakan saat saya melanjutkan perjalanan #1000kmJKW ke arah Semarang, Jogja, Banyuwangi, dan akhirnya NTB. Atas request Mas Kokok Dirgantoro, caleg sugih, yang menumpang dan ikut patungan biaya perjalanan, Saya melewati jalur Utara, melewati Cirebon, Brebes, Semarang, dan akhirnya Jogja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun