Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pulau Baai, Kala Membangun Tak Lagi Melulu Menunggu Pemerintah

19 September 2018   03:21 Diperbarui: 19 September 2018   04:03 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman-teman tahu Bengkulu? Pasti tahu dong ya.. Provinsi dengan pantai putih terpanjang di Sumatera. Tapi saat saya berkunjung ke sana dalam trip #1000kmJKW di Sumatera, ternyata tidak melulu pantai putih saja isinya. Apa ga eneg kita kalau jalan keliling Sumatera mulai dari Sabang, Meulaboh, Painan, sampai Bengkulu nyari pantai pasir putih melulu? Saya sih bosen...

Sudah coba ke sekitaran Pantai Pandan Wangi belum? Coba Google. Pantai ini letaknya di Mukomuko, Bengkulu, setelah Muko Muko Airport. Saya masuk ke wilayah ini setelah melintasi perbatasan Sumatera Barat dengan Bengkulu, setelah kota Tapan. 

Pantai di sekitar sini bermacam-macam namanya. Saya tidak ingat tepatnya pantai apa namanya yang saya masuki, tapi yang jelas bagus dan berkesan.

Pasirnya hitam, sebenarnya tidak enak dilihat, bahkan ga enak diajak lari-lari seperti di film-film. Soalnya isinya kerikil. Ya memang bukan buat diajak lari-larian atau dinikmati oleh mata.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Menurut saya pantai ini cocok buat semedi, tafakkur, merenung, introspeksi, atau apapun lah namanya. Soalnya bukan apa-apa. Setiap debur ombaknya bak nyanyian. Karena kerikil yang terseret dan berderak menciptakan nada tersendiri saat air laut dari ombak tersebut kembali ke laut. Lalu dari air yang menggerus kerikil-kerikil yang ada, tercipta alur air yang juga bersuara. Pantai ini indah sekali di telinga...

Lepas sedikit dari sini, ada lagi Pantai Abrasi. Mungkin karena memang kuatnya hempasan air, sehingga perlahan merusak dan mendesak bibir pantai. Sehingga terpaksa dibangun dinding dan disusun balok beton di sekitarnya. Ini juga pantai yang luar biasa. Sayang saya tidak berhenti di sini.

Tapi yang paling berkesan bagi saya sekali lagi bukanlah Pantai Panjang, walaupun ini adalah tujuan wisata paling populer di Bengkulu. Untuk soal cerita dan progres perkembangan masyarakat, saya lebih senang menceritakan Pulau Baai. 

Pulau Baai sebenarnya kalau dilihat di peta tidak tampak seperti pulau. Lebih mirip sekumpulan delta hasil endapan lumpur yang kemudian menyatu. Tempat ini sebenarnya daerah rawa-rawa yang kemudian diisi nelayan, banyak hasil tangkapan nelayan mampir di sini sebelum akhirnya era keemasan itu pudar.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Ya, Pulau Baai dulunya adalah pulau yang muram. Beberapa titik di Pulau ini perlahan menjadi lokalisasi pelacuran tak resmi, setelah sumber daya lautnya berkurang karena perusakan bakau dan mungkin juga over eksploitasi ikan dan kepiting. Pulau Baai sering dikaitkan dengan kegiatan esek-esek.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Ini diakui dengan malu-malu oleh relawan setempat, Dauri, seorang mahasiswa. "Ahahah iya sih sebenarnya, hahaha," saat saya tanya apa benar kabar Pulau Baai dulu terkenal sebagai tempat esek-esek. Tapi ia menyaksikan bahwa hal ini tidak didiamkan saja. Banyak pembangunan di sini untuk menyelamatkan masyarakat setempat, salah satunya musala, jawab Dauri. Ia juga mengharapkan TK dan sekolah diperbanyak, agar generasi muda di Pulau Baai lebih berpendidikan dan tak lagi meneruskan tradisi tersebut.

Betul sekali, saya ingat tahun lalu pernah mengiringi acara koordinasi BUMN di Pulau Baai ini. Di sini kepiting bakaunya besar-besar, hasil jerih payah para aktivis lingkungan menanami kembali bakau dan mengatur penangkapan kepiting.

BUMN Pelindo II banyak berperan membesarkan pelabuhan di daerah ini. Sehingga kini pengolahan, pemasaran, dan penjualan hasil laut meningkat. Selain pelabuhan terus ditingkatkan, daerah sekitarnya juga dikeruk sehingga kapal-kapal besar bisa berlabuh dan ikut membawa hasil bumi yang mampir ke Pupau Baai.

Salah satu hasil laut dari Pulau Baai dipasarkan di rumah makan Ikan Laut Jingkrak di Kota Bengkulu. Mirip di Muara Angke, kepiting, udang dan ikannya bisa kita pilih dan timbang sendiri, lalu dimasak sesuai takaran kilogramnya. Tempatnya mewah dan saya yakin ramai. Soalnya yang punya sampai bisa parkir mobil Toyota versi sedan sport mewah di depan restoran ini. Hahaha. Saya sendiri meminta dibakarkan ikan sema yang saya beli dari pinggir jalan di restoran ini. Enak dan relatif murah biaya membakarnya, soalnya ikannya sendiri sudah mahal.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Omong-omong, buat yang belum tahu, ikan sema, atau ikan gariang, atau ikan larangan adalah ikan khas di air deras di Sumatera. Di beberapa tempat, menangkap ikan ini dibatasi pada bulan-bulan tertentu karena memang sulit mendapatkannya. Kalaupun ada yang ditangkap secara bebas, biasanya harganya berkali lipat ikan sungai biasa.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Balik ke Pulau Baai, tak hanya masjid. BUMN pun sudah turun membantu pengembangan sumber daya manusia di pulau ini, seperti yang diharapkan Dauri.

Bahkan diharapkan di masa depan, Pulau Baai akan menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK). Tidak hanya menjadi pelabuhan perikanan, akan dibangun pula terminal curah kering untuk mendorong industri sawit di sekitar Bengkulu dan karantina hewan. Selain itu, ada pula upaya menghubungkan Pulau Baai dengan Muara Enim, Sumatera Selatan dengan jalur kereta api, sehingga memperlancar arus barang.

BUMN-BUMN yang ada juga fokus membantu sekolah yang kini ada di Pulau Baai. Berbagai bantuan komputer dan renovasi sekolah diberikan, sehingga sekolah di sini bisa layak digunakan untuk belajar, tidak lagi memaksa anak-anak mudanya harus ke Kota Bengkulu untuk mendapatkan fasilitas lebih layak.

Berkeliling sebentar di Pulau Baai dan membuat video LIVE dengan koneksi 4G yang lancar di sekitar daerah ini, saya menyadari betapa potensialnya Pulau Baai menjadi tujuan wisata andai dikelola dengan benar. Hutan bakaunya, dengan keeksotisan perahu nelayan yang pulang melaut, pasar ikan, dan gerobak ikan yang hilir mudik penuh ikan-ikan ukuran besar, adalah sebuah pemandangan tersendiri yang pasti akan dinikmati turis, baik dalam maupun luar negeri.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Apalagi kalau wisata kuliner ikan, udah, dan kepiting bakar dibangun dengan serius di Pulau Baai. Pasti semua berebut berwisata ke Bengkulu. Bukan lagi sekedar mengejar Pantai Panjang yang indah dengan pasir putihnya saat sunset, tapi juga menghabiskan malam dengan makan sampai kenyang dengan berbagai ikan-ikanan.

"Iya bang. Kita itu sudah bosan sama Pantai Panjang terus. Lagipula sekarang sudah terlalu crowded, sehingga mulai banyak sampah dan kurang terurus. Lebih enak cari tempat lain," kata salah seorang warga di sekitar Pantai Panjang.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Betul, saya sudah saksikan sendiri, bahwa sebenarnya Pantai Panjang jadi membosankan, apalagi kalau sudah kenyang duluan dengan pemandangan pantai pasir putih sejak dari Aceh sampai Sumatera Barat. Masa iya pantai pasir putih lagi pantai pasir putih lagi...

Eh omong-omong wisata kuliner. Selain ikan, sebenarnya Bengkulu juga terkenal dengan hidangan asli bernama lema. Pasti banyak yang bertanya-tanya, apaan sih lema?

Pernah dengar rebung? Pasti pernah.. Nah apa baunya rebung kalau kita makan dari lumpia semarang? Pesing bukan? Ya.. secara natural rebung kalau dimasak pasti bau pesing. Nah suku asli di Bengkulu memasak rebung ini dengan cara unik. 

Sudahlah bau pesing, difermentasi pula! Hahaha. saya sampai mual tertempeli bau lema ini berhari-hari setelah makan dan harus terkurung di udara AC mobil. Bau lema bisa menempel setidaknya tiga hari setelah makan! Lebih parah dari jengkol hahahah.

Namun seperti juga tempoyak di kebudayaan melayu, banyak yang juga menyalahpahami lema. Lema, di luar baunya yang nauzubillah, adalah hidangan yang lezat. Kalau dipikir-pikir mirip sayur kimchi dari Korea. Namun karena bahan dasarnya rebung, jadi lembut dan empuk sekali. Biasanya lema ini dicampurkan dengan potongan ikan dan sayuran, sehingga rasanya sangat khas. Yang penting tahan baunya saja..

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Lema sulit ditemui di Kota Bengkulu. Untuk menemukannya, mainlah ke arah Kepahiyang atau Curup. Di sinilah banyak suku asli Bengkulu, Rejang, bermukim. Sehingga kita masih mudah menemukan makanan asli. 

Bagaimana dengan Kota Bengkulunya sendiri? Lah sepanjang pengamatan saya kok malah banyak Rumah Makan Padangnya hahaha. Terus terang sulit menemukan rumah makan dengan masakan asli dari Bengkulu di Kota Bengkulu sendiri.

Apalagi yang khas dari Bengkulu? Kalau memang sudah ke arah Curup, singgahlah sebentar ke Kepahiyang. Di sinilah sumber kopi yang enak sekali, kepahiyang. Selintas dari rasanya kopi robusta Kepahiyang agak asam, mirip arabica. 

Mungkin karena di tanam di daerah tinggi. Namun ia tidak kehilangan karakter kopi robustanya yang berat dan kaya. Aromanya juga harum, mirip gula terbakar. Saat selesai roasting dan grinding, air liur saya langsung menitik mencium aroma kopi kepahiyang.

Masih banyakkah cerita Bengkulu? Masih banyak yang belum saya eksplorasi. Teman-teman bisa ikut memajukan pariwisata Bengkulu, membebaskannya dari kebosanan Pantai Panjang lagi Pantai panjang lagi. 

Coba mainlah ke Pulau Baai, atau sekalian mainlah ke arah timur, ke bukit barisan, ke arah Curup dan sekitarnya. Selain hawanya sejuk, pemandangannya indah, masakannya juga enak sekali, khas suku Rejang...

Terima kasih Bengkulu!

#1000kmJKW

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun