Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ingin Bantu Lombok? Berwisatalah di Tengah Bencana

31 Agustus 2018   11:43 Diperbarui: 31 Agustus 2018   11:53 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Itulah penyebab video-video protes warga yang viral selama gempa. Merasa ga kebagian. Yang sudah kebagian, kecewa kenapa ga kebagian lagi. Begitu terus sampe Lebaran Kuda.

Salahkah mereka? Tidak.. sebagian dari kesalahan itu justru akibat perlakuan kita sendiri ke warga pengungsi. Kitalah yang menciptakan suasana chaotic tersebut. Kita yang sibuk memberikan bantuan instan yang "tingal lep.."

Penyebab ketiga ada kaitan erat dengan yang sebelumnya. Lombok adalah Pulau Wisata. Pertaniannya sudah disalip penghasilan dari wisata. Maka saat wisata hancur-hancuran setelah gempa, mereka kebingungan mau ngapain. 

Para pengrajin, pengusaha makanan, tukang sablon, supir, tour guide dll, semua patah arang. Stres dan lesu menjangkiti mereka. Ya gimana engga? Anak istru butuh makan, sementara pemasukan nihil. Terpaksa diam di tenda menunggu kondisi membaik. Tabungan nyaris tak berguna karena ATM banyak mati.

Mereka tentu ingin berdaya. Ingin mandiri, tidak dimanjakan. Satu per satu buka warung di tengah-tengah tenda pengungsian. Tapi ya namanya orang sama-sama susah, sama-sama ga berduit, siapa juga yang mau beli? Terpaksalah mereka melamun menunggui daganganya ga dibeli-beli. Relawan banyak yang sibuk makan makanan jatah mereka sendiri. Padahal pengungsinya jualan. Cape-cape buka warung, masak, ga ada yang beli, akhirnya basi. Pengennya untung malah buntung..

Ya akhirnya jadi lingkaran setan pemanjaan pengungsi.

Singkatnya, pengungsi itu short of cash. Relawan yang ada belum sadar atau bahkan tidak ambil pusing dengan kondisi mereka. Yang dilakukan masih konvensional, mendata berapa banyak jumlah pengungsi, lalu hitung berapa beras, mi instan yang dibutuhkan, lalu bagikan.

Terjun langsung ke pengungsi itu hal mulia untuk dilakukan, tapi hati-hati, karena bisa jadi niatnya benar, tapi eksekusinya salah. Sehingga alih-alih membantu, kita malah membuat mereka makin terjerembab dalam penderitaan. 

Mereka makin jauh bergantung dan semakin bergantung dengan bantuan, hingga akhirnya ga bisa lagi melakukan apa-apa, atau lebih tepatnya terkondisi untuk tidak bisa melakukan apa-apa.

Tidak salah membagikan mi instan dan sembako, tapi itu harusnya hanya dilakukan saat gempa terjadi. Kalau 2-3 mingu setelah bencana masih juga sibuk membagikan sembako, tidak ada upaya menyiapkan mereka untuk kembali ke rumah, tidak menyiapkan mereka untuk kembali mandiri, berarti ada sesuatu yang salah dengan penanganan bencana kita.

Itulah yang menginspirasi saya untuk membuat aksi #3lauk10ribu yang sebelumnya sudah sukses dilakukan untuk memberdayakan ibu-ibu di rumah susun, bekas gusuran Kalijodo. Kondisinya mirip, pasca penggusuran, mereka kesulitan mendapat pekerjaan di rumah susun. Short of cash, mereka dilarang balik ke profesi lamanya, melacur di rumah susun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun