Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jalan-jalan ke Sabang, Menikmati Qanun Aceh

8 Juli 2018   10:20 Diperbarui: 8 Juli 2018   10:38 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan Pantai
Pemandangan Pantai
Atas berbagai saran Philips, saya jadi bisa ngebut karena sudah tahu titik apa saja yang harus saya kunjungi. Dan barulah terbuka mata saya bahwa Sabang, dan Aceh pada umumnya, bukanlah daerah yang tidak ramah pariwisata, terutama wisatawan luar negeri. Justru Jokowi pada tahun 2017 mencanangkan Sail Sabang 2017, yang mendorong pemilik kapal pesiar dan bule-bule kaya untuk merapat dan berkeliling Sabang.

Sampai sekarang bule-bule masih asik saja berwisata di Sabang. Tidak ada kewajiban berhijab atau baju kurung seperti isu yang dihembuskan orang. Dan seperti yang saya tulis di artikel sebelumnya, tidak benar Qanun Syariat Islam itu dipaksakan kepada turis dan pendatang. 

Saya coba tanya kepada pemuda setempat, seorang supir yang lalangbuana Sabang-Sumatera, jawabnya "tidak benar.. kalaupun ada turis yang melanggar aturan susila di sini, terakhir hanya 'dideportasi' balik ke Aceh, disuruh pulang ke negaranya." 

Sabang sama saja seperti Bali, penuh turis. Bedanya di sini tidak ada bule berbikini atau toples. Boleh dibilang tidak ada transaksi layanan seksual, tidak ada penduduk lokal yang mau menukarkan jasa tersebut dengan ancaman cambuk.

Ya, hanya hukuman cambuk yang diterapkan, bukan potong tangan atau Qisas alias nyawa bayar nyawa, yang selama ini ditakutkan orang se Indonesia. Sabang hanya menerapkan aturan moral yang sebenarnya tidak beda dengan Jakarta. 

Kalau bawa pasangan ke hotel wajib bawa surat nikah. Kalau berduaan jangan mesum. Kalau ngumpul malam-malam di warung boleh saja, tapi jangan coba-coba berjudi.

Itu saja aturan moralitas di Sabang, persis Jakarta, plus ancaman hukuman cambuk.

Di luar mitos aturan qanun yang ditakuti itu, Sabang benar-benar pulau surga. Pantainya indah, tak jauh beda dengan Phuket, Thailand. Enaknya dibanding Thailand, kita bisa makan dengan harga murah, bisa menawar barang dengan bahasa setempat, bisa menyewa mobil keliling pulau karena punya SIMnya, dan yang jelas kita bisa tanya dengan Bahasa Indonesia kapan pun tersesat. Sesuatu yang tidak akan kita temukan dari pariwisata Thailand.

Tapi ya minus ladyboy, buat yang berwisata ingin hunting layanan ladyboy atau sembunyi-sembunyi sama selingkuhan mbok ya sadar diri, ngapain juga carinya ke Sabang. hahaha.

Pantai Sabang bersih sekali, walau masih ada satu atau dua penduduk yang kurang kesadaran membuang sampah dan limbah ke pantai dan sungai. Tapi dibanding Sumatera daratan, masih jauh lebih bersih dan airnya bening-biru. Mirip foto-foto Laut Banda yang bisa kita temukan di Google Image.

Pantai di Sabang bermacam-macam. Bisa nemu berbagai pantai yang sesuai keinginan kita. Ada pantai landai berpasir putih, ada pantai karang yang curam, ada pantai dengan teluk teduh yang cocok untuk mancing, ada pantau yang penuh pepohonan, bahkan juga ada tebing curam yang cocok untuk spot fotografi landscape untuk mendokumentasikan Samudera Hindia. Kalau tak suka sunset, bisa putar dalam waktu setengah jam ke pantai di timur. Ga bisa bangun pagi? Sore-sore hunting sunset di pantai baratnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun