Mohon tunggu...
Harfei Rachman
Harfei Rachman Mohon Tunggu... Freelancer - An Un-educated Flea

Aku, pikiran yang kamu takkan bisa taklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Film

Mari Patah Hati Bersama Love At Second Sight/Mon Inconnue

8 November 2019   19:42 Diperbarui: 9 November 2019   08:06 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: jadwalnonton.com

Baiklah berbicara film ini, sang sutradara, Hugo Gelin benar-benar sangat matang membuat skripnya. Pace film ini sangat rapih, dan anda tidak akan bosan dengan adegan-adegan yang disajikan.

Film ini mengingatkan saya dengan tiga film yang hampir setipe dengan cerita ini, Groundhog Day (Harold Ramis) Uniknya, Hugo Gelin memberi nama belakang Raphael 'Ramisse' yang merujuk ke nama sang sutradara yang sudah tiada tersebut.

Lalu ada unsur film Eternal Sunshine of Spotless Mind (Michel Gondry) yang menjadi film serius buat seorang aktor komedi, Jim Carrey.

Sayangnya, film ini tidak memiliki kedalaman rasa dan kompleksitas layaknya film yang juga diperankan oleh Kate Winslet, Mark Ruffalo hingga Elijah Wood tersebut.

Terakhir, saya ingin menyamakan film ini dengan film natal terbaik sepanjang masa, yakni It's A Wonderful Life (Frank Capra) walaupun saya sedikit tidak puas dengan akhir cerita film ini. Saya lebih menyukai akhir cerita It's A Wonderful Life, dan itu soal selera saja.

Saya sendiri memberi apresiasi terhadap dua pemeran utama, Francois Civil dan Josephine Japy yang memiliki chemistry sangat baik. Namun saya merasa ada satu karakter pendukung yang aktingnya cukup baik karena dia mampu membuild-up suasana yang awalnya membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal, hingga ada satu adegan di akhir film yang membuat anda empati terhadapnya. Nama karakter tersebut bernama Felix yang diperankan oleh Benjamin Lavernhe.

Bicara sinematografi, menurut saya Nicolas Massart mampu menyajikan gambar-gambar yang menarik dan ada dua adegan menarik yaitu saat dua karakter utama bersepeda dan ketika mereka berada di sebuah pantai yang menurut saya memberikan efek sinematik yang indah. Terakhir, satu hal yang membuat saya lebih menyukai film Eropa ketimbang Hollywood, yaitu soal skrip dan dialog.

Jika anda menyukai trilogi dari Film Before garapan Richard Linklater yang hampir 90% cuma jalan-jalan dan ngobrolin bermacam hal tentang hidup, selera, dan semacamnya, maka anda akan menyukai film ini.

Sekali lagi saya memberikan kredit terhadap sang sutradara, Hugo Gelin. yang membuat dialog yang menghidupkan cerita namun sekali lagi saya sama sekali tidak puas dengan pace di akhir cerita tersebut yang menurut saya bisa membuat film ini lebih singkat dan bicara akhir cerita, kembali saya katakan itu hanya soal selera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun