Mohon tunggu...
HARFANI
HARFANI Mohon Tunggu... Freelancer - Bersahaja dari hati

Tumbuh untuk berjuang!

Selanjutnya

Tutup

Money

Membangun Sumatera Barat dengan Ekonomi Islam

4 Februari 2019   02:35 Diperbarui: 4 Februari 2019   02:46 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nagari sebagai unit kesatuan ekonomi kerakyatan berbasis koperasi syariah
Nagari dalam sejarahnya ada empat fungsi pokok yang membedakannya dari lembaga desa lain-lainnya di Indonesia ini. Keempat fungsi pokok dari Nagari itu adalah: Pertama, Nagari sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan, yang dalam konteks NKRI sekarang ini adalah unit administrasi pemerintahan terendah, setara atau diperlakukan setara dengan desa di Indonesia ini. Dua, Nagari sebagai unit kesatuan adat, agama dan sosial-budaya, yang, di samping pemerintahan formal tingkat terendah yang langsung berhubungan dengan rakyat dan masyarakat di NKRI ini, Tiga, Nagari sebagai unit kesatuan keamanan dan pengamanan. Kendati polisi tidak ada di Nagari, dan hanya ada di Kecamatan, Nagari mengatur sistem jaringan keamanan dan pengamanannya sendiri, misalnya dengan adanya lembaga parik paga Nagari, hulubalang nagari, dsb, di bawah komando dan koordinasi Wali Nagari. Dan Empat, Nagari sebagai unit kesatuan ekonomi dari anak nagari, yang sekarang kita rumuskan dalam bentuk ekonomi kerakyatan berbasiskan koperasi syariah. Semua ini adalah dalam rangka internalisasi Ekonomi Islam pada falsafah Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah yang telah kita terima sebagai filosofi dasar dalam kehidupan kita bernagari di Sumatera Barat.

Selama ini Nagari belum memiliki Nagari itu sendiri secara total, yang kekayaannya terdiri dari ulayat Nagari, berupa ulayat hutan, ulayat tanah dan air, termasuk sawah, ladang, kolam ikan (tabek), batang air, sumber air, sistem irigasi, pandam pekuburan, tanah lapang, tempat mandi, lebuh kampung, jembatan, balairung, mesjid, surau, dsb yang bisa bervariasi dari satu Nagari ke Nagari lainnya, dan semua itu tergantung kepada kekayaan SDM, SDA maupun SDB (Sumber Daya Budaya) dari anak Nagari yang ada di nagari itu. Dahulu di Nagari tidak dikenal yang namanya milik pribadi. Semua adalah milik kolektif kaum, suku dan Nagari. Sekarang, bagaimanapun, karena perubahan yang terjadi dengan sistem politik, sosial dan ekonomi, kemudian karena Sumatera Barat telah menjadi bagian dari Indonesia yang lebih luas, sistem kepemilikan dan penguasaan yang berlaku di nasional juga berlaku di Nagari, di samping yang diwarisi secara kolektif turun-temurun melalui harta ulayat Nagari, harta suku, kaum, dsb. Kedua-dua sistem pemilikan dan penguasaan ini tidak harus dilihat sebagai berbenturan satu sama lain, tetapi di mana perlu saling mengisi dan melengkapi. Karenanya juga, di Nagari, selain obyek usaha yang bersifat pribadi atau kumpulan pribadi, juga dikenal usaha kolektif bernagari. Dalam konteks itulah kita melihat Nagari juga bisa berfungsi, dan difungsikan, sebagai koorporasi atau badan usaha ekonomi yang mengikat seluruh anak Nagari. Dengan prinsip Nagari sebagai koorporasi atau badan usaha itu maka Nagari bisa memiliki dan membuka berbagai macam usaha ekonomi yang menghasilkan manfaat dan keuntungan kepada Nagari dan anak Nagari, yang usaha ekonomi itu sekaligus berbentuk badan hukum. Karena badan hukum, sewajarnya bentuknya adalah koperasi, dan sekaligus koperasi syariah, sesuai dengan landasan filosofi hidup yang kita terima bersama dan dipakai di Sumatera Barat ini, yaitu Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah. Dengan falsafah itu, keselamatan di dunia dan kebahagiaan di akhirat akan tercapai

Prospek wisata berbasis syariah
Hubungan antara pariwisata dan agama telah banyak dibahas dalam literatur penelitian pariwisata, (Adi & Ron, 2008, Chattopadhyay, 2006 dan Richard & Priya, 2005). Namun masih terdapat kekurangan publikasi teoritis di bidang pariwisata dalam konteks Islam. Setiap agama tentu memiliki dampak terhadap keyakinan para penganutnya. Dalam Islam hal itu termaktub dalam hukum Islam (Syariah) yang membahas semua isu-isu yang terkait pada sektor perdagangan dan industri, termasuk kedalamnya dunia pariwisata domestik dan global. Sumber ajaran Islam yang benar harus berdasar pada dua rujukan utama, yakni Al-Quran serta Hadits. Pariwisata dalam pemahaman bahasa Arab, yang merupakan bahasa asli Al-Quran, memiliki konotasi banyak tetapi dalam penggunaan modern terbatas pada sedikit makna . Hal ini menunjukkan bahwa wisata bermakna bepergian (safar) untuk maksud ibadah atau untuk tujuan penelitian, dan bukan demi mendapatkan uang, bekerja atau menetap lagi. Ajaran Islam mengatur jenis pariwisata agar sesuai dengan tujuan yang lebih tinggi dari konsep syariah yaitu menjunjung lima kebutuhan : perlindungan agama, jiwa, pikiran, keturunan dan harta. Oleh karena itu, memahami dan mengamati ajaran Islam di pasar pariwisata dan perhotelan dapat dianggap sebagai keunggulan kompetitif untuk kebutuhan masyarakat dalam dan luar Sumatera Barat untuk bepergian ke Sumatera Barat. Sehingga perlu ada fatwa-fatwa mutakhir di sektor pariwisata Islam dewasa ini. Sumatera Barat sebagai provinsi dengan mayoritas Islam penduduknya dan memiliki alam yang bisa di jadikan aset dan objek wisata, tentu saja sudah seharusnya menjadi the role model pengembangan pariwisata berbasis syariah. Sekarang konsep pariwisata Islam (Islamic tourism) berkaitan pula dengan konsep wisata halal merupakan sebuah paket wisata yang sekaligus mengandung nilai-nilai dakwah, manfaat serta pengenalan tentang kebudayaan Minangkabau yang identik dengan Islam sehingga para wisatawan memandang perjalanan yang dilakukannya adalah penuh manfaat, bernilai tadabbur alam serta rekreasi yang tidak sia-sia. Saat ini Sharia Tourism atau Wisata berbasis syariah sangat menarik untuk dikembangkan di Sumatera Barat.

Rangkiang nagari menuju tabungan nagari berbasis syariah
Sumatera Barat dengan konsep kembali ke Nagari adalah sebuah hasil dari gerakan otonomi daerah yang bergulir tahun 2000. Nagari merupakan kesatuan pemerintahan paling bawah setelah Propinsi, Kabupaten dan kecamatan. Sumatera Barat menggunakan falsafah hidup Adat Basandi Syara, Syara, Basandi Kitabullah dengan ikon rumah gadang. Rumah gadang memiliki 9 ruang, 7 ruang dan juga 5 ruang. Kekuatan rumah gadang terlihat dari gaya arsitektur tahan gempa. Tiang utama rumah gadang masuk dalam tanah yang bersendikan batu. Kemudian tiang-tiang selanjutnya tidak terbenam dalam tanah, namun terletak diatas batu. Persambungan demi persambungan antara tiang dengan papan menggunakan pasak. Sedangkan untuk atap menggunakan ijuak. Salah satu ornamen terpenting dalam rumah gadang adalah rankiang. Mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan padi bagi penghuni rumah gadang. Padi yang siap dipanen sebagian disimpan sebagai cadangan untuk keperluan mendadak dan juga sebagai bentuk tabungan untuk keperluan sosial dan kebutuhan anggota rumah gadang. Rankiang rumah gadang terdapat 2, pada bagian kanan dan kiri rumah gadang.
Rankiang secara filosofi, metode dan kegunaan dapat diperluas dan juga diadopsi sebagai sebuah kelembagaan bagi Nagari di Sumatera Barat. Fungsi Rankiang Nagari adalah tabungan Nagari, dana talangan nagari dan juga dana sosial Nagari dari hasil usaha Nagari. Hal ini memperkuat ikatan sosial dan ekonomi masyarakat nagari. Beberapa pelaku perbankan berbasis BPR mengadopsi pola ini, namun masih dalam langgam bisnis keuangan, belum menyentuh sebagai bagian dari pemberdayaan dan proteksi bagi Nagari.
Kemandirian Nagari sebagaimana dibahas dalam Rancangan Undang-Undang desa harus mampu menjadikan Nagari/desa memiliki kedaultan ekonomi dan sosial. Sumber daya alam, baik mineral, pariwisata menjadi kekuatan membuka usaha dan lapangan kerja. Efek yang diharapkan adalah sedikitnya anak Nagari melakukan perantauan dalam bidang informal.
Beberapa sumber pendapatan untuak Rangkiang Nagari dapat digali dan dimaksimalkan potensi SDM dan SDA dan juga dana-dana hibah pembangunan. Beberapa diantaranya: Satu, ikan larangan. Sebagian dari pendapatan ikan larangan menjadi pendapatan Rangkiang Nagari. Dua, Pohon wakaf. Hasil dari penanaman pohon sepanjang jalan nagari dan juga perkebunan masyarakat dengan sistem titipan dan juga pohon wakaf produktif. Hal ini mengacu pada aspek perkebunan. Tiga, Zakat, infak dan sedekah dari perantauan serta hasil bumi, pertanian masyarakat Nagari. Empat, Siliah Jariah, bagi hasil usaha pertambangan, potensi lainnya dari pihak investor. Mengingat beberapa Nagari memiliki kekayaan alam yang tidak terbatas. Lima, Bagi hasil usaha Nagari dalam berbagai bidang usaha. Hal ini bisa dipadukan pengelolaan pariwisata Nagari dan usaha produktif masyarakat yang menggunakan modal dari Nagari. Enam, Deviden dari saham Nagari. Tujuh, Hibah dan bantuan dari pemerintahan pusat.
Rankiang Nagari merupakan satu kesatuan dalam pengelolaan keuangan Nagari. Sistem keuangan yang teringrasi atau terpisah dari beberapa sistem keuangan Nagari. Untuk merealisasikan model ini dapat menggunakan dua cara. Pertama, pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintahan kabupaten atau kecamatan untuk mendayagunakan pendapatan Nagari. Kedua, membentuk kelembagaan tersendiri dibawah pemerintahan Nagari dengan kekuatan alim ulama dan cadiak pandai dalam mengoperasikan serta merekrut tenaga kerja dalam proses pelaksanaan Rangkiang Nagari.
Adat Minangkabau Adat basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah menjadi sebuah realitas yang sebenarnya. Menjadikan Nagari mandiri, masyarakat adil makmur adalah sebuah keniscayaan apabila dilakukan internalisasi nilai-nilai Ekonomi Islam pada Rangkiang Nagari.

Baragiah ka kampuang, sebuah perwujudan untuk membangun kampung halaman berbasis maqashid al-syariah
Jika di tafsirkan ke bahasa Indonesia baragiah ka kampuang bermakna memberi ke kampung, aktivitas ini jelas adalah aktivitas membangun upaya mewujudkan kemajuan kampung halaman yang telah menjadi tradisi bagi orang Minang yang marantau. Orang Minang adalah manusia ekonomi yang mayoritas aplikasi ekonominya adalah berniaga dengan segala jenis usaha. Dan ada perasaan malu dan gengsi apabila orang minang yang pulang dari rantau tidak membawa hasil dan tidak baragiah ka kampuang.
Ada beberapa poin semangat baragiah ke kampuang tercipta diantaranya pertama rindu dan cinta dengan kampung halaman, kedua keinginan membangun kampung halaman, ketiga persaingan dengan perantau yang beda kampung halaman, keempat adanya semangat filantropis (kedermawanan sesama manusia) dan kelima adanya organisasi paguyuban dan jejaring sosial di rantau. Semua ini harus mesti menjadi perhatian pemerintah Sumatera Barat umumnya dan pemerintah nagari terkhususnya. Mengingat pentingnya kearifan lokal dari pemerintah nagari akan membuat pembangunan kampuang/nagari akan optimal dan berkelanjutan. Minangkabau yang memiliki falsafah hidup Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits selama ini telah menjadi pedoman hidup masyarakat minang. Kita ketahui baragiah ka kampuang adalah sebuah kegiatan pembangunan ekonomi/sistem ekonomi dan suatu keharusan baragiah ka kampuang ini berpedoman pada falsafah hidup masyarakat Minangkabau.
Sebagai sistem ekonomi yang berfondasikan pada nilai-nilai islam, semutlaknya konsep pembangunannya berorientasi ke depan agar terciptanya maqashid al-syariah (Chapra : 2008). Untuk tujuan tersebut sumatera barat yang memiliki falsafah hidup Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah dan memiliki tradisi baragiah ka kampuang dengan di bungkus dengan konsep ke arifan lokal sangat mudah untuk mewujudkannya.
Baragiah ka kampuang jika di tinjau ke ekonomi islam merupakan sebuah upaya mendistribusikan harta dan kekayaan dari kepemilikan individu menjadi kepemilikan umum kemudian akan dikelola sesuai dengan maqashid al-syariah/hukum syariat dan kebijakan pengelola. Contoh baragiah ka kampuang yang telah banyak dilaksanakan oleh para perantau minang adalah: membangun masjid, membangun balairung, membangun balai adat, pemberdayaan anak nagari, membangun jalan, membangun sekolah dan memberikan pendidikan gartis untuk anak dan kemenakan di kampung. Kemudian suatu kemudahan meformulasikan falsafah hidup orang minang kabau adat basandi syara, syara basandi kitabullah dengan Ekonomi Islam unutk mewujudkan baragiah ka kampuang berbasis maqashid al-syariah.

Sumber Bacaan :

- Bank indonesia, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Barat, triwulan III -2013 (kantor perwakilan Bank Indonesia wilayah VIII)

- Siswono Yudo Husodo, Menuju Welfare State (kumpulan tulisan tentang kebangsaan, ekonomi dan politik), Baris Baru, Jakarta, 2009

- Triono, Dwi Condro, Ekonomi Islam Mazhab Hamfara (Jilid I Falsafah Ekonomi Islam), Irtikaz, Jakarta, 2012

- Turast (Jurnal Penelitian Dan Pengabdian), Pusat penelitian dan penerbitan IAIN Iman Bonjol Padang, 2013

- Arah dan Proyeksi Perbankan Syariah 2014 - Tribun Timur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun