Bangunlah pada pagi hari dengan sayap hati mengepak dan bersyukurlah atas datangnya satu lembar hari yang penuh kasih. (Khalil Gibran)
Berbincang denganmu memang membuat lupa waktu. Hari masih pagi. Kau menyuguhkan secangkir kopi. Rasanya tak terlalu manis. Tapi aku suka. Â
"Pagi hari seperti halaman kosong sebuah buku. Kau bisa menulis apa saja di atasnya. Semampumu. Jangan lupa tuliskan harapanmu," begitu saranmu.
"Aku setiap pagi memulainya dengan berdoa. Untukku dan keluarga. Juga buat handai taulan dan teman. Dan untuk orang-orang yang sedang berusaha menghidupi keluarganya dengan berwirausaha," lanjutmu.
"Apa kau pernah kurang bersemangat saat bangun pada pagi hari?" tanyamu.
"Pernah," jawabku sambil menganggukkan kepala.
"Mungkin kau lupa tidak merajut mimpi tentang masa depan pada malam harinya," katamu seraya menatap tajam mataku.
"Ingat! Aku, kau, dan setiap orang punya hak yang sama memulai hari dengan semangat baru setiap pagi. Bertekadlah untuk menjadikannya hebat dan bermanfaat!" serumu bersemangat.
"Dan seperti efek domino, apa yang kau kerjakan hari ini tentunya berdampak pada hari-hari yang akan datang. Kau akan memanen apa yang kau tanam."Â
"Setiap pagi ada berjuta harapan. Kau ambillah satu. Cukup satu saja. Mohonlah pada Tuhan agar diberi kekuatan untuk mempersembahkan harapan itu di hadapan keluargamu."