Jarak tak terhingga sudah kau tempuh. Kau tentu lelah. Namun kau tak pernah mengeluh. Sudah tugasku, katamu. Dan kau bersemangat jika aku mengajakmu jalan-jalan.Â
Aku mendapatkanmu sebagai hadiah kenaikan kelas. Warnamu seperti kebanyakan yang dipakai orang-orang. Karena memang saat itu corak sepertimu sedang disukai.
Tak bosan aku memandangimu. Hitam warnamu. Berbahan kain tebal. Sol putih mulus elastis jadi alasmu. Tali putih menambah gagah penampilanmu.Â
Aku raba setiap inci bagian tubuhmu. Halus dengan jahitan yang rapi. Tentu orang yang membuatmu sangat penuh kasih padamu. Dari ujung ke ujung, bagiku sangat sempurna.
Karena masih baru, tak ragu aku menciummu. Aroma khas tekstil dan lem merasuki hidungku. Bau sepatu baru yang tak mudah dilupakan. Melekat erat dalam memori.
Kau harus merawatnya baik-baik, demikian pesan ibu. Karena ia akan menemanimu setiap kali kau pergi ke sekolah. Ia akan melindungi kakimu dari segala hal yang bisa menyakiti.
Sepatu itu cukup mahal bagi Bapakku. Sehingga beliau butuh waktu lama mengumpulkan uang dan memberikan pada ibu untuk memenuhi permintaanku, membeli sepatu baru.
Sepatu lamaku sudah usang dan kekecilan dipakai. Kau tumbuh besar, demikian juga ukuran kakimu. Jadi sudah waktunya ganti sepatu, demikian kata Bapak mengiyakan permintaanku.
Tapi Bapak tak bisa menyanggupinya seketika. Butuh waktu untuk mewujudkan impianku. Ada banyak kebutuhan, bersabarlah. Bapak berharap Tuhan memudahkan rejeki sehingga sepatumu bisa dibeli.
Bersama sepatu itu aku menyusuri berbagai bentuk jalan. Bersamanya aku setiap hari mencari ilmu. Sepatu itu melatihku agar bersabar untuk mendapatkan sesuatu. Dan tentunya, sepatu itu mengajariku menghargai kehidupan.
Surabaya, Selasa 29 Juni 2021