Mohon tunggu...
Suharto
Suharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis blog http://ayo-menulislah.blogspot.co.id/, http://ayobikinpuisi.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenapa Kau Tak Mengundangku?

30 Agustus 2018   11:53 Diperbarui: 30 Agustus 2018   11:52 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Mengapa kau tak mengundangku pada saat putrimu menikah? Apa karena aku orang miskin? Baiklah, aku akui. Aku orang miskin. Lantas adakah hubungan antara orang miskin dengan acara resepsi pernikahan putrimu? Apakah para tamu yang kau undang adalah orang-orang kaya sepertimu? Apakah orang miskin sepertiku tidak punya hak untuk diundang di sebuah perhelatan pernikahan?

Memang kau berhak untuk mengundang siapa saja yang akan menjadi tamu undangan. Aku tak mau ikut campur. Tapi kau temanku. Apakah kau lupa? Atau sengaja melupakanku? Kalau kau malu mengundangku, kenapa kau tak malu ketika datang kerumahku untuk menumpahkan keluh-kesah rumah tanggamu padaku? Kenapa juga kau tak malu meminta nasihatku? Nasihat dari orang miskin?

"Meski belum lama kita berteman, namun waktu bukanlah ukuran. Kita baru saja berkenalan dan berbicara banyak hal. Aku sepertinya menemukan diriku sendiri pada dirimu. Kau bisa mengerti aku. Aku sulit menemukan teman sepertimu di kota besar ini," katamu ketika kita suatu saat ngobrol sampai larut malam di sebuah warung kopi.

Suatu hari kau bahkan datang ke rumahku dalam keadaan tersuruk-suruk jiwa dan ragamu. Kau meminta nasihatku. Kau menyurukkan diri ke hadapanku agar aku memberikan pandangan yang jernih terhadap permasalahan hidup yang sedang kau hadapi.

Aku orang miskin. Pendidikanku tak tinggi. Kenapa kau meminta nasihatku? Bukankah kau punya banyak teman yang sederajat pendidikannya denganmu yang bisa kau mintai saran?" kataku pada waktu itu.

Kau tersenyum kecut. Dan mengeluarkan kata-kata seperti ini,"Aku menemukan ketulusan pada kata-katamu."

"Apakah kawan-kawanmu tidak tulus dalam perkataannya?"

"Maksudku, kau lebih tulus. Aku dulu pernah bilang, mendengar kata-katamu sepertinya aku mendengar kata-kataku sendiri!" katamu suatu saat.

Dan kau sangat berterima kasih ketika kau dan keluargamu bisa melalui problema hidup itu atas saranku. Kau datang bersama istri dan anak-anakmu. Ketika itu anak-anakmu masih kecil.

Kedatanganmu bersama keluargamu adalah anugerah bagiku. Bagaimana tidak, para tetangga dipenuhi tanda tanya yang besar saat kau yang bermobil mencari rumahku yang terselip di antara gang-gang kumuh. Ada apa gerangan ya, Si Anu dicari orang bermobil itu? Barangkali begitu isi kepala para tetanggaku.

Saat itu kau mengajakku beserta istri dan anak-anakku untuk makan bersama di warung lesehan favoritmu. Anak-anak kita bergembira memancing ikan di areal pemancingan yang disediakan warung itu. Istrimu dan istriku nampak tertawa cekikikan. Pasti topik obrolannya sekitar gosip! Sementara aku, seperti biasa kau seret dalam diskusi tentang kehidupan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun