Mohon tunggu...
HARDIAN SAPUTRA
HARDIAN SAPUTRA Mohon Tunggu... -

ada anak bertanya pada bapaknya :" seluas apakah alam semesta itu?" bapaknya menjawab dengan tersenyum :"seluas alam pikiranmu"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ini Lebih Sadis Dibanding Virus Yuyun

9 Mei 2016   21:47 Diperbarui: 9 Mei 2016   21:54 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mohon maaf jika judulnya berlebihan. Tulisan ini hanya mengandung informasi dari koran lokal dan obrolan sambil lalu warga lokal. informasi ini sebaiknya anda sandingkan atau konfirmasi ulang kepada orang-orang maupun media yang juga berkompeten agar lebih berimbang. 

Mencermati berita dan tanggapan di sosmed raya seputar kasus Yuyun, sebagian besar berkutat di persoalan hukum. Ada yang minta segera dibuat Undang-undang perlindungan, ada berpendapat hukum kebiri yang pantas atau hukum mati sekalian atau kebiri dulu baru dimatikan, ada juga yang matikan dulu baru dikebiri. Mendadak semua jadi sarjana sosmed jurusan pakar hukum. Pendapat saya hukum buat pemerkosa tidak perlu sekejam itu, cukup hukum penjara sesuai ketentuan yang berlaku, tapi alat bukti harus disita negara dan dimusnahkan... nah saya yang fakir hukum mendadak pakar juga.

Kasus kematian Yuyun (maaf) adalah kasus kecil dibalik permasalahan kompleks yang sebenarnya. Apa kasus yang sebenarnya ? coba anda googling di yahoo, cari binduriang, kepala curup atau padang ulak tanding... bengkulu. hasilnya, berita kriminal semua kecuali maps.

Padang Ulak tanding, kepala curup, binduriang dan lain-lain terletak sebagai pintu gerbang masuk Provinsi Bengkulu jika melewati jalur tengah lintas sumatera. Berbatasan langsung dengan Kotamadya Linggau, Sumatera Selatan. Daerah dataran tinggi, tanahnya subur dan alamnya masih asli. Setelah sebelumnya Daerah Lintang, Sumatera Selatan naik daun dengan prestasi pemalakan pelintas dan bajing loncat, Bindu riang dan sekitarnya mulai menyusul prestasi tersebut  dengan kisah dan berita yang lebih baik kualitas maupun kuantitasnya. 

Lintang di masa kini tengah turun pamor dan beralih dengan memiliki dua belas pos, yang diisi anak muda yang siap melempari mobil anda dengan batu jika tidak menyumbang. Rp. 2000 cukup, yang penting memberi. Kepala curup dan sekitarnya belasan tahun lalu, bis AKAP adalah langganan rutin aksi WARGA. Kayu besar yang sengaja dilintangkan di tengah jalan pada malam hari memaksa angkutan apapun untuk berhenti dan pasrah ketika penumpangnya dirampok atau muatannya diambil. 

Bertahun kemudian populasi bertambah kemampuan migrasi manusia meningkat maka bisnis mobil travel kecil mulai ramai. Nasibnya sama, jadi sasaran pemalakan. Karena terlalu sering akhirnya pengusaha angkutan mencoba menciptakan kedamaian dengan budaya setoran ke penguasa jalanan. Budaya apa ini ? katanya sudah merdeka.  Apa mau dikata, kecepek terlanjur dirakit, pedang terlanjur diasah, kerja terlanjur malas. Tak ayal kendaraan pribadi mulai disasar. Mobil motor sikat, tanpa peduli waktu, malam pasti siangpun jadi. 

Bagi yang biasa melintas sudah bisa memetakan kapan waktu yang tepat berangkat agar sampai pada waktu yang aman melintas daerah tersebut. Bagi yang belum biasa terpaksa spekulasi, harus mulai awas jika sudah dikuntit minimal dua motor dan berharap bertemu patroli polisi. Pencegahan saat ini yang lumayan ampuh adalah melintaslah di siang hari dan beriringan seolah konvoi dengan kendaraan lain. Para korban umumnya pasrah menyerahkan barang, asalkan selamat. Tapi tidak untuk sekarang, di milenium baru korban adalah wajib. Sudah banyak cerita tidak terekspos media, meskipun korban sudah menyerahkan motornya tetap ditikam. Seorang guru yang mau mengajar disana pernah jadi korban, pernah ada aksi mogok mengajar terutama guru dari luar daerah sana. 

Belasan tahun berlalu, yang terbaru adalah Yuyun, warga mereka sendiri, Setelah belum kering tanah kuburan seorang mahasiswa yang juga dijagal disana dan sempat jadi headline koran lokal. Yuyun bisa heboh karena otak kita sudah tidak menerima angka empat belas orang pemerkosa, dibunuh lagi. Padahal menurut Manager Program Cahaya Perempuan Women Crisis Center (WCC) Bengkulu Juniarti Boermans,“Selama tahun 2016 ini saja, sudah ada total 36 kasus. Baik berbentuk kekerasan seksual maupun kekerasan fisik,”, disadur dari tempo.co. itu dari sudut pandang WCC, belum termasuk korban selain wanita. Bagi warga setempat, kasus Yuyun, (maaf) biasa saja. Tuak, tawuran ketika hajatan pesta, rampok, perkosa... tampaknya sudah menjadi semacam inagurasi bagi warga yang beranjak dewasa. Artinya dengan berlalunya waktu, kejahatan disini telah ber-regenerasi. Penjahat terdahulu sudah jadi bos duluan, sudah enak, dan sudah menjadi panutan warga lainnya.

Di awal saya sebut warga, kenapa ? ini berhubungan dengan pertanyaan, dimana aparat keamanan ?. Pernah ada tindakan penangkapan oleh aparat, tidak sampai setengah hari setelah penangkapan, kantor polsek dibakar warga. Pernah aparat jadi korban, lalu diusut dan pelaku ditangkap, kantor polsek diserbu. Pernah pelaku ditembak mati dalam pengejaran, pos polisi dibakar lagi. Ada lagi yang ditangkap, Jalan Lintas satu-satunya diblokir. Kalau sudah begini masih mau melapor ?.

Yang terbaru,berita koran lokal hari ini, salah satu pelaku kasus Yuyun dihajar di tahanan oleh napi lain, tidak lama napi lain ini ditikam dengan sendok yang gagangnya sudah diasah... oleh siapa ? ternyata bapaknya pelaku kasus Yuyun sudah duluan menghuni dalam rumah tahanan yang sama dengan kasus lain.... Seorang teman yang pernah tugas disana pernah cerita. Jika ada acara resmi daerah, aparat desa wilayah perbatasan ini berpakaian paling rapih, pakai kemeja lengan panjang. Konon untuk menutupi tato (maaf buat yang menganggap tato adalah seni). Cerita lain yang perlu dikonfirmasi lagi kebenarannya, konon imam masjid juga bertato dan jago minum tuak.

Tulisan ini tidak bermaksud meniadakan orang-orang baik disana, ada mungkin, harapan itu masih ada. Masih ada warga yang berkebun, yang kerja kuli dan masih ada anak sekolah. Karena itulah krisis moral ini harus dihentikan. Siapa yang bisa menghentikan ? kita semua bisa, dengan peran masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun