Talenta atau bakat merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia sejak lahir. Manusia diberikan Tuhan segenap potensi agar ia mampu menjalanken kehidupannya di muka bumi. Dengan keberadaan talenta dan potensi yang dimilikinya, seorang manusia mampu mengembangkan dirinya ke tahap yang optimal dalam berbagai bidang yang menjadi kekhususannya, karena tidak setiap orang mampu berprestasi di berbagai bidang.
Sayangnya, sistem pendidikan di Indonesia cenderung menitikberatkan pada kemampuan akademik belaka. Sedangkan faktor kecakapan hidup (life skills) kurang diasah. Akibatnya seorang anak akan kesulitan menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat ketika ia lulus dari lembaga pendidikan. Bakat dan potensi si anak tidak terasah karena sekolah tidak mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Siswa-siswi sekolah dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi hanya dilatih kemampuan kognitifnya saja namun dari segi motorik dan perasaannya tidak dilatih sama sekali. Padahal hanya sedikit siswa-siswi dan mahasiswa yang mempunyai IQ yang tinggi. Kebanyakan lulusan sekolah menengah di Indonesia tidak memiliki kemampuan intelektual yang tinggi.
Banyak bakat yang sebenarnya yang dapat menghasilkan uang, namun sistem pendidikan kita tidak mampu mengasahnya. Kemampuan melukis, misalnya, tidak dipelajari di sekolah-sekolah. Kebanyakan sekolah tidak mengajarkan kursus melukis. Banyak pelukis yang belajar otodidak dan tidak menyelesaikan pendidikan tingginya. Passion atau gairah mereka adalah melukis. Mereka bisa hidup dari melukis bahkan dengan pendapatan yang tinggi. Banyak pelukis berbakat yang lukisannya berharga jutaan dan dipamerkan dalam eksibisi di berbagai negara. Memang adalah sekolah tinggi seni. Namun seni bukanlah ilmu pengetahuan. Banyak pelukis yang tidak menyelesaikan kuliahnya demi menjadi pelukis yang tidak terikat dengan aturan tertentu.
Sudah jamak diketahui pendidikan seni dan budaya di Indonesia kurang mendapat prioritas. Yang lebih ditekan adalah sains dan matematika. Demi mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, pemerintah berusaha meningkatkan kemampuan berpikir logis matematis siswa-siswa Indonesia. Sedangkan pendidikan bahasa Indonesia dan Inggris lebih ditekankan pada hafalan ketimbang kemampuan untuk berkomunikasi. Pengajaran bahasa sangat kaku dan bahkan tidak membuat lulusan sekolah menengah mampu berbahasa Inggris. Yang lebih mengenaskan adalah pendidikan seni dan budaya tidak dianggap penting.
Padahal hanya 10 persen anak-anak Indonesia yang ber-IQ tinggi. Mereka dibesarkan dari keluarga berada dengan kecukupan gizi. Mungkin memang ada beberapa pengecualian. Beberapa siswa cerdas memang berasal dari keluarga miskin. Namun sistem pendidikan Indonesia dirancang untuk anak-anak cerdas. Sedangkan sistem pendidikan Jerman dan Jepang lebih  menitikberatkan menyiapkan pendidikan  bagi 50 persen siswa-siswa yang tidak ber-IQ tinggi. Mereka diberi pendidikan keterampilan agar menjadi pekerja-pekerja handal di industri. Akibat produk-produk teknologi Jerman dan Jepang sangat berkualitas tinggi karena ditopang oleh SDM yang profesional. Mungkin kalau di Indonesia setingkat dengan lulusan SMK.
Bakat dan talenta generasi muda di berbagai negara maju di dunia sudah dikembangkan sejak kecil. Tidak ada sistem ranking yang membuat siswa tertekan. Tidak ada sistem nilai yang membuat siswa belajar hanya untuk memperoleh nilai bagus tapi tidak mendapat ilmu. Mereka dibebaskan untuk mendapat pendidikan khusus yang mereka minati. Bagi yang senang olahraga seperti sepak bola, sekolah akan menfasilitasinya. Bagi yang suka menulis, berkebun, menyanyi, menari, melukis, semua akan difasilitasi oleh sekolah.
Sedangkan sistem pendidikan di Indonesia memaksa siswa untuk mempelajari banyak pelajaran namun tidak ada benar-benar dikuasainya. Selain metode belajar-mengajar di sekolah-sekolah perlu diperbaiki. Siswa-siswa perlu dididik untuk mampu bekerja dalam tim, bukan individual semata. Selama ini, dengan sistem ranking, siswa-siswa hanya belajar untuk dirinya sendiri tanpa bisa berbagi dengan orang lain. Siswa-siswa perlu diajarkan sikap jujur, profesional, tepat waktu, mampu bekerja sama, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Reformasi pendidikan Indonesia memang sedangkan dijalankan. Namun inti dari pendidikan itu yang harus diperbaharui. Pendidikan adalah menciptakan manusia seutuhnya, bukan sekedar manusia yang hanya bisa tunduk kepada sistem yang menindas. Wa Allahu a’lam bisshowab.