Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tiga Srikandi Minang: Rahmah El-Yunusiyah, Roehana Koeddoes, dan Rasuna Said

13 Desember 2019   16:55 Diperbarui: 13 Desember 2019   17:00 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kiprah Rohana dalam bidang jurnalistik tak terbatas pada penerbitan Soenting Melajoe. Ketika pindah ke Medan tahun 1920, ia berpartner dengan Satiman Parada Harahap untuk memimpin redaksi Perempuan Bergerak. Sekembalinya ke Minangkabau pada 1924, Rohana diangkat menjadi redaktur di suratkabar Radio, harian yang diterbitkan Cinta Melayu di Padang.

Sebagian pihak menilai perjuangan Roehana Koeddoes sama persis dengan pejuang feminis Perancis kontemporer, Luce Irigaray.  Roehana memanfaatkan surat-kabar sebagai media perberdayaan perempuan. Dan hal ini cukup efektif. Media merupakan saluran komunikasi masyarakat. Dengan keberadaan media, gagasan dan informasi berjalan dengan cepat di tengah masyarakat.

Gunjingan dan caci-maki yang dilancarkan para tetua adat dan agamawan yang kolot, tidak menjadikan Roehana kehilangan kepercayaan diri. Dia berusaha untuk meyakinkan masyarakat luas bahwa kemajuan kaum perempuan akan memberi manfaat bagi masyarakat itu sendiri.

Dia meninggal di Jakarta, 17 Agustus 1972.  Presiden Joko Widodo pada 8 November 2019 menetapkan Roehana Koeddoes sebagai Pahlawan Nasional.

Rasuna Said: Singa Podium Anti Belanda
Pergerakan kemerdekaan menghasilkan sejumlah tokoh yang pandai berpidato. Apalagi orasi dapat meningkatkan semangat masyarakat terjajah untuk melawan. Pada tokoh perintis kemerdekaan juga pandai berpidato seperti halnya Bung Karno. Namun sedikit sekali atau bahkan tidak ada yang perempuan.

Namun ada salah-satu pengecualian. Hajjah Rangkayo Rasuna Said atau Rasuna Said adalah sedikit di kalangan kaum perempuan Hindia Belanda yang pandai berpidato. Ia dijuluki Singa Podium karena pidatonya membakar semangat rakyat Indonesia untuk lepas dari penjajahan.

Pidato-pidato Rasuna menyerang pemerintah Hindia Belanda dengan keras. Hal ini menyebabkan pemerintah kolonial Hindia Belanda tidak nyaman. Rasuna pun pernah ditahan selama satu tahun dua bulan di penjara Bulu, Semarang.

Rasuna yang dilahirkan di Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 15 September 1910 dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Muhammad Said, adalah saudagar dan bekas aktivis kemerdekaan.

Sejak kecil ia dibesarkan dalam keluarga yang sadar pendidikan. Rasuna dikirim ke sekolah dasar selama tiga tahun dan kemudian melanjutkan di pesantren Ar-Rasyidiah. Lulus dari Ar-Rasyidiah, Rasuna melanjutkan ke Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang yang didirikan oleh Rahmah El-Yunusiyah.

Selepas lulus, Rasuna mengabdikan diri pada perguruan tinggi tersebut. Namun Rasuna tetap berpolitik. Pada 1926 di saat usianya baru 16 tahun, ia menjadi Sekretaris Serikat Rakyat Cabang Soematra Barat dimana Tan Malaka adalah  tokoh sentralnya.

Rasun menolak pria pilihan keluarganya karena ia tidak mencintainya. Apalagi pria itu telah beristri. Ia menolak dimadu. Pada usia ke-19, Rasuna menikah dengan Duski Samad, seorang pemuda cerdas dan taat beragama, namun berasal dari keluarga biasa. Pernikahan ini tidak mendapat restu dari keluarga Rasuina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun