Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Kebudayaan Indonesia

22 Juli 2019   08:30 Diperbarui: 22 Juli 2019   08:35 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap rezim pernah berkuasa di Indonesia mempunyai politik kebudayaan sendiri. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, para penguasa kolonial menjalankan politik kebudayaan yang sangat diskriminatif, terutama untuk kaum pribumi. Namun penguasa kolonial dalam beberapa hal berhasil menciptakan kebudayaan hibrida antara Eropa dengan budaya lokal.

Hal ini tampak pada kesenian Betawi yang amat dipengaruhi unsur Eropa, China, Arab, dan pribumi. Indonesia, menurut Dennis Lombard, seorang pengkaji Indonesia, merupakan silang budaya. 

Artinya banyak kebudayaan yang mempengaruhi keindonesiaan itu sendiri. Indonesia merupakan kawasan terbuka sejak era dahulu. Banyak kebudayaan yang masuk dan berakulturasi dengan kebudayaan lokal.

Indonesia sebenarnya adalah bangsa baru berdiri sejak 17 Agustus 1945. Sebelum itu, nama "Indonesia" adalah nama yang ditemukan oleh seorang guru besar Etnologi Jerman bernama Adolf Bastian di Universitas Berlin pada tahun 1884 untuk menyebut kepulauan Melayu. 

Istilah Indonesia sebelumnya tidak dikenal. Baru ketika Tan Malaka menulis bukunya "Naar de Republik Indonesia", istilah Indonesia mulai digunakan secara resmi oleh para pejuang kemerdekaan RI.

Pengaruh Eropa, India, China, dan Arab tampak dalam kebudayaan Indonesia, terutama di kota-kota pelabuhan yang strategis seperti Batavia (Jakarta), Bandung, Medan, Padang, Semarang, Cirebon, Surabaya, dan Makassar. Akulturasi kebudayaan tidak bisa dielakkan begitu saja. Pengaruh kebudayaan luar sangat kentara dalam kesenian.

Pemerintah kolonial amat mendukung superioritas budaya Barat di Indonesia pada waktu itu. Pemerintah kolonial mengizinkan kesenian tradisional untuk berkembang di Indonesia. 

Namun kebudayaan lokal tetap dianggap lebih rendah dibandingkan dengan kebudayaan Eropa. Kebudayaan Eropa mendominasi kehidupan di jajahan Belanda itu.

Sejak saat itu rakyat jajahan mengenal  musik Barat seperti musik opera, musik militer, jazz, keroncong, dan dansa. Masuknya musik-musik Barat ke Indonesia dapat dilihat dari penggunaan terompet, harmonika, trampolin, piano, dan lain sebagainya. 

Di sisi lain, kaum pribumi berusaha mempertahankan  identitas lokalnya di tengah dominasi kebudayaan Barat. Akulturasi pun terjadi. Bahkan hingga saat ini kebudayaan Barat masih mendominasi di Indonesia.

Pemerintah jajahan mempertahankan budaya hibrid tersebut. Pemerintah kolonial Hinda Belanda memandang budaya hibrid tersebut bagus bagi penguasaan masyarakat jajahan. Kebudayaan hibrid tersebut turut memperkukuh kekuasaan Belanda dan Eropa di kalangan masyarakat pribumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun