Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Al-Qur'an, Perempuan dan Pembebasan

20 Juni 2017   03:27 Diperbarui: 20 Juni 2017   04:03 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjuangan Nabi Muhammad saw tidak hanya untuk membawa kewajiban-kewajiban ibadah melainkan juga untuk mentransformasi masyarakat. Semangat yang dibawa al-Qur'an adalah pembebasan. Pada masa jahiliyyah, wanita tidak lain dianggap sebagai harta milik suami dan klannya. Wanita tidak memperoleh hak waris bahkan diwariskan. Jika seorang lelaki mempunyai banyak istri maka jika ia meninggal maka anak lelakinya boleh mewarisi istri-istri ayahnya. Praktek perzinahan meluas. Pembunuhan anak perempuan terjadi pada suku-suku tertentu di Arab. Perempuan bahkan hanya sekedar obyeks seks. Islam datang memberikan hak-hak kepada kaum perempuan dan memuliakannya.

Dalam Islam, perubahan pertama kali dimulai dari individu baru kemudian berlanjut ke institusi. Al-Qur'an mengubah paradigma berpikir individu yang kemudian berlanjut ke masyarakat.  Paradigma al-Qur'an adalah mengubah manusia dari kebodohan menuju cahaya Islam yang gemilang, keadilan, dan kebaikan. Ilmu adalah cahaya Allah yang turun dari langit.

Ketika Nabi Muhammad SAW memerintah Madinah, beliau mempraktekkan kesetaraan gender bagi kaum lelaki dan wanita dalam berbagai aktivitas kewirausahaan, politik, sampai peperangan. Semangat pembebasan kaum perempuan begitu nyata. Namun kesetaraan gender kemudian tidak dilanjutkan oleh penguasa Islam. David Powers dalam disertasinya menulis bahwa pada masa permulaan Islam (the proto Islamic law) kebebasan perempuan dalam berbagai bidang sangat tampak, lalu berangsur-angsur menghilang. Justru pengaruh dari luar Islam dan adat-istiadat Arab atau lokal yang lebih menonjol menjadi pijakan terhadap masalah posisi perempuan di masyarakat.

Menurut Qasim Amin umat Islam mundur karena separuh umatnya, yakni kaum perempuan mengalami kemunduran. Untuk mencapai kemajuan umat Islam maka tidak pilihan lain kecuali memberikan kemerdekaan kepada perempuan. Kaum wanita harus diberi pendidikan yang terbaik karena mereka adalah calon ibu yang mengasuh anak---anaknya. Untuk menghasilkan generasi muda yang berkualitas maka kaum perempuan harus diperlakukan dengan baik.

Islam, Perempuan dan Demokrasi

Banyak orang yang mengidolakan demokrasi. Demokrasi dianggap sebagai sistem yang egaliter, adil, dan modern. Demokrasi mensyaratkan supremasi hukum. Di dalam demokrasi baik laki-laki dan wanita dianggap sama dihadapan hukum. Berbagai puja-puji terhadap demokrasi, seakan membutakan mata orang bahwa sistem ini tidak sempurna.

Hubungan Islam dan demokrasi sendiri adalah hubungan yang pelik. Bagi sebagian intelektual muslim, Islam dapat berjalan bersama demokrasi karena Islam mengajarkan prinsip musyawarah. Selain itu, persamaan hak laki-laki dan perempuan dan supremasi hukum juga merupakan ajaran Islam.

Beberapa intelektual Islam lainnya mengatakan Islam tidak disamakan dengan demokrasi karena Islam adalah sistem teologi yang lengkap sedangkan demokrasi adalah sistem politik. Islam lebih tua dari demokrasi modern.

Sebenarnya kalau kita mau melihat bagaimana masyarakat Muslim pada masa awal Islam, kita akan menemukan masyarakat Muslim sangat menekankan pada  musyawarah, terutama pada masalah-masalah kemasyarakatan. Menurut Ziauddin Sardar, ijma' pada awalnya dilakukan oleh seluruh anggota komunitas Madinah. Ketika Rasululllah SAW menghadapi masalah penting dan menyangkut persoalan kemasyarakatan. Rasulullah SAW memanggil seluruh penduduk Madinah untuk bermusyawarah di masjid Nabawi. Madinah pada waktu itu adalah sebuah negara-kota. Rasulullah berhasil membangun sebuah masyarakat madani pada waktu itu. Semangat demokrasi pada awal kehadiran Islam menjiwai aktivitas keumatan pada waktu itu.

Secara harfiah, Madinah berarti tempat lahirnya peradaban.  Islam adalah agama peradaban. Sebagai sebuah agama peradaban Islam mengalami masa-masa kelahiran, pertumbuhan, kejayaan, kemunduran seperti yang kita alami saat ini. Bisa dikatakan masa kini adalah masa-masa kemunduran Islam. Untuk itu Islam harus direvitalisasi kembali agar mampu menjawab tantangan zaman,

Bagi sebagian orang, ide ini terlalu liberal. Mereka dianggap hendak memperbaharui Islam dengan menginterpretasi ulang. Kedudukan perempuan merupakan satu hal yang harus ditafsirkan ulang. Persoalan menjadi kian pelik di era modern ini. Banyak yang mempertahankan posisi perempuan di dalam Islam. Mereka mempertahankannya dengan menaati nash-nash al-Qur'an dan Hadis yang ada serta pandangan ulama di masa lampau. Dengan kondisi dunia yang berubah, seharusnya ada interpretasi ulang terhadap teks-teks masa lampau. Yang dimaksud teks di sini bukan hanya al-Qur'an dan Hadis, tetapi juga  pendapat-pendapat ulama masa lampau. Gerakan pembaharuaa Islam ini mendapat tentangan yang besar, khususnya kaum muslim sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun