Mohon tunggu...
Latifa Hanum
Latifa Hanum Mohon Tunggu... Lainnya - HOLLA

Try! then you'll know it.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awas! Perundungan Fisik Mengganggu Psikis dan Kesehatan Jasmani Korban

25 Juni 2020   09:02 Diperbarui: 25 Juni 2020   09:12 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perilaku bullying atau perundungan masih terus menjadi topik terpanas dalam dunia sosial, khususnya di kalangan remaja. Jika selama ini perundungan yang kita ketahui seperti bentuk penganiayaan pada korban, maka kini saatnya kita perluas arti perundungan agar kita tidak menjadi bagian dari 'penggerus psikis dan kesehatan fisik' orang lain.

Perundungan dapat terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari seperti mengolok-olok, memaksa, mengancam, mengucilkan di depan khalayak ramai, hingga menghina sesuatu yang dianggap menjadi sebuah kekurangan pada diri seseorang di luar batasan, hal tersebut dapat memicu timbulnya pertengkaran, perkelahian yang kerap kali membuat trauma mendalam pada diri korban bahkan tak jarang sampai merenggut nyawanya.

Salah satu bentuk perundungan yang kini tengah marak dilakukan ialah body shaming atau perundungan yang berbentuk hinaan atau kritikan terhadap seseorang yang dianggap memiliki kekurangan dalam penampilannya. Tubuh langsing, pipi tirus, hidung mancung, warna kulit yang mayoritas didambakan orang-orang, berat badan ideal, wajah nan cantik atau tampan menjadi standarisasi kelayakan manusia agar dapat diterima ditengah lingkungan sosialnya, etika dan kebaikan murni dalam diri seseorang seakan-akan bukanlah elemen pokok  yang harus ada dalam lingkungan sosial.  Sudah sewajarnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan tak ada yang sempurna sepertiNya.

Menurut Lestari (2018), pelaku perundungan fisik ini dapat terjadi dari kalangan usia mana pun, baik usia muda atau tua. Dari pernyataan tersebut membuktikan bahwa pelaku dan korban juga timbul dari kalangan usia mana pun, yang berarti akibat yang ditimbulkan bisa semakin parah, sebab untuk anak-anak usia dini yang kondisi mentalnya belum kuat akan mudah rapuh dan kehilangan arah hingga mengakibatkan munculnya rasa putus asa hingga berujung kematian, dan hal tersebut juga dapat terjadi di kalangan usia tua.

Body shaming atau perundungan fisik yang dilakukan secara intens mampu mempengaruhi body image atau Citra Diri (Lestari, 2018). Ketika citra dalam diri seseorang sudah mulai rusak, maka akan berdampak pada kondisi mental atau kejiwaannya yang  akan berimbas pada perilaku orang tersebut seperti cepat merasa cemas, hilangnya rasa percaya diri, mudah marah, harga diri rendah, membenci fisiknya, melakukan diet ketat, dan masalah dalam pola makan bahkan jiwa. Bahkan menurut Lestari, beberapa gangguan mental yang disebabkan karena body shaming adalah gangguan makan, gangguan obsesif komplusif dan gangguan dismorfik tubuh.

Tidak hanya mengganggu mental namun juga mengganggu kesehatan fisik korban. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kesehatan mental sangat berhubungan erat dengan kesehatan fisik seseorang. Adanya rasa cemas, hilangnya rasa percaya diri akan mempengaruhi pola hidup mereka terutama pada makan (Cash & Pruzinsky, 2002). 

Pada umumnya orang yang merasa tertekan dengan kondisi fisik yang selalu diolok-olok akan merubah pola makannya agar dapat mencapai fisik yang dapat 'diterima' oleh lingkungan sosialnya. Menurut Dirks dan Matteson (2005), bahwa body shaming ini mampu memprediksikan adanya gangguan makan seperti : Anorexia dan Bulimia Nervousa serta Binge Eating. Sedangkan makan merupakan hal penting demi terlaksananya segala aktivitas.

Daftar Pustaka.

Baron, Robert A, Don Byme.(2005). Psikologi sosial jilid 2 edisi kesepuluh. Jakarta. Erlangga.

Lestari.S.(2018). Dampak Body Shaming Pada Remaja Putri. ISBN : 978-602-96634-7-1.

Cash, T.F., dan Pruzinsky, T.(2002). Body Image : A handbook of theory, research and clinical practice. Jurnal of pshycology.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun