Mohon tunggu...
Hantu Nasionalis
Hantu Nasionalis Mohon Tunggu... Administrasi - Hobby Nulis aje

merah darahmu sama dengan merah darahku....Satu merah putih.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaleidoskop

17 Desember 2011   10:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Disuatu desa di salah satu kabupaten Indonesia tidak berlistrik dan tidak terdapat bangunan sekolah. Desa yang terjepit diantara dua bendungan penghasil listrik yang bisa menerangi Jakarta, Jawa, dan Bali. Desa yang bila ditempuh dengan jalan darat harus menghabiskan waktu lebih kurang enam jam dan dua jam perjalanan air. Yang mengharuskan anak anak desa itu menggunakan Bargas (istilah setempat untuk rakit/kendaraan air bermotor) untuk sampai kesekolah negeri dan membayar ongkos pulang pergi sekitar tujuh ribu rupiah.

Tiba tiba, desa tersebut diekspos oleh satu tim pencari berita media radio setempat kepermukaan. Seluruh lapisan pemerintahan kabupaten tersebut kaget dan menyesalkan mengapa desa itu bisa jadi berita. Didalam berita tersebut dikatakan bahwa warga desa itu memakan apa yang mereka tanam saja, dikarenakan jauh dan mahalnya biaya yang harus dirogoh untuk membeli bahan masakan. Mereka hanya memakan daun singkong dan petai cina juga ikan yang mereka dapat dari sungai besar yang legendanya adalah tempat pembuangan mayat para korban Petrus (penembak misterius, 1980-an, zaman pemerintahan rezim Soeharto).

Aparat desa, Lurah beserta jajarannya, menyikapi dengan dingin permasalahan ini. Mereka dengan berbagai macam dalih mengatakan bahwa warga tersebut adalah warga yang tidak mau dirangkul dan banyak terdapat pencuri. Lurah, saat didatangi menyangkal tudingan warga desa tersebut yang mengatakan bahwa saat pembagian raskin (beras untuk rakyat miskin), warga desa tersebut harus membayar 3000 rupiah perliter, dan harus membayar 15.000 rupiah untuk penebusan tabung gas LPG 3 kg dalam program pemerintah konversi bahan bakar. Mereka, Lurah dan segenap jajarannya, berdalih bahwa untuk mengirimkan raskin dan tabung gas ini dibutuhkan biaya juga untuk upah RT dan RW yang bersedia mengantarkan kedesa tersebut. Desa yang tidak berlistrik dan tidak mempunyai bangunan sekolah.

Lalu datanglah sekelompok pemuda yang bernaung pada satu wadah LSM yang mengordinir bantuan berupa sembako dan susu untuk ibu dan bayi. Banyaknya bantuan ini memenuhi bak dari satu mobil bak terbuka. Konvoi banmtuan ini terdiri dari 1 mobil Avanza, 1 mobil bak terbuka, 3 kendaraan bermotor roda dua, dan satu mobil angkutan rakyat setempat (omprengan). Bantuan ini adalah sumbangan kolektif yang dikumpulkan dari berbagai instansi swasta maupun negeri, walau kenyataannya yang banyak memberi sumbangan ini adalah dari instansi swasta. Instansi negeri cukup bilang tidak ada program seperti itu saat ini.

Mereka, tim pemberi sumbangan ini, berkumpul dan bergerak dari pagi hari. Tidak ada makanan dari pagi hingga sore hari, tidak ada minum, apalagi rokok . (Peringatan pemerintah : Merokok dapat menyebabkan kanker,serangan jantung,impotensi dan gangguan kehamilan dan janin...Belilah rokok karena inilah donatur terbesar olahraga dan devisa negara).

Ketika sampai didesa tersebut, tim ini disambut oleh tawa dan sorak ceria anak anak. Anak anak ini, yang bersekolah harus menyeberang sungai besar, mengusap usap kendaraan yang datang. Wajah kekaguman terpancar demi melihat motor dan mobil mewah (semoga kalian mempunyai kendaraan mewah yang kalian kagumi itu...Amien). tetua desa itu pun menyambut dengan merangkul peluk ketua tim pemberi sumbangan. Rasa haru menyeruak diantara batin anggota tim yang hadir.

Pertemuan ini diisi dengan makan nasi liwet bersama dengan lauk ikan yang didapat dari lingkungan setempat. Setelah itu, diisi dengan acara curhat penduduk, yang menceritakan ketidak adilan yang mereka peroleh dari aparatur desa. Diantara tim pemberi sumbangan ini menyelusup dan bertukar kisah dengan penduduk setempat yang tersebar dengan harapan mendapat keterangan pasti tentang keadaan dan kondisi desa itu. Banyak cerita yang didapat. Banyak keluhan yang sama yang disuarakan oleh banyak warga negeri ini (santai kawan...Kita menderita bersama).

Saat untuk pulang tak terhindari. Setiap anggota pemberi bantuan membawa kesan dan benak yang sama. Harus ada perubahan pembangunan untuk negeri ini, setidaknya dimulai dari kabupaten ini.

Isi kemerdekaan pembangunan negeri ternyata ada desa yang diapit oleh dua bendungan pembangkit listrik yang mampu menerangi Jakarta, Jawa, dan Bali namun tidak mampu menerangi desa terdekat. Namun setidaknya mereka tetap hormat pada merah putih saat ada perayaan kemerdekaan. Dan beruntungnya adalah mereka, penghuni desa tanpa listrik dan bangunan sekolah, tidak menikmati pesta para pemimpin yang sibuk menyangkal dan memberikan argumen sedemikian rupa agar masuk akal pemeriksanya. Tidak melihat bagaimana daerah satu dan yang lainnya berperang. Tidak melihat pembunuhan beralibikan selingkuh. Tidak melihat bagaimana cara untuk memutar lidah berkelit dari dakwaan. Tidak melihat bagaimana situs dan jejaring pertemanan ternyata lebih banyak untuk menciptakan permusuhan. Dan tidak terganggu waktu mereka untuk beribadah karena terpikat rayuan sinetron yang memabukkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun