Mohon tunggu...
HL Sugiarto
HL Sugiarto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk dibaca dan membaca untuk menulis

Hanya orang biasa yang ingin menulis dan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Rugi dan Untung dalam Prespektif Jasmani dan Rohani

17 September 2019   19:56 Diperbarui: 17 September 2019   20:24 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kualitas hidup bisa dan kadang perlu diukur. Bisa memakai ukuran jasmani, bisa pula dengan alat takar rohani.

Business dan agama pun menggunakan alat ukur. Business biasanya diukur dengan untung-rugi materi. Makin untung, makin bagus bisnisnya.

Tidak demikian dengan agama. Walau ada yang memanipulasi agama untuk tujuan bisnis, agama itu bukan bisnis. Ajaran agama malah kerap seolah bertentangan dengan prinsip bisnis yang berdasar pada "saya memberi supaya saya mendapat" alias "do ut des". (A. Herwanta)

Kemarin, saya sempat berbincang-bincang dengan rekan saya via Whatsapp yang kebetulan saat itu kami sedang membahas sebuah permasalahan pekerjaan yang pernah kami tangani. Di sela-sela pembicaraan tersebut, dia sempat membahas mengenai untung dan rugi.

Dalam pandangannya sebagai seorang pebisnis (walaupun sebenarnya ia juga orang yang berkecimpung dalam dunia jasa hukum), hampir setiap kali ketika akan bertindak ia menerapkan prinsip untung dan rugi. 

Pada prinsipnya adalah bagaimana pada prinsipnya selalu bisa memperoleh nilai tambah (value) atas materi yang akan dia dapatkan atas segala tindakan yang telah ia lakukan. Secara singkatnya yang dipikirkan adalah tanda plus dan plus, tidak boleh ada tanda minus dalam bentuk materi.

Contoh sederhananya (contoh ini tidak ada kaitannya dengan rekan saya tersebut) adalah ketika seorang pebisnis berusaha menjual sebuah produk tertentu, ternyata keuntungan yang didapat tidak sesuai harapannya. Bagi dia, ini tetap dianggap sebagai kerugian padahal penjualan produknya masih mendapatkan keuntungan yang layak setelah dikurangi modal dan segala biaya yang dikeluarkan.

Pandangan atau prinsip yang dianut oleh rekan kerja saya tersebut tidaklah salah, karena ia mengambil sudut pandang dari secara bisnis. Bagaimanapun dalam bisnis hampir segala sesuatu tindakan sebisa mungkin bisa menambah nilai materi atau aset yang ia punyai. Ini adalah prinsip yang sudah umum dalam dunia bisnis segala sesuatunya selalu dinilai dalam bentuk materi.

Sebaliknya ada sebuah cerita yang pernah saya baca (entah cerita ini nyata atau tidak). Seorang ibu yang bijak, boleh dikatakan ia seorang humanis, ketika ia ketika membeli sesuatu di pedagang asongan atau penjaja keliling, ia lupa mengambil kembalian uang dari pedagang tersebut dan nilainya boleh dikatakan kecil. Akan tetapi ibu ini bersikap positif. 

Malahan ibu ini berharap bahwa kerugian yang ia alami merupakan keuntungan bagi orang lain. Artinya ia berharap uang kembalian tersebut bisa memberikan berkah dan manfaat bagi pedagang asongan atau penjaja keliling yang secara tidak sengaja lupa memberikan kembalian uang ibu tersebut.

Disini, dalam pandangan si ibu bisa dilihat bahwa sebuah keuntungan itu bisa juga dalam bentuk kepuasan batin, walaupun ia secara materi dirugikan. Akan tetapi ia masih bisa bernapas lega dalam kepuasan tersendiri karena kembalian uang yang tergolong kecil itu menurutnya ada pada orang yang layak menerimanya.

Jadi boleh dikatakan pandangan mengenai keuntungan itu bisa dilihat dari sisi materi dan sisi kepuasan batin. Bisa saja seseorang yang mendapatkan kerugian materi masih bisa merasa beruntung.

Sebaliknya ada juga yang masih merasa rugi walaupun secara materi ia sudah untung tetapi ia tidak puas karena keuntungannya tidak sesuai dengan harapannya. Untung dan rugi juga tergantung dari sisi mana kita memandangnya.(hpx)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun