Â
Teringat teman-temanku yang bernama Syafii dan Yudith, aku bertemu mereka sewaktu kuliah. Syafii adalah temanku sefakultas sedangkan Yudith teman jurnalis kampusku yang beda fakultas.
Aku memang tidak terlalu akrab dengan mereka, Syafii yang aku kenal adalah seorang pendiam, tidak neko-neko walau kadang menjengkelkan, ia kadangkala menjadi bahan candaan diantara teman-teman sepergaulan di fakultas. Yudith, perempuan imut, periang, sabar dan suka bicara. Ada hal yang menjadi persamaan mereka berdua yaitu kulitnya yang sawo matang, yah... agak cenderung coklat kehitam-hitaman begitu --catatan : aku tidak berniat menilai warna kulit mereka--.
Selepas kami lulus kuliah, aku sudah hilang kontak dengan mereka akan tetapi setelah lima tahun berlalu aku mendapatkan kabar bahwa mereka berdua sudah menikah dan mempunyai anak. Aku pun terkaget-kaget mengetahuinya karena tidak menyangka akhirnya mereka menikah padahal tidak pernah ku dengar bahwa mereka berpacaran di waktu kuliah bahkan tidak pernah menduga bahwa mereka saling kenal.
Oreo
Kemarin ketika aku mengendarai sepeda motor di jalan raya dan pada saat berhenti di lampu merah, aku melihat bungkus biscuit Oreo, tiba-tiba alam pikiranku menuju kepada kedua temanku ini dan menghubung-hubungkan gambar kepingan Oreo itu dengan mereka.
"Ah... Oreo, warna coklat kehitam-hitaman kayak Yudith dan Syafii," begitu pikirku.
Tanpa terasa lampu hijau menyala dan sepeda motor dibelakangku membunyikan belnya mengingatkan aku untuk memacu laju motor Honda merahku.
Aku terus berkendara sambil berpikir mengenai Syafii, Yudith dan Oreo. Tiba-tiba alur pikiranku menuju analogi tentang pernikahan, Oreo, Syafii dan Yudith.
"Yudith dan Syafii kok seperti Oreo ya?"
"Yah! Betul mereka seperti kepingan Oreo ini," aku menjawab sendiri pertanyaan yang ada dalam pikiranku itu.