Mohon tunggu...
Hantodiningratâ„¢
Hantodiningratâ„¢ Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Minimalist Blogger

hantodiningrat.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Paradoks Keniscayaan Gaya Hidup Minimalis

12 Oktober 2015   08:17 Diperbarui: 12 Oktober 2015   08:19 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Banyak orang yang salah sangka, mengira bahwa gaya hidup minimalis adalah sebuah gerakan atau gaya hidup yang anti dengan modernitas. Kebanyakan orang juga mengira bahwa gaya hidup minimalis kontra terhadap segala kemajuan dan perkembangan zaman. Sebaliknya, gaya hidup minimalis dianggap sebagai gaya hidup yang pro terhadap budaya-budaya konvensional dan tradisionalis.

Saya sendiri tak tahu, bagaimana stereotip atau stigma mengenai gaya hidup minimalis ini bisa terbentuk. Namun, praduga saya mengatakan, bahwa sebagian orang melabelkan semua ini mungkin karena mereka melihat keseharian para minimalis yang cenderung eksentrik, nyeleneh, dan terkesan konvensional. Sejatinya para minimalis tidaklah anti terhadap kepemilikan, hanya saja para minimalis cenderung menghindari kepemilikan yang berlebihan.

Beberapa minimalis seringkali tampak hidup kekurangan, pakaian yang itu-itu terus, hidup di rumah yang mungil, dan bahkan makan dengan lauk pauk yang sederhana. Sejatinya ini bukanlah wujud dari sebuah kekurangan melainkan sebuah upaya penyederhanaan hidup sehingga apa yang benar-benar esensial muncul ke permukaan. Hanya saja, kebanyakan orang salah kaprah dalam memahaminya.

Mereka mungkin masih belum paham bahwa gaya hidup yang less tidak selalu less, atau more selalu more. Bukan tidak mungkin yang more itu malah justru less, sedangkan yang less justru more. Bagi saya ini adalah sebuah paradoks keniscayaan, bahwa yang berlebihan terkadang justru malah tidak baik dampaknya. Dan sebaliknya, yang cukup atau sederhana, justru malah membawa kebaikan dan keberlimpahan hidup. Berikut ini beberapa contohnya:

1. Sedikit belanja
Katakanlah kita hanya mempunyai sedikit barang. Kita memutuskan untuk tidak membeli barang apapun yang tidak terlalu penting atau dibutuhkan. Nah, dengan jarang membeli barang-barang tertentu, bukankah kita justru mempunyai uang yang lebih untuk ditabung. Atau dialokasikan untuk hal-hal lain yang sekiranya layak dimasukan pada daftar prioritas utama. Less buy, more money.

2. Sedikit bersih-bersih
Hari gini siapa yang tak mau punya rumah besar dan mewah. Tapi jangan salah sangka, rumah mewah juga butuh perawatan ekstra yang tentunya tidak murah. Belum lagi soal bersih-bersih, rumah besar sudah barang tentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bersih-bersih, karena ukurannya yang luas. Sedangkan rumah yang mungil, tidak. Less cleaning, more time.

3. Sedikit stress
Banyaknya barang yang menumpuk dirumah jangan disepelekan. Sebab apapun yang tertangkap oleh mata kepala kita, secara tidak langsung akan mempengaruhi alam bawah sadar kita. Coba bayangkan, bagaimana perasaan Anda jika melihat rumah yang berantakan. Sudah pasti, Anda merasa kacau dan stress kan? Sedikit barang justru akan membuat kita fokus, jauh dari stress. Less stress, more joy.

4. Sedikit bekerja
Jangan bangga akan kita sibuk, apalagi kalau sampai kerja lembur. Kerja lembur tidak melulu soal kerja keras. Bisa jadi ini merupakan indikasi dari ketidakmampuan kita mengelola jam kerja atau hidup. Gaya hidup minimalis menganjurkan kita untuk mengerjakan hal-hal tertentu yang memang benar-benar penting sehingga tak membebani diri dan bisa menikmari hidup. do less, more life.

5. Sedikit memiliki
Sebagai manusia tentu kita punya rasa empati dan simpati dengan orang lain. Terutama bagi mereka yang kesusahan. Alih-alih menghabiskan dan menghambur-hamburkan uang hanya untuk foya-foya, akan lebih bijak bila kita donasikan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Menurut penelitian, memberi sesuatu hal kepada orang lain dapat menstimulus hormon bahagia untuk bekerja lebih aktif. Jadi, sudah pasti orang dermawan itu bahagia dan kaya. Own less, give more.

Hantodiningratâ„¢ | Minimalist Blogger | Kompasianer | www.hantodiningrat.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun