Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Arswendo yang Pernah Kesandung "Penistaan Agama"

20 Juli 2019   14:10 Diperbarui: 20 Juli 2019   14:18 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nahimunkar.org

Nama Arswendo Atmowiloto ini pasti akrab di benak banyak orang yang punya minat di bidang literasi atau tulis-menulis, terutama di tahun 80-90-an. Ada buku karangan beliau yang sangat terkenal dengan judul yang cukup provokatif "Menulis Itu Gampang". Arswendo sendiri pada saat itu dikenal sebagai redaktur bertangan dingin di grup Gramedia, sebab banyak majalah atau tabloid yang dia bina atau awaki, sukses besar pada masa itu. Salah satu yang fenomenal adalah majalah remaja HAI. Tentu tak berlebihan jika dikatakan kalau remaja di seluruh Indonesia kenal majalah ini, mininal pernah melihat covernya-lah.

Tapi itu semua telah menjadi nostalgia yang indah, sejarah masa silam, yang mungkin tidak akan pernah dialami generasi zaman sekarang, khususnya para millenia. Biarlah kejayaan media-media cetak di masa silam itu menjadi bagian kita yang saat ini berusia 40-an ke atas. Anak-anak zaman now  sudah memiliki bagian mereka sendiri, yakni media berbasis internet. Mereka tidak perlu lagi mengetik tulisan, pakai mesin ketik, lalu pegi ke kantor pos terdekat untuk mengirimnya ke alamat majalah atau koran. Generasi millenia tentu sudah asing dengan yang namanya kantor pos, perangko, apalagi mesin ketik manual.

Kita-kita yang kini berusia 40-an ke atas, bolehlah berbangga dan bersyukur karena punya kesempatan "hidup" di dua masa literasi: manual dan internet. Arswendo Atmowiloto pun sama dengan kita, sama-sama pernah mengalami dunia literasi serba manual dan kini serba maya. Kini kita hanya bisa mengenang Arswendo yang dulu dikenal sebagai penulis yang kreatif dan produktif itu telah berpulang dalam usia 70 tahun. Paling tidak dia masih menyaksikan sendiri media-media yang dulu dia turut bidani, satu per satu menyingkir dari percetakan, beralih ke on line.

Bagi penulis, salah satu peristiwa yang melekat seputar Arswendo adalah ketika dia "terantuk" pada sebuah masalah yang cukup riskan, mungkin sekitar tahun 1988 (?). Jika mengacu pada isitilah zaman sekarang, Arswendo terkena kasus "penistaan agama". Gara-gara kasus tersebut dia meringkuk di dalam penjara selama beberapa tahun.

Bagaimana kejadiannya? Waktu itu Arswendo menjadi pimpinan sebuah tabloid bergenre hiburan yang diberi nama "Monitor". Tabloid ini lahir dan meraih sukses pada waktu itu juga berkat tangan dingin Arswendo. Dia menjadi pemimpin redaksi yang bertanggung jawab atas isi tabloid yang terbit seminggu sekali tersebut.

Sebagai media bergenre hiburan tentang dunia keartisan, tabloid "Monitor" tersebut sangat digemari banyak orang dari berbagai kalangan, dan peredarannya mencapai hampir seluruh Tanah Air. Dalam suatu edisinya, tabloid itu mempublikasikan sebuah hasil jajak pendapat atau survei tentang "tokoh yang paling dia kagumi". 

Bila zaman sekarang responden hanya menjawab di medsos lalu "send", maka di masa lalu itu setiap responden yang ingin menjawab harus membeli selembar kartu pos (post card) dulu, lalu menuliskan nama tokoh yang dia kagumi itu di kartu pos tersebut. Tapi sebelum itu responden harus menempelkan "kupon" yang tersedia di lembaran tabloid Monitor tersebut. Dan setelah dibubuhi perangko yang cukup, lalu dikirimkan ke alamat redaksi yang waktu itu di kawasan Palmerah, Jakarta.

Dari ribuan atau mungkin ratusan ribu kartu pos yang masuk ke redaksi,  ternyata nama Presiden Soeharto paling banyak dipilih atau ditulis sebagai tokoh yang dikagumi. Presiden Soeharto yang di tahun 80-an itu memang sedang jaya-jayanya. Ke mana pun dia selalu dielu-elukan dan dihormati. Perangko bergambar wajah Soeharto tersedia dari harga yang paling murah sampai paling mahal. Dia digelari Bapak Pembangunan. Berita-berita di majalah, surat kabar, radio, televisi, nyaris semua berisi puja dan puji untuk segala ucapan dan tindakan Soeharto. Kalau ada yang berani "macam-macam", media itu dibreidel, dan bisa-bisa wartawan atau pemrednya masuk penjara. Memang banyak rakyat yang memujanya waktu itu maka wajar saja dia menjadi nomor satu dalam polling atau jajak pendapat sebagai tokoh yang dikagumi.

Arswendo dan jajaran redaksi yang tidak peka pada masa itu, mempublish hasil jajak pendapat tersebut di Monitor. Dalam daftar nama-nama tokoh itu, Presiden Soeharto berada di urutan pertama. Menjadi repot karena nama seorang tokoh pendiri agama (nabi) malah berada di urutan kelima, atau berada jauh di bawah Soeharto. Padahal kalau redaksi jeli, nama nabi tidak perlu diikutkan dalam jajak pendapat itu.

Demi membaca hasil jajak pendapat ini, protes dan kecaman pun berdatangan dari segala penjuru. Kantor redaksi Monitor diserbu dan dirusak massa yang marah karena merasa bahwa nabi mereka dilecehkan lewat jajak pendapat itu, apalagi karena posisinya berada jauh di bawah popularitas Soeharto. Atas desakan massa yang marah, tabloid Monitor berhenti terbit, sementara pemrednya Arswendo Atmowiloto, dihukum penjara beberapa tahun setelah menjalani persidangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun