Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Korbankan Rakyat Demi Ambisimu

23 Mei 2019   10:47 Diperbarui: 23 Mei 2019   10:59 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Pemilu dan Pilpres 2019 telah selesai dengan baik. Bahkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sudah selesai melaksanakan tugasnya--merekapitulasi seluruh suara yang masuk--satu hari lebih cepat dari jadwal. Tadinya KPU direncanakan mengumumkan hasil real count pada Rabu, 22 Mei 2019, namun ternyata bisa sehari lebih cepat, 21 Mei 2019. 
Berdasarkan pengumuman resmi KPU pada Selasa 21 Mei 2019 itu, paslon capres nomor urut 01 mendapatkan 55,41% atau 85.036.828 suara. Sementara capres 02 sebesar 44,59% atau 68.442.493 suara. Dan angka-angka ini tiada beda dengan hasil-hasil quick count dan survei-survei. Lalu berdasarkan hitungan per provinisi, paslon 01 unggul di 21 provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Atau dengan kata lain, pasangan Jokowi -- Ma'ruf unggul di 62% provinsi. Suatu kemenangan yang meyakinkan. 
Tapi sangat disesalkan ketika pihak yang kalah pilpres belum dapat menerima fakta dan kenyataan ini. Kubu ini tiada henti melayangkan protes bahkan jauh-jauh hari sebelum hari H pelaksanaan Pemilu 17 April 2019 lalu itu. Beberapa bulan sebelum hari H, mereka dengan sengaja melakukan aksi demo di depan gedung KPU Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, membawa pesan atau peringatan supaya KPU tidak curang. Suatu hal yang berlebihan mengingat lembaga ini netral, dan bahkan dalam proses hitung suara (real count) ada saksi dari semua pihak yang ikut dalam kontestan ini. Segala proses begitu jelas dan transparan, maka pihak-pihak yang selalu bersuara nyinyir, patut dipertanyakan apa motifnya.

Jadi ketika tuduhan curang dialamatkan ke KPU selama proses rekapitulasi suara berlangsung, jelas sangat mengada-ada. Dan ketika penghitungan suara sudah semakin mendekati final, dan perolehan suara paslon 01 tetap stabil dan konstan di sekitaran 54-55%, pihak yang kalah bahkan menyatakan menarik seluruh saksi mereka. Sungguh suatu tindakan yang sulit dinalar, bahkan terkesan kekanak-kanakan.Sementara itu tuduhan "curang" tetap mereka gaungkan. Lucu dan menggelikan sebenarnya. Jauh-jauh hari sebelum pemilu, mereka sudah "mencurigai" pihak lain curang. Bahkan mungkin, personel-personel  KPU dan Bawaslu untuk periode ini belum terbentuk, mereka sudah teriak-teriak curang(?) Alhasil, pengumuman resmi KPU pun ditolak oleh mereka. Tindakan semacam ini sangat membahayakan bagi keselamatan bangsa dan negara. Apalagi sebelumnya ada isu tentang people power.
Maka ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh seorang penulis kawakan dalam rubriknya belum lama ini: "... kalau tidak percaya pada lembaga pemilu atau pmerintah yang sedang berkuasa, sebaiknya jangan ikut pilpres!" Nyatanya, jauh hari sebelum hari H, kubu ini memang sudah teriak-teriak tentang kecurangan. Tuduhan curang ini pun sangat tidak pada tempatnya, sebab semua pihak sudah disumpah untuk melakukan tugasnya dengan jujur dan adil. Dan kalau ternyata memang ada kecurangan, silakan dipaparkan data-datanya.
Kita pun tidak memungkiri adanya kesalahan atau kekeliruan minor dalam proses rekapitulasi suara di KPU, dan itu manusiawi. Sejak proses real count dimulai, para petugas tanpa henti harus menginput data dari sebanyak 800 ribu lebih TPS yang ada di Tanah Air dan Luar Negeri. 
Sangat wajar dan masuk akal ketika terjadi beberapa kesalahan input. Seperti diberitakan belum lama ini, ada sekitar 200 kesalahan input namun sudah diperbaiki. Dan akibat kesalahan input data ini pun, pihak yang dirugikan bukan hanya satu paslon, namun kedua paslon. Dan ini murni human eror, yang tidak ada unsur kesengajaan. Jadi, dari sini saja yang namanya kecurangan yang dituduhkan itu sama sekali tidak berdasar. 
Dan kalaupun terjadi satu  dua praktik-praktik yang patut diduga mengandung kecurangan di beberapa TPS, itu tentu hanya kasuistik yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Kita tidak akan lupa bagaimana beberapa peristiwa di TPS luar negeri, di mana petugasnya seperti dengan sengaja menghalangi atau menghambat para pemilih menggunakan hak politiknya. Nyata sekali mereka sengaja mengulur-ulur waktu supaya waktu pencoblosan habis, dan ribuan orang akhirnya tidak memberikan suaranya. Dari penelurusan, ternyata TPS ini dikuasai oleh panitia yang berafiliasi ke paslon tertentu.
Kasus Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang sempat marah-marah karena dicoba dikadali petugas TPS di  Tokyo, Jepang, membuat kita mudah menduga-duga siapa dalang di balik TPS ini. Pasti satu induklah dengan oknum-oknum petugas TPS yang bikin ulah di negara bagian Malaysia, dsb. Namun sialnya mereka ini yang kencang menuding KPU dan pemerintah curang!
Jika dulu hoaks dan fitnah disebar untuk menyudutkan paslon capres lain, kini usai pilpres mereka menuding semua pihak curang! Kok mau enaknya saja ya. Aksi unjuk rasa besar-besaran dua hari ini telah membuat banyak kerugian, korban nyawa dan materi. Kasihan rakyat yang lugu-lugu dan polos itu menjadi tumbal bagi oknum-oknum yang plin-plan dan  haus kuasa. Benar kata Koran Tempo edisi Kamis 23 Mei 2019 ini, "Kau harus bertanggung jawab!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun