Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Robertus Robet Sebaiknya Ditindak

12 Maret 2019   13:05 Diperbarui: 12 Maret 2019   13:24 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah makin memanasnya suhu politik menjelang Pilpres 2019 ini, seseorang yang katanya akademisi, dosen, peneliti, mencari perhatian dengan menyanyikan sebuah lagu yang liriknya sengaja diplesetkan. 

Lagu itu aslinya mars ABRI yang sangat populer di era Orde Baru (Orba) karena  setiap hari disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI), media nasional milik pemerintah. Liriknya antara lain berbunyi sebagai berikut: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, siap sedia mempertahankan, menyalamatkan negara Republik Indonesia...

Tahun-tahun menjelang berakhirnya rezim Orba, lagu mars ini sudah mulai diplesetkan oleh mahasiswa, sehingga dinyanyikan seperti ini: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tidak berguna, bubarkan saja, lebih baik diganti pramuka.... 

Seiring dengan berakhirnya Orba digantikan Orde Reformasi, mars ABRI yang iramanya bersemangat itu pun menghilang dari siaran radio. Hal ini mungkin karena ABRI sudah direformasi, dan berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terdiri atas matra darat, laut, dan udara. Kepolisian yang dulu berada di dalam ABRI, sudah dipisah, karena fungsinya lebih pada urusan keamanan masyarakat sipil, bukan pertahanan negara.

Robertus Robet, yang namanya tiba-tiba populer itu, menyanyikan lagu plesetan tersebut pada acara Kamisan di depan Istana Negara, pada 28 Februari 2019 lalu. Videonya yang segera menjadi viral di medsos mendapatkan berbagai macam tanggapan. Ada yang mengecam, namun tidak sedikit yang membelanya. Konon lagu plesetan tersebut dinyanyikan olehnya sebagai protes terhadap TNI yang, menurut kabar burung, ingin kembali ber-dwifungsi?

Gara-gara video itu, kepolisian menjemput Robertus dari rumahnya, dan dijadikan tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan secara lisan maupun tulisan terhadap  penguasa dan badan hukum di Indonesia. 

Meski dia tidak dijebloskan ke dalam penjara, banyak orang yang bereaksi mengecam aparat karena tanpa proses yang jelas, tiba-tiba mengenakan status tersangka terhadap aktivis ini. Bahkan beredar petisi yang dalam waktu singkat mendapat tanda tangan dari ribuan orang, mendesak agar kasus dosen UNJ ini dihentikan.

Reformasi memang telah mengubah banyak hal, termasuk perilaku masyarakat kita. Sekarang masyarakat cenderung menjadi bebas berekspresi tanpa takut dihukum, termasuk bernyanyi-nyanyi memprotes pemerintah atau institusi. Hal yang tidak pernah terjadi di era Orba-nya, Soeharto. Di era Orba, membaca puisi, bisa saja menjadi masalah besar. Dulu banyak media massa yang dibreidel karena memberitakan kebenaran, mengkritik pemerintah saat itu. Maka kalau sekarang ini ada yang berkoar-koar merindukan Orde Baru, dan ingin mengembalikan suasana rezim itu, dia pasti berhalusinasi. Sakit jiwa!

Ini era kebebasan berpendapat dan berekspresi, tetapi bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Sekarang ini kita bebas mengkritik pemerintah, termasuk menolak diterapkannya kembali dwifungsi TNI. Tetapi ya mbok, mengkritik dan menyampaikan pendapat itu jangan sampai membentur pasal-pasal dalam KUHP. Jangan pula sampai menabrak UU ITE. Kita bebas dalam arti mengindahkan norma-norma yang berlaku. 

Robertus Robet mengecam aparat dengan kata-kata: "ABRI tidak berguna, bubarkan saja...", tentu saja sangat menyinggung perasaan dan kehormatan aparat itu sendiri. Kita sebagai anggota masyarakat pun sangat keberatan dengan lirik tersebut. Masak ya, angkatan bersenjata tidak berguna, dan lebih baik dibubarkan, lalu diganti pramuka? Kalau negeri ini tiba-tiba diserang negara lain, memangnya kwarnas, kwarda, dsb., bisa disuruh panggul bedil? 

Jadi silakan saja mengkritik dengan cara yang tepat, kata-kata yang proporsional. Apalagi Robertus itu dari kalangan terdidik, intelektual, tentu saja memiliki perbendaharaan kata-kata yang pantas dan terhormat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun