Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Korupsi Rp 488 Juta, Jumlahnya Tidak Seberapa?

22 Januari 2019   14:50 Diperbarui: 22 Januari 2019   15:09 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Acara debat pilpres di Jakarta pada 17 Januari 2019 lalu tentu tidak akan hilang dari memori masyarakat dalam waktu lama. Buktinya, hal-hal seputar debat tersebut masih terus-menerus diulas dalam bentuk artikel dan dipublish di media-media online dengan berbagai gaya dan sudut pandang. 

Mungkin debat itu sendiri kurang greget, karena yang disampaikan para peserta pada umumnya merupakan statemen-statemen yang sudah biasa-biasa saja. Misalnya soal korupsi, sudah pasti semua orang akan mengatakan bahwa dirinya, partai politik yang dia pimpin, akan melawan korupsi habis-habisan. 

Korupsi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Artinya, korupsi itu tidak berdasarkan jumlah atau besarnya. Satu rupiah pun, kalau sudah diselewengkan, tetaplah korupsi. Dan korupsi menjadi musuh publik dan pemerintahan sebab praktik-praktik ini membuat orang lain sengsara. 

Dana yang mestinya untuk membantu ribuan masyarakat yang menderita karena bencana alam misalnya, ditilep oleh seseorang untuk masuk kantongnya sendiri. Bayangkan betapa kejam dan tidak berperikemanusiaan oknum seperti ini. Dan ada banyak peluang untuk bisa jadi lahan korupsi. Maka tepat sekali bila lembaga anti-korupsi semacam KPK membuat banyak aturan guna mempersempit peluang dan ruang gerak para oknum yang berniat menjadi koruptor.

Kita kembali ke debat capres yang "kurang menarik" tersebut. Debat tidak menarik karena membahas hal-hal yang sudah semestinya atau sudah diketahui oleh umum. 

Misalnya, salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah menaikkan gaji pegawai dan pejabat. Ini jawaban yang sudah sangat umum, dan jelas-jelas sudah terbukti tidak manjur. 

Mari kita lihat contohnya, yakni oknum-oknum yang diciduk, atau terkena OTT (operasi tangkap tangan) oleh KPK. Banyak dari mereka atau pada umumnya berstatus pejabat tinggi dan sudah barang tentu bergaji tinggi pula. 

Anggota DPRD, bupati, gubernur, dan sejenisnya, yang banyak tertangkap, adalah orang-orang yang kaya-raya dan mapan dalam kehidupannya, namun masih mau menerima uang suap atau menilep uang rakyat yang besarnya miliaran rupiah! Jadi opsi menaikkan gaji, ini tergolong masukan yang sudah sangat tidak cerdas lagi, terlebih di ajang debat capres?

Pemirsa yang menonton sendiri debat dengan topik korupsi, pasti merasa terhenyak oleh jawaban atau statemen salah seorang peserta debat yang terkesan tidak konsisten dalam hal pemberantasan korupsi ini. Para pembaca yang merasa penasaran bisa menonton lagi videonya di YouTube atau medsos lainnya.

Intinya adalah jawaban atau statemen seorang capres soal korupsi. Dia menegaskan bahwa dirinya, parpolnya, adalah anti-korupsi. Saking bersemangatnya dia mengatakan akan memasukkan sendiri kadernya yang korupsi ke penjara. "Saya yang akan memasukkan ke dalam penjara kalau ada kader yang korupsi!" katanya menggebu-gebu, kemudian menari-nari, lalu dipijit-pijit. Hihihihiihhihiihihih...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun