Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dibohongi Nenek-nenek Atau Memang Skenario?

4 Oktober 2018   11:07 Diperbarui: 4 Oktober 2018   11:12 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Belum reda tawa ini gara-gara berita-berita heboh yang mulai beredar sejak Selasa (2/10/2018). "Ratna Sarumpaet babak belur dihajar beberapa orang tak dikenal di Bandung". Berita itu lantas menggelinding bagaikan gelombang tsunami. Perempuan sepuh--namun masih punya energi prima ini--mengaku bahwa dirinya dianiaya oleh beberapa orang, hingga wajahnya babak-belur dan  mencekam!

Melihat gambar wajah bengkaknya di medsos, kita memang prihatin dan kasihan. Sebagai Projo, betapapun kita kesal dan geram oleh ulah Ratna ini yang hobby "nyinyir" pada pemerintah, secara khusus pribadi Jokowi, namun demi milihat wajah bonyok itu, kita jadi jatuh iba juga. Kita mengutuk pelaku, apalagi menurut korban, para pelaku itu adalah laki-laki. "Gendeng. Laki-laki kok beraninya sama perempuan, nenek-nenek lagi," batin kita.

Mengingat sepak terjang Ratna, dan panasnya suhu politik, tanpa dia panjang lebar "bersaksi" pun publik pasti menduga keras bahwa pelaku penganiayaan itu pasti terkait masalah politik. Dan pelakunya adalah rival dari Prabowo - Sandi. Kesan ini makin kuatkan lagi ketika Ratna melaporkan kejadian ini kepada Prabowo dan Amien Rais.

Begitu pentingnya "peristiwa" ini bagi kedua tokoh ini sampai segera melakukan konferensi pers, sambil mengecam dan mengutuk pelaku. Sudah barang tentu statemennya disetel sedemikian rupa supaya khalayak paham bahwa pelaku adalah dari kelompok lawan politik. Kedua politikus yang juga sepuh ini tentu berharap publik menjadi antipati terhadap kubu Jokowi.

Sementara Jokowi sibuk bekerja di Palu, Donggala (Sulawesi Tengah), untuk memastikan penanganan kemanusiaan terhadap ribuan masyarakat korban gempa tsunami berjalan dengan semestinya, pihak oposisi sibuk dan bersemangat membela seorang Ratna yang sedang teraniaya. Mereka tampak membela Ratna, namun sasaran utama adalah Jokowi. Drama Ratna ini disetir habis-habisan sebagai kesalahan dan kegagalan pemerintah melindungi rakyat. Pemerintah yang gagal melindungi seorang nenek, adalah pemerintah yang telah gagal total. Logikanya, bagaimana bisa melindungi ratusan juta rakyat, sementara melindungi seorang nenek usia 70 tahun saja tidak becus? Pesan itu pasti yang hendak disebarkan oleh pihak oposisi ke masyarakat.

Namun rakyat tidak dapat dikibuli. Sebab ada banyak kejanggalan dalam kasus ini. Kejadian penganiayaan disebut pada tanggal 21 September 2018, tetapi beritanya mulai menyebar pada 1 Oktober 2018. Yang lebih mengherankan kenapa korban yang dikenal sangat "berani nyinyir" itu tidak melaporkan tindak penganiayaan itu kepada polisi. Takut karena diancam pelaku? Klasik sekali alasan ini. Selama ini dia berani "nyinyir" pada pemerintah, memang tidak merasa takut?

Lalu di medsos, seorang dokter menganalisis bahwa bonyok yang menimpa Ratna itu kemungkinan besar karena habis operasi plastik. Sementara di medsos pihak oposisi dan simpatisan yang merasa mendapatkan amunisi baru dan mematikan, sudah menggoreng kejadian ini. Fadli Zon bahkan menyempatkan diri berselfi di samping Ratna yang belum 100% steril dari bonyok. Pihak oposisi bahkan berencana menemui langsung Kapolri Jenderal Tito Karnavian, supaya kasus ini diusut tuntas. Ngeri!

Namun oposisi akhirnya terjengkang dan malu bukan main setelah semua misteri ini terkuak. Ratna, pada Rabu 3 Oktober 2018 akhirnya secara terbuka dan terisak-isak mengakui kalau dirinya memang berbohong. Secara khusus pemain teater yang pintar berakting ini minta maaf kepada Prabowo dan Amien Rais yang telah dia bohongi. Belum cukup sampai di situ, Ratna menggelar jumpa pers bahwa kebohongan itu murni ulahnya sendiri, tanpa ada campur tangan pihak lain. Semua itu adalah idenya yang muncul secara spontan.

Ratna bisa saja berkilah demi melindungi kepentingan yang jauh lebih besar. Kelompok yang memiliki kepentingan ini pun tentu tidak akan merasa jadi masalah jika seorang nenek-nenek dikorbankan demi rencana dan agenda besar mereka.

Tapi publik yang sudah cerdas tidak akan bisa dikadali. Kasus ini bukan murni ide seseorang Ratna saja, namun kemungkinan sudah merupakan skenario sebuah kelompok besar. Mudah saja menganalisis: Untuk apa seorang nenek-nenek 70 tahun melakukan operasi plastik? Supaya terlihat seksi dan cantik? Lalu untuk apa pula seorang nenek tampil cantik dan seksi? Apalagi dalam sejarah, Ratna yang satu ini bukan type perempuan genit dan pelakor. Lalu untuk apa beliau operasi plastik? Dalam rangka mencari perhatian seorang duda, dengan harapan nanti dipinang untuk mengisi posisi sebagai ibu negara? Rasanya kok ya sangat tak mungkin banget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun