Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Batak Terancam Punah!

18 Mei 2018   15:31 Diperbarui: 18 Mei 2018   15:45 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok: beritanarwastu.com

Kaget juga ketika penulis pulang kampung ke Balige, kota kecil di pinggir Danau Toba. Anak-anak kecil sudah berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, logat Batak. Padahal beberapa tahun sebelumnya, waktu aku merantau ke Jakarta, belum ada anak-anak yang berbahasa Indonesia di kampung. 

Bagi saya ini perubahan yang sangat cepat. Di masa aku SD sampai SMA, bahasa Indonesia masih tergolong "asing" dan "elite" di sini. Bahasa Indonesia paling banter hanya digunakan oleh guru di sekolah, dan segelintir warga pendatang.

Di kampung, ketika melayat orang meninggal, lagi-lagi saya tertegun. Pasalnya, rombongan anak-anak SMA, teman sekelas anak almarhum yang melayat---rata-rata sudah menggunakan bahasa Indonesia saat menyampaikan ucapan belasungkawa dan penghiburan. Dalam tradisi orang-orang Batak, terlebih di kampung halaman (bona pasogit), merupakan hal yang biasa jika pelayat menyempatkan diri mengucapkan kata-kata penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan. 

Rombongan anak sekolah yang saya sebut di atas pun demikian. Juru bicara mereka menyampaikan kata-kata belasungkawa dalam bahasa Indonesia. Sedikit ironis, sebab acara tersebut masuk dalam ranah budaya Batak, tetapi malah menggunakan bahasa Indonesia.

Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang terdiri dari beragam suku/etnis, di mana setiap etnis pada umumnya juga memiliki bahasa sendiri. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah bahasa dan sub-bahasa di seluruh Indonesia mencapai 546 bahasa (kompas.com, 1/9/2012). Namun---hebatnya---semua penutur bahasa itu bisa melebur dalam satu bahasa nasional: bahasa Indonesia! 

Kita memang harus bangga dan bersyukur memiliki bahasa persatuan, namun sangatlah tercela apabila generasi muda mulai menyisihkan bahasa leluhur mereka sendiri, dalam konteks ini bahasa Batak. Sebagai bangsa Indonesia kita wajib menguasai bahasa Indonesia secara baik dan benar. Namun sebagai orang Batak, kita pun harus mahir marhata (berbahasa) Batak.

Berdasarkan pengamatan penulis, kemampuan orang Batak yang lahir dan besar di tanah rantau, secara khusus di Jakarta dan sekitarnya, sangat memprihatinkan. Bisa jadi hal ini disebabkan tidak adanya niat orang tuanya untuk "mewariskan" bahasa Batak kepada anak-anak. Banyak pasangan suami-istri yang sebenarnya "penutur asli" bahasa Batak, tapi jarang berkomunikasi menggunakan bahasa leluhur ini, apalagi mengajak putra-putrinya berbincang-bincang untuk mengajari. 

Akibatnya anak-anak tidak terbiasa, dan akhirnya tidak peduli. Ironisnya, rata-rata anak muda itu bangga mengaku sebagai orang Batak, namun apabila tidak fasih berbahasa Batak, apa pula arti kebanggaan itu?

Tiada beda dengan masyarakat dari daerah lainnya, masyarakat Batak di perantauan selalu membentuk sebuah kumpulan atau paguyuban. Anggotanya secara berkala dan rutin mengadakan pertemuan. Bila orang itu lahir dan besar di kampung halaman, maka kemampuannya berbahasa Batak tentu tidak  berkurang sedikit pun. Dalam berinteraksi mereka memang menggunakan bahasa Batak bercampur bahasa Indonesia. 

Namun saat diminta memimpin doa, atau memberikan kata-kata penghiburan (saat mengunjungi keluarga yang baru berduka), kebanyakan sudah menggunakan bahasa Indonesia, sekalipun dia sebenarnya lancar dan fasih berbahasa Batak. Terasa sekali bahwa mereka sudah merasa lebih nyaman dan percaya diri menggunakan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Batak. 

Padahal, bisa jadi, dulu saat tiba di Jakarta untuk pertama kali, mereka belum lancar berbahasa Indonesia. Yang lebih menyedihkan, rata-rata anak-anak mereka sudah tidak bisa lagi berbahasa Batak secara aktif! Sebagian ada yang pasif, namun ada yang sama sekali sudah "hilang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun