Mohon tunggu...
Hans Hayon
Hans Hayon Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Niat Balikan Dibungkam, Curhat Bicara!

3 September 2017   00:42 Diperbarui: 3 September 2017   04:14 7022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sekurang-kurangnya, ada dua poin penting yang bisa ditarik dari judul di atas. Pertama, niat balikan. Kalian mungkin pernah membaca karya Karl Marx, Das Kapital. Selain membahas persoalan ekonomi dan perjuangan kelas, dalam "Communist Manifesto" Surat Edaran Marx dan Engels (1848), setidaknya ada teriakan revolusioner yang saya plesetkan menjadi, kaum jomblo sedunia, bersatulah! Tidak perlu dibahas, mengapa mesti ada persatuan dulu baru tercipta revolusi. 

Saya tidak membahasnya di sini. Itu masa lalu saya. Baiklah, kembali ke pokok persoalan. Jauh di dalam lubuk hati yang paling tulus, banyak orang yang sesudah "putus", memendam harapan untuk balikan. Terdapat semacam daya penyesalan sekaligus prinsip untuk tidak mengulangi kesalahan yang menyebabkan hubungan antara seseorang dan mantan kekasihnya berakhir. Jujur, niat seperti itu sama sekali tidak lucu. Pertobatan, atas cara tertentu, juga mengedepankan niat balikan kepada cara hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Kedua, curhat. 

Akhir-akhir ini, setelah kebiasaan menulis surat sudah ditinggalkan, orang lebih suka curhat di media sosial. Faktor utama yang menyebabkan orang ingin curhat yakni besar harapannya untuk didengarkan. Intinya cuma itu. Yang hebat-hebat justru hanyalah tafsirannya saja.

Pembungkaman Niat Balikan

Kejahatan ideologis berbentuk pembungkaman niat balikan, akhir-akhir ini semakin marak. Ditolak satu orang adalah tragedi tetapi jika ditolak jutaan orang adalah statistik. Bandingkan misalnya, kasus Ahok. Meskipun sudah berniat secara sungguh untuk menyesali perbuatannya, toh statistik mencatat hal tersebut sebagai tindakan kriminal. Belum lagi, kasus 1965/1966 di mana negara dituntut untuk meminta maaf sebagai bentuk rekonsiliasi terhadap para korban. 

Atau kasus Munir yang hingga saat ini menjadi semakin lancung prosesnya. Bangsa Indonesia mestinya menyadari bahwa negara ini berdiri di atas landasan berdarah-darah para pendahulu. Tidak ada kemajuan dan perkembangan sejarah tanpa darah. Nah, siapa saja pasti tahu, hati manusia tidak hanya terdiri atas daging dan darah. 

Di dalamnya, mengandung sesuatu yang niskala, disebut sebagai perasaan, jiwa. Oleh karena itu, membungkam niat orang untuk balik ke masa lalu, mengakui kepahitan dan kekelaman sejarah merupakan kejahatan ideologis sejak dalam pola pikir. Lihat saja bangsa Jerman yang terpuruk karena tragedi paling banter sepanjang sejarah manusia di kamp konsentrasi Auschwitz. Hanya karena keikhlasan dan sikap rendah hati, mengakui pekatnya masa lalu, bangsa itu bangkit dan berkembang bahkan semakin dewasa daripada sebelumnya hingga saat ini.

Dalam rangka mewujudkan ideal di atas, dibutuhkan keberanian, bila perlu nekat. Banyak perempuan tidak butuh laki-laki yang pintar memendam perasaan. "Kami butuh diperjuangkan, mas," kata Isthiqomah salah seorang teman saya. Sumpah demi para leluhur, jika dalam urusan percintaan saja kau belum berani, setidaknya kau berani memperjuangkan masa depan bangsamu ini dalam beberapa aspeknya. 

Lalu, jika saya ditanya, bagaimana caranya memperjuangkan masa depan bangsa, jawabannya sederhana: perjuangkanlah cintamu! Bukankah maju dan mundurnya kehidupan sebuah bangsa tergantung dari bagaimana engkau memperlakukan orang yang paling engkau cintai? Lebih mengerucut lagi: sesungguhnya kedaulatan sebuah bangsa dimulai dari bagaimana caramu merawat kedaulatan keluarga yang akan kau bangun pada suatu saat nanti. Jika bersalah, akuilah secara terus terang di hadapan sesama teristimewa anak-anak bahwa dirimu bukanlah manusia yang sempurna. Saya yakin, siapa saja di dunia ini, menikah bukan karena telah menemukan orang (atau merasa diri) sempurna.

Poin ini sangat penting untuk mengukur sejauh mana kadar kerendahan hati seseorang atau sebuah bangsa di hadapan sejarah hidupnya. Dikatakan demikian, karena untuk balikan, butuh sikap lapang dada untuk siap dicemooh dan dipergunjingkan. Dalam Alkitab Perjanjian Baru misalnya, ada cerita mengenai seorang pemungut cukai bernama Zakheus yang bertobat dan kembali ke 'jalan hidup yang benar'. Dia menerima balasan yang setimpal melalui pernyataan Yesus, "Sesungguhnya orang ini pun keturunan Abraham". 

Di sini, niat balikan menyediakan dua hasil akhir: diterima atau ditolak. Meskipun demikian, hal paling utama dari 'balikan' bukanlah hasil semacam itu. Bukan! Di sini, saya ingin mengedepankan betapa berharganya jika seseorang mengutarakan niatnya untuk 'balikan', yakni disposisi batin yang lebih dewasa. Dengan demikian, orang diajarkan untuk lebih bijaksana dalam mendisiplinkan diri bahwa ternyata mencintai itu tidak semudah membicangkannya. Selalu ada risiko dan rasa sakit yang tidak biasa. Percayalah, dari sanalah, pertumbuhan dimulai!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun