Mohon tunggu...
Hansamu Oyoba
Hansamu Oyoba Mohon Tunggu... Freelancer - Jambi

Berkarya untuk menginspirasi Menulis untuk berbagi Mengajar untuk mencerdaskan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sifat Ragu Sifat Ilmuan

28 Januari 2015   04:47 Diperbarui: 16 Maret 2016   19:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Buku adalah jendela ilmu (sumber foto: dokumentasi pribadi)"][/caption]

 

Akhir-akhir ini, Saya disibukkan dengan aktifitas pembuatan proposal tesis Saya. Saya mencari referensi kesana-kemari, membaca buku ini dan buku itu, menganalisis jurnal, dan sebagainya. Begitulah aktifitas Saya berhari-hari.

 

Saat yang dinanti-nanti pun tiba. Akhirnya, proposal tesis saya selesai. Sudah waktunya bagi Saya untuk bimbingan. Dengan hati yang penuh harap, Saya memberanikan diri menemui Profesor pembimbing Saya.

 

Sesampainya di kampus, Saya segera menuju ruangan Sang Profesor. Beliau dengan ramah mempersilahkan Saya masuk ruangannya dan meminta Saya untuk duduk dihadapannya. Sang Profesor bertanya kepada saya,”Anda yakin proposal Anda ini sudah benar?. Dengan singkat Saya pun menjawab,”Belum Prof, Saya belum yakin”. “Kalau begitu, silahkan Anda bawa pulang proposalnya dan perbaiki lagi”, sambung Sang Profesor.

 

Begitulah hasil bimbingan Saya. Saya diminta Profesor memperbaiki proposal Saya.

 

Aktifitas saya yang sebelumnya berulang kembali, demi memperbaiki proposal Saya. Kali ini, Saya membaca buku lebih banyak lagi, menganalisis banyak jurnal, membaca majalah ilmiah, dan sebagainya. Saya berkerja siang dan malam tak kenal lelah dan pantang menyerah.

 

Perbaikan proposal itu akhirnya selesai. Saya telah yakin kali ini, yakin bahwa proposal Saya telah benar dan siap untuk bimbingan kembali kepada Sang Profesor. Besar harapan Saya bahwa Profesor akan setuju.

 

Sama seperti bimbingan Saya yang pertama, Saya dipersilahkan masuk di ruangannya oleh Sang Profesor dan dipersilahkan duduk. Sang Profesor memperhatikan Saya dengan teliti, melihat-lihat disekeliling ruangannya sebentar, kemudian bertanya,” Anda yakin proposal Anda ini sudah benar?”. Pertanyaan yang sama dengan dulu pikir Saya. “Iya, Prof. Saya sudah yakin propsal Saya ini sudah benar”, Saya memberanikan diri menjawab dengan penuh keyakinan. Sang Profesor geleng-geleng kepala sebentar, kemudian berkata,”Gantilah judul Anda dan buatlah proposal yang baru!”.

 

Saya terhenyak, bisa-bisanya Sang Profesor meminta Saya mengganti judul tanpa membaca proposal Saya sama-sekali. Saya mencoba mengingat-ingat dan bertanya-tanya dalam hati, barang kali waktu perkuliahan dulu Saya ada salah denga Beliau. Namun, segera Saya tepis pikiran itu, Saya harus berpikir positif, mungkin memang proposal tesis Saya masih banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga Saya harus mengganti judul saya.

 

Saya bukanlah orang yang mudah menyerah dan putus asa. Segerahlah Saya mencari judul baru. Kemudian mulai membuat proposal lagi. Kali ini Saya tidak mau proposal Saya ditolak lagi.

 

Kini, Saya benar-benar telah banyak membaca buku, majalah, dan makalah ilmiah, serta menganalisis jurnal dengan jumlah yang luar biasa banyaknya. Namun, jauh di dalam hati Saya muncul suatu penyakit, penyakit ragu-ragu. Saya rugu-ragu akan apa yang Saya tulis diproposal Saya, Saya ragu apakah itu benar atau salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun