Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Memilih Gubernur yang Seagama Apakah Itu SARA?

6 Februari 2017   22:45 Diperbarui: 6 Februari 2017   23:07 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : hidayatullah.com

Judul sekaligus pertanyaan ini menjadi sangat relevan dalam kontek Pilkada DKI 2017. Diluar dugaan, tiga pasangan dari latar belakang partai pengusung nasionalis, ternyata menggunakan isu agama paling dominan untuk meraup suara.

Secara terang-terangan kubu paslon Agus-Sylvi dan Anies-Sandi menggiring opini bahwa gubernur DKI haruslah orang Islam. Hal ini saya yakin setelah 15 Februari 2017 akan berubah lagi, karena demikianlah politikus, selalu berubah sesuai dengan frame cerita yang hendak dimainkan.

Praktek Agus dan Anies yang diperkuat atau bisa dikatakan didalangi SBY dan Prabowo adalah praktek politik as usual. Artinya, mereka tidak melanggar hukum jadi sah-sah saja, soal etika dan moral dalam praktek perpolitikan sudah jarang ditemukan.  Daerah-daerah abu-abu antara idealisme dan pragmatisme membuat politikus banyak yang gugur dan memilih menjadi pragmatis.  "Lha gimana lagi, memang ingin jadi gubernur" adalah pernyataan yang benar adanya.  

***

Kembali ke pertanyaan kita bersama, apakah benar memilih gubernur yang seagama itu SARA? Memilih itu adalah hak dari semua WNI. Mau memilih yang seagama, golongan, kepentingan, kelompok, atau yang yang sesuai kebutuhan rakyat (obyektif) semua terserah.

Tapi hal ini menjadi isu yang harus diselesaikan bukan hanya di Pilkada DKI 2017, tapi seterusnya Indonesia harus tegas berdiri : menjadi negara nasionalis, atau agamis.

Dalam paham nasionalisme sejati agama TIDAK menjadi parameter untuk memilih seseorang menjadi pejabat publik. Jadi sampai kapan pun negara tidak boleh melarang seseorang berdasarkan agama untuk menjadi pemimpin, itu SARA.

Karena negara berdasarkan konstitusi untuk semua agama menjadi pejabat publik, maka menyerang ataupun menggunakan nilai-nilai agama untuk menyerang paslon tertentu adalah sesuatu yang tidak konstitusional. Dan apabila diteruskan, maka bisa dikatakan terjadi tindakan subversif dan menuju makar.

Bentroknya nilai-nilai konstitusi dan kitab suci kerap kali dijadikan para politikus sebagai strategi politik. Dalam kasus Agus dan Anies jelas mereka menyatakan diri nasionalis, hendak bersama-sama memajukan bangsa, mau menyelamatkan Jakarta (entah dari apa), tapi gubernur harus Islam sesuai preferensi mereka.

Kalau saja mereka sejak awal menyatakan memang percaya bahwa gubernur harus Islam (sesuai agama mereka), maka saya yakin tidak ada relawan dan pemilih nasionalis yang akan mendukung mereka.  Itu lebih fair, daripada mengaku nasionalis tapi ternyata sektarian. Itu licin, dan bisa dikatakan mengelabuhi rakyat dan calon pemilih.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun