Mohon tunggu...
HPS
HPS Mohon Tunggu... - -

Newbie on writing. 外国語で皮肉が大好きです。

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Mayday on May Day"

1 Mei 2018   05:01 Diperbarui: 1 Mei 2018   08:43 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (kompas.com)

Mungkin kata ini pernah kita dengar di beberapa dari film bergenre perang yang kita tonton, tepatnya ketika pilot pesawat tempur ditembak musuh dan mengalami kegagalan mesin. Namun perlu digarisbawahi jika ‘mayday’ dan ‘May Day’ yang saya tuliskan memiliki artian yang berbeda. Mayday sendiri adalah kata serapan dari Bahasa Prancis, ‘m'aider’, yang artinya tolong saya. Kata ini juga masuk dalam standar komunikasi radio internasional untuk mengabarkan keadaan bahaya atau genting. Sedangkan, May Day adalah istilah lain hari buruh internasional yang jatuh pada bulan Mei, tepatnya tanggal 1 atau hari Senin pertama di bulan September jika di Amerika Serikat. Hari ini awalnya adalah hari  ketika festival musim semi dirayakan menurut kebudayaan Pagan, dimana pada hari ini mereka merayakan datangnya musim panas. Awalnya pada hari raya ini, masyarakat akan berpesta, menari, dan makan bersama di pusat kota. Lalu apa implikasi May dengan hari buruh internasional? Pada tahun 1886, terjadi peristiwa Haymarket affair di Chicago, Amerika Serikat. Pada saat itu, berbagai serikat pekerja di Amerika Serikat sedang melakukan demo beruntun sejak tanggal 1 Mei untuk menuntut 8 jam kerja per hari untuk mereka. Namun, di hari keempat demonstrasi, seseorang melemparkan bom kepada polisi yang sedang mengamankan aksi hingga akhirnya terjadi kekacauan dan jatuhnya beberapa korban jiwa.  Untuk memperingati peristiwa tersebut, pada tahun 1904, Second International, organisasi serikat buruh internasional, menjadikan 1 Mei menjadi hari peringatan buruh internasional dan hal ini diadopsi oleh berbagai negara di dunia hingga saat ini, termasuk Indonesia.

Bagi saya, May Day di Indonesia selalu menjadi aksi yang unik setiap tahunnya. Serikat buruh seluruh Indonesia mengajukan hak-hak mendasar manusia yang seharusnya dimiliki setiap buruh seperti standar keselamatan, jaminan kerja, batas upah minimum, hingga menyinggung work-life balance yang menyebutkan kondisi kerja yang sangat padat membatasi mereka untuk mendapatkan pacar dan pacaran. Mendengar tuntutan-tuntutan ini tentunya dapat membuat kita mengelus dada hingga membuat kita tertawa. Ya, saya rasa semua pihak memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapatnya di negara demokrasi ini, apalagi buruh di hari raya mereka sendiri.

Baru-baru ini, Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) diterbitkan dan kemudian diikuti oleh pencabutan 32 peraturan oleh Kementrian ESDM. Saya tidak tahu apa alasan kebijakan yang cukup mendadak dan terksesan terburu-buru ini, tapi saya kira langkah ini kurang bijaksana dilakukan baik untuk Indonesia secara umum, maupun di waktu yang mendekati May Day karena subtansi dari peraturan ini sangat sensitif dengan kelompok terkait. Well, mungkin ini yang disebut dengan kebetulan. Mungkin mayday akan terdengungkan dalam May Day tahun ini. Belum lagi adanya kabar simpang-siur di masyarakat dari 3 tahun terakhir yang mencurigai banyaknya TKA, khususnya dari RRC yang masuk ke Indonesia. Memanasnya keadaan yang ada dikarenakan TKA (mungkin lebih spesifiknya TKA Cina mengambil ranah pekerjaan low-skilled atau unskilledlabor. Dimana pekerjaan di sektor ini adalah yang paling dibutuhkan  oleh tenaga kerja di Indonesia jika melihat komposisi pengangguran yang ada sejak BPS melakukan survei di tahun 1986. Belakangan ini juga terdapat berbagai video viral yang menunjukkan perilaku TKA Cina yang dinilai melakukan tindakan ilegal maupun berbuat semena-mena kepada warga lokal. Intinya, keadaan sudah cukup runyam sebelum adanya pelonggaran peraturan terkait perizinan TKA, tapi entah mengapa pemerintah malah memilih tindakan yang kemungkinan besar menjatuhkan kepercayaan publik dengan dalih untuk meningkatkan investasi di negeri tercinta ini.

Sebelumnya saya menyinggung komposisi pengangguran di Indonesia. Berikut akan saya coba jelaskan secara singkat. Dalam 5 tahun terakhir, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia cukup fluktuatif dikisaran 7 juta penduduk dengan tingkat tertinggi pada Agustus 2015 sejumlah 7,56 juta dan terendah pada tahun 2017 sejumlah 7,01 juta pengangguran. Dimana 82% dari pengangguran ini memiliki tingkat pendidikan tertinggi di tingkat SD hingga SMA/SMK. Dengan kualifikasi pendidikan demikian, sektor pekerjaan yang dapat mereka lakukan kemungkinan besar adalah low-skilled atau unskilledlabor. Belum lagi, dari 121,02 juta penduduk yang bekerja 7,55% adalah pekerja setengah mengganggur dan 20,40% adalah pekerja paruh waktu. Kemungkinan spesifikasi pendidikan yang dimiliki pekerja-pekerja ini adalah termasuk kelompok besar penyumbang pengangguran. Pada akhirnya, jumlah angkatan kerja yang membutuhkan dan rentan membutuhkan sektor unskilled labor masih cukup tinggi di Indonesia. Selain itu, menurut ndang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jabatan yang tidak boleh dimiliki oleh TKA adalah jabatan terkait personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu (Pasal 46) dengan jumlah 19 jabatan yang terlampir dalam Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Asing. Intinya, masuknya unskilled labor di Indonesia dinilai tidak melanggar hukum. Tanpa adanya security pada lapangan kerja sektor ini bagi warga negara Indonesia, akhirnya memicu timbulnya kepanikan.  Jadi, saya pikir reaksi negatif publik secara umum telah cukup berdasar.

Oke, coba kita lanjut membahas tentang hak-hak warga negara  Indonesia. Sederhananya, mari kita kutip Pasal 27 ayat (2) di UUD 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”. Jika meme zaman now mungkin istilahnya “Indonesian first, TKA second”. Melihat angka penggangguran per Agustus 2017 sekitar 5,50%, sepertinya pemerintah terlena untuk membuat kelonggaran ke TKA dengan ekspektasi meningkatnya investasi asing di Indonesia. Padahal, jika mempertimbangkan data yang sebelumnya disebutkan, pengangguran masih menjadi permasalahan di Indonesia. Dan akan lebih kompleks jika kita kaitkan dengan tingkat kemiskinan yang ada. Kabar baiknya, tingkat kemiskinan kita telah menurun sekitar 1% dalam 5 tahun terakhir menjadi 10,12% per September 2017. Tapi, kabar buruknya, sisa 70% penduduk yang naik tingkat kemakmurannya, at least lepas dari garis bawah kemiskinan masih rentan untuk kembali menjadi penduduk miskin. Jika dipikirkan kembali, mengapa penduduk ini miskin atau rentan miskin? Karena mereka menganggur, berkerja serabutan atau part-time, atau berpenghasilan dari sektor unskilled labor yang gajinya masih terus menjadi isu nomor atas di tiap May Day. Jadi, jikalau kepanikan akan isu-isu TKA berjenis unskilled labor itu menurut anda masih lebay atau tidak masalah, mungkin anda bisa coba jalan-jalan di perkampungan sekitar rumah anda dan melihat sendiri apa itu pengangguran dan kemiskinan secara nyata.

Alasan lain yang memberatkan Perpres TKA adalah masalah kesiapan Indonesia sendiri sebagai negara yang akan menerima lonjakan TKA di kemudian hari jika kebijakan ini terus dilanjutkan.  Menurut penemuan Ombudsman RI baru-baru ini, memang terdapat cukup banyak TKA Cina berjenis unskilled labor dan yang berkerja secara ilegal, yakni dengan menggunakan visa wisata atau melakukan pekerjaan yang berbeda dari apa yang dilampirkan ke kementrian terkait. Belum lagi ditambah dengan jumlah pengawas daerah yang sangat terbatas, seperti contohnya pada tahun 2016 di Surabaya terdapat 12.747 perusahaan, tapi jumlah pengawas tenaga kerja dinas hanya berjumlah 16 orang. Jika seorang pegawai harus mengawasi nyaris 1.000 perusahaan dalam setahun, apakah penyelewengan TKA yang sedikit-sedikit menjadi bukit ini akan cepat terdeteksi? Oke, kita serahkan jawabannya kepada pihak-pihak terkait dan Tuhan YME.

Jika pemerintah memang beritikad untuk memajukan negara, saya pikir mereka harus berani menetapkan jika TKA berjenis unskilled labor dilarang masuk ke Indonesia ke dalam keputusan menteri sebagai lanjutan dari Perpres TKA yang baru diluncurkan. Sebagai negara dalam proses pembangunan, Indonesia memang membutuhkan ahli-ahli teknologi maupun teknis untuk mendorong perkembangan industri 4.0 yang digembor-gemborkan pemerintah belakangan ini. Jadi, jika TKA yang hadir adalah pakar di bidang-bidang terkait malah akan sangat baik karena dapat membantu dalam proses pentransferan ilmu dan teknologi untuk Indonesia. Apalah guna negara yang berlandasan UUD 1945 jika kemakmuran negara hanya dapat dirasakan oleh segelintir kelompok penduduk atau bahkan malah penduduk asing. Saya rasa kata ‘menimbang’ dan ‘mengingat’ yang selalu dilampirkan dalam peraturan baru yang diturunkan pemerintah bukan formalitas belaka, namun harus dapat dipertanggung jawabkan.

I hope today will be the last time we say mayday. Mungkin pemerintah bisa kembali menimbang manfaat dan kerugian dari kelonggaran kebijakan mengenai TKA setelah mendengar aspirasi rakyat hari ini.

Terakhir, saya hanya seorang penulis lepas. Semua ini adalah pendapat dan penilaian pribadi mengenai keadaan Indonesia, jadi saya mengharapkan koreksi dan saran pembaca jika menemukan kekeliruan penelaahan saya terkait permasalahan ini. Data-data yang saya gunakan adalah hasil pengolahaan pribadi dari BPS dan perundang-undangan terkait (lebih lanjutnya terlampir di referensi).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun