Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inti Masalah Penyebab Kerumitan Kasus Pembunuhan Mirna: Adanya “Loncatan Scientific”

21 September 2016   11:13 Diperbarui: 18 September 2017   02:34 2244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persidangan Kasus Pembunuhan Mirna / sumber kompas.com

sumber blogspot Dr. Djaja
sumber blogspot Dr. Djaja
sumber blogspot Dr. Djaja
sumber blogspot Dr. Djaja
Yang aneh, Dr. Djaja sendiri yang melakukan embalming terhadap jasad Mirna (tanya, “Mengapa begitu Dok?”). Menurut Dr. Djaja, proses embalming itu merupakan suatu dilema yang terpaksa dia lakukan karena pihak keluarga Mirna tidak mengizinkan dilakukannya otopsi dan mayat Mirna akan segera membusuk (setelah lewat 24 jam) bila tidak di embalming. Yang aneh (lagi), karena Dr. Djaja adalah seorang ahli yang sungguh-sungguh paham bahwa embalming tidak boleh dilakukan sebelum otopsi dilaksanakan, mengapa Dr. Djaja tidak lebih dulu mendesak pihak kepolisian untuk meminta pihak keluarga mengizinkan dilakukannya otopsi?

Bila Dr. Djaja—yang sungguh-sungguh mengerti bahwa otopsi itu diperlukan—bersedia meluangkan waktu untuk menjelaskan secara panjang lebar terhadap pihak keluarga tentang perlunya otopsi, apakah pihak keluarga Mirna benar-benar akan tetap menghendaki dilakukannya proses embalming? Bukankah dengan mengizinkan dilakukannya proses embalming, pihak keluarga melepas kemungkinan pengusutan kasus kematian Mirna ini sampai clear?

Dengan dilakukannya proses embalming sebelum otopsi, yang akhirnya hanya parsial (berupa pengambilan sampel), maka para ahli terpaksa melakukan “loncatan scientific” untuk menafsirkan penyebab kematian Mirna. Penafsiran penyebab kematian Mirna ini saya sebut sebagai “loncatan scientific” karena kita tidak tahu proses apa yang terjadi dalam jasad Mirna saat proses embalming dilakukan dan seberapa besar berpengaruhnya reaksi kimiawi pada tubuh korban akibat masuknya cairan formalin tsb?

Untuk bisa menafsirkan “loncatan scientific” yang terjadi, kita harus mengerti cairan apa saja dan berapa besar kadar formalin yang disuntikkan oleh Dr. Djaja untuk proses embalming tsb (tanya, “Embalming pakai apa Dok?”). Maka adalah percuma jika PH ngotot mengapa darah korban tidak ikut diperiksa? Berita terkait tentang penjelasan dokter ahli forensik JPU dapat dilihat di sini. Walaupun Dr. Djaja bersedia menjelaskan cairan yang dipakai untuk proses embalming pun, tetap amat sulit untuk menentukan penyebab kematian Mirna secara scientific karena sudah tercemar (tidak orisinil).

Adanya loncatan scientific yang saya kemukakan di atas itu membuat kesaksian para ahli terbelah secara eksklusif.

- Tim ahli JPU—yang bertolak dari adanya sianida dalam dosis tinggi di cangkir kopi Mirna serta berdasarkan rekaman CCTV dan keterangan yang diberikan oleh para saksi mata—menyimpulkan bahwa Mirna meninggal karena sianida.

- Saksi ahli PH—yang bertolak dari sedikitnya kandungan sianida di lambung Mirna (sebagai hasil olah sampel yang cacat karena adanya loncatan scientific) menyimpulkan bahwa penyebab kematian Mirna tidak bisa ditentukan, tetapi berani memastikan tidak mungkin Mirna mati karena sianida.

Lantas, bagaimana kita bisa menemukan kebenaran? Fakta-fakta yang ada sebelum embalming adalah fakta yang asli, belum tercemar oleh proses reaksi kimia hasil embalming. Fakta setelah embalming tentu saja akan berbeda (tidak sesuai dengan literatur yang dikemukakan para saksi ahli pihak PH) sehingga sulit jika hanya berpegang pada hasil akhir.

Pada akhirnya tergantung keyakinan hakim untuk melihat dan menilai berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan lebih masuk akal (terdapat kesesuaian diantaranya) apakah suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan apakah terdakwalah yang bersalah melakukannya?

Salam kompasiana, semoga bermanfaat :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun